Sholawat Jauharatul Kamal
Oleh Baginda Rizqi Dzulqornain
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين
اللهم نسألك أن تصليا
*** على حبيبك إمام الأنبيا
صل على الفاتح ما قد
أغلق *** محمد الخاتم ما قد سبق
وناصر الحق العلي بالحق
*** سيدنا الهادي لكل الخلق
الى صراطك القويم
المستقيم *** والأل مقدر قدره العظيم
صلاة جوهرة الكمال
اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَيْنِ الرَّحْمَةِ الرَّبَّانِيَّةِ وَالْيَاقُوْتَةِ
الْمُتَحَقِّقَةِ الْحَائِطَةِ بِمَرْكَزِ الْفُهُوْمِ وَالْمَعَانِيّ، وَنُوْرِ
اْلأَكْوَانِ الْمُتَكَوِّنَةِ اْلأدَمِيِّ صَاحِبِ الْحَقِّ اْلرَّبَّانِيّ،
اَلْبَرْقِ اْلأَسْطَعِ بِمُزُوْنِ اْلأَرْبَاحِ الْمَالِئَةِ لِكُلِّ مُتَعَرِّضٍ
مِنَ اْلبُحُوْرِ وَاْلأَوَانِي، وَنُوْرِكَ اللاَّمِعِ الَّذِيْ مَلأْتَ بِهِ
كَوْنَكَ الْحَائِطَ بِأَمْكِنَةِ الْمَكَانِي، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى
عَيْنِ الْحَقِّ الَّتِى تَتَجَلَّى مِنْهَا عُرُوْشُ الْحَقَائِقِ عَيْنِ
الْمَعَارْفِ اْلأَقْـوَمِ صِرَاطِكَ التَّآمِّ اْلأَسْقَمِ، اللّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى طَلْعَةِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ اْلكَنْزِ اْلأَعْظَمِ إِفَاضَتِكَ
مِنْكَ اِلَيْكَ إِحَاطَةِ النُّوْرِ الْمُطَلْسَمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ صَلاَةً تُعَرِّفُنَا بِهَا
إِيَّاهُ .
Artinya:“Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan-Mu kepada
Nabi Muhammad. Ia adalah haqiqat rahmat sifat-sifat Tuhan, ia bagaikan mutiara
yang yang mengetahui semua nama-nama (asma) dan sifat-sifat Allah, ia yang
menjadi pusat pengetahuan yang mencakup seluruh pengetahuan yang diberikan
kepada makhluk, ia yang menjadi penerang (cahaya) segala sesuatu yang ada
termasuk manusia, ia yang membawa (mempunyai) agama Allah, ia adalah al-Haqiqat
al-Muhammadiyyah (Hakikat Muhammad) yang bagaikan kilat bahkan lebih dari kilat
yang dibuktikan dengan mengalir dan berlimpah rahmat Tuhan kepada setiap orang
yang menghadap-Nya. seperti halnya para nabi dan para wali, ia yang
menjadi cahaya Tuhan yang menerangi seluruh makhluk di setiap tempat. Ya Allah
! limpahkanlah rahmat dan keselamatan-Mu kepada Nabi Muhammad yang menjadi ‘ain
al-Haqq (wujud keadilan, pemilik kebenaran)., telah tampak dari padanya seluruh
Hakikat keadilan yang seperti ‘arsy sebagi sumber seluruh ilmu, yaitu ilmu
Engkau yang terdahulu, jalan Engkau yang sempurna dan lurus. Ya Allah!
limpahkanlah rahmat dan keselamtan-Mu kepada Nabi Muhammad yang merupakan
mazhar (manifestasi) dan tajalli, ia yang menjadi gudang (tempat penyimpanan)
ilmu dan rahmat-Mu Yang Maha Besar, ia tempat datangnya kasih-Mu, ia yang
meliputi seluruh cahaya yang tersimpan. Semoga Allah memberikan rahmat
kepadanya dan kepada keluarganya, yang dengan sebab rahmat tersebut kami bisa
mengetahui haqiqat.”
Shalawat Jauharatul Kamal adalah salah satu shalawat yang
menjadi Wazhifah (tugas rutin) dalam Thariqah Tijaniyyah selain
shalawat al-Fatih yang dibaca secara berjamaah ataupun dalam keadaan sendiri.
Redaksi shalawat Jauharatul Kamal diajarkan langsung oleh Sayyidul Wujud Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Sayyidi Syaikh al-Imam
Ahmad Ibn Muhammad At-Tijany (1150-1230 H, 1737-1815 M) radhiyallahu anhu dalam
keadaan sadar/jaga (bukan mimpi). Sebagaimana dijelaskan oleh Sayyidi Syaikh
al-Imam al-Arabiy Bin as-Saih al-Umariy radhiyallahu annhu:
جَوْهَرَةُ
الْكَمَالِ مِنْ إِمْــلاَءِ ** امَـامِ اْلاِرْسَـالِ وَاْلأَنْبِيَاءِ
عَلَى حَبِيْبِهِ
الْوَلِـيِّ الْعَالِـمِ ** قُطْبِ الْوَرَى أَحْمَـدَ نَجْلِ سَالِـمِ
Artinya:”Shalawat Jauharatul Kamal berasal dari ucapan Nabi
Muhammad yang merupakan pemimpin para Rasul dan Nabi. Yang disampaikan kepada kekasihnya
seorang wali yang A’lim, manusia terkemuka yaitu Syaikh al-Imam Ahmad
al-Tijaniy merupakan keturunan syaikh Ibn Salim.”[1]
Syaikh Muhammad Fathan Ibn Abdul wahid al-Susiy al-Nazhifiy
berkata:
وَمَنْ
تَوَهَّمَ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنْقَطَـعُ جَمِيْعُ
مَدَدِهِ عَلَى أُمَّتِهِ بِمَوْتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَسَائِرِ
اْلأَمْوَاتِ ، فَقَدْ جَهِلَ رُتْبَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَسَاءَ اْلأَدَبَ مَعَهُ وَيُخْشَى عَلَيْهِ أَنْ يَمُوْتَ كَافِراً
، إِنْ لَمْ يَتُبْ مِنْ هَذَا اْلاِعْتِقَادِ .
Artinya:” Siapa saja yang meragukan Rasulullah dengan
mengatakan bahwa bantuan Rasulullah telah terputus kepada ummatnya dengan sebab
wafatnya beliau sama seperti halnya mayyit yang lain, maka sungguh ia tidak
mengenal sama sekali akan kedudukan Rasulullah dan ia telah melakukan adab yang
buruk kepada Rasulullah, dikhawatirkan ia mati dalam keadaan kafir jika ia
tidak bertaubat dari keyakinan seperti itu.”[2]
Redaksi Shalawat Jauharatul Kamal, tampaknya lebih menjelaskan
atau menafsirkan kalimat yang terdapat dalam shalawat al-Fatih yakni pada
kalimat ( اَلْفَاتِحِ لِمَا اُغْلِقَ ) Misalnya, shalawat tersebut
mengungkapkan sifat-sifat Nabi Muhammad, sebagai Hakikat rahmat dari
sifat-sifat Tuhan, yang merupakan pusat pengetahuan. Kemudian dikatakan bahwa
Nabi Muhammad, sebagai al-Haqiqat al-Muhammadiyyah yang memiliki
sifat yang dipuji, yang mengalir dan menyinari keseluruh alam. Selanjutnya
dikatakan bahwa Nabi Muhammad, sebagai wujud yang paling sempurna.
Makna al-Fatih li ma Ughliqa pada intinya adalah :
1) Nabi Muhammad adalah sebagai
pembuka belenggu ketertutupan segala yang maujud (ada) di alam.
2) Nabi muhammad sebagai pembuka
keterbelengguan al-Rahmah al-Ilahiyyah (kasih saying Tuhan) bagi para makhluk
di alam.
3) Hadirnya Nabi Muhammad menjadi
pembuka hati yang terbelenggu oleh Syirik.
Sedangkan makna al-Khatimi li ma Sabaq pada intinya
adalah :
1) Nabi Muhammad sebagai penutup
kenabian dan kerasulan.
2) Nabi Muhammad menjadi kunci
kenabian dan kerasulan.
3) tidak ada harapan kenabian dan
kerasulan lagi bagi yang lainnya.
Pemikiran-pemikiran (faham) tasawuf Syaikh Ahmad al-Tijani
terkandung dalam penafsirannya tentang makna al-Fatih Lima Ughliq dan al-Khatim
Lima Sabaq. Syaikh Ahmad al-Tijani mengatakan bahwa al-Fatih li ma
Ughliq mempunyai makna bahwa Nabi Muhammad merupakan pembuka segala
ketertutupan al-Maujud (yang ada di alam). Alam pada mulanya terkunci
(mughallaq) oleh ketertutupan batin (hujubaniyat al-Buthun). Wujud Nabi
Muhammad menjadi “sebab” atas terbukanya seluruh belenggu ketertutupan
alam dan menjadi “sebab” atas terwujudnya alam dari “tiada” menjadi “ada”.
Karena wujud Nabi Muhammad alam keluar dari “tiada” menjadi “ada”, dari
ketertutupan sifat-sifat batin menuju terbukanya eksistensi diri alam (nafs
al-Akwan) di alam nyata (lahir). Jika tanpa wujud Nabi Muhammad, Allah tidak
akan menciptakan segala sesuatu yang wujud, tidak mengeluarkan alam ini dari
“tiada” menjadi “ada”.
Imam Muhammad Ibn Said al-Bushiriy mengatakan dalam
al-Burdah:
وَكَيْفَ
تَدْعُوْ إِلَى الدُّنْيَا ضَرُوْرَةُ مَنْ ** لَوْلاَهُ لَمْ تَخْرُجِ الدُّنْيَا
مِنَ الْعَـدَمِ
Artinya:” Bagaimana mungkin kesusahan beliau dapat menyeru
kepada dunia, padahal kalau bukan karena beliau dunia ini tidak tercipta.”
Ungkapan sifat-sifat Nabi Muhammad di atas, menunjukan bahwa Syaikh
Ahmad al-Tijaniy merumuskan maqam Nabi Muhammad sebagaimana telah
dikemukakan para sufi terdahulu, terutama dalam mensifati pemahaman mereka
terhadap haqiqat (Hakikat) Nabi Muhammad, tidak dapat dibantah bahwa
ia sependapat, bahkan ia menjelaskan konsep dasar tersebut.
Hal ini, menunjukan bahwa dari aspek pemikiran, Syaikh Ahmad
al-Tijaniy menganut tasawuf falsafi sedangkan konsep-konsep dasar tasawufnya: Nur
Muhammad, Ruh Muhammad, al-Haqiqat al-Muhammadiyyah. Dengan demikian, bahwa
corak (paham) tasawuf yang digunakan oleh Syaikh Ahmad al-Tijaniy adalah corak
(paham) tasawuf yang dikembangkan oleh Imam ‘Abdul Karim al-Jiliy dengan konsep
dasar al-Insan al-Kamil, yang berasal dari Imam Ibn Arabiy dengan
konsep Haqiqat al-Muhammadiyah. Terlepas apakah Syekh Ahmad al-Tijani
terpengaruh oleh pemikiran filosofis Abd. Karim al-Jili yang berasal dari
Ibn. ‘Arabi atau tidak, corak pemikiran tasawuf demikian dikembangkan oleh dua
sufi tersebut. Pemikiran Syaikh Ahmad al-Tijaniy “mengawinkan”, menyatukan
kembali dua corak {faham} tasawuf yakni tasawuf amali dan tasawuf falsafi
yang telah “bercerai” sejak abad ketiga Hijriyah sehingga masing-masing
mempunyai metodologi tersendiri.
Inilah yang dimaksud bahwa Thariqat Tijani merupakan thariqat yang
terakhir dan seluruh thariqat akan masuk kedalam lingkup ajarannya,
dalam arti seluruh amalan sufi {wali} dan seluruh corak pemikiran para sufi
terakomodir dalan ajaran thariqat yang dikembangkannya, hal ini bisa dimengerti
karena cahaya maqam wali khatm merupakan sumber seluruh
cahaya kewalian. Sebagai perbandingan seluruh syari’at para nabi terakomodir
kedalam syari’at Nabi Muhammad, karena syari’at para nabi bersumber dari cahaya Khatm
an-Nabiyyin (penutup para nabi).[6]
Keutamaan Shalawat Jauharatul Kamal
Diantara keutamaan membaca shalawat Jauharatul Kamal yang
disebutkan langsung oleh Rasulullah kepada Imam Ahmad Ibn Muhammad al-Tijaniy
sebagai berikut :
أَنَّ الْمَرَّةَ الْوَاحِدَةَ تَعْدِلُ تَسْبِيْحَ الْعَالَمِ
ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Artinya:” Membaca shalawat Jauharatul Kamal sekali, pahalanya
menyamai tiga kali lipat tasbihnya alam.”
أَنَّ مَنْ قَرَأَهَا سَبْعَ مَرَّاتٍ فَأَكْثَرَ يَحْضُرَهُ رُوْحُ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْخُلَفَاءِ اْلأَرْبَعَةِ مَا
دَامَ يَذْكُرُهَا
Artinya:” Siapa yang membacanya 7 kali atau lebih, maka akan
didatangi Ruh Nabi Muhammad dan 4 khulafaur Rasyidin selama ia dalam keadaan
membaca shalawat itu.”
أَنَّ مَنْ لاَزَمَهَا أَزْيَدَ مِنْ سَبْعِ مَرَّاتٍ يُحِبُّهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَحَبَّةً خَاصَّةً وَلاَ يَمُوْتُ حَتَّى
يَكُوْنَ مِنَ اْلأَوْلِيَاءِ
Artinya:” Siapa saja yang melazimi membacanya lebih dari 7
kali, maka ia akan sangat dicintai oleh Rasulullah sebenar-benar cinta khusus
dan ia tidak akan meninggal dunia sehingga menjadi salah satu dari para kekasih
Allah.”[3]
Adapun keutamaan shalawat Jauharatul Kamal yang disebutkan oleh
Imam Ahmad Ibn Muhammad al-Tijaniy adalah:
مَنْ دَاوَمَ عَلَيْهَا سَبْعًا عِنْدَ النَّوْمِ عَلَى طَهَارَةٍ
كَامِلَةٍ وَفِرَاشٍ طَاهِرٍ يَرَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya:” Siapa saja yang konsisten membacanya 7 kali
menjelang tidurnya dalam keadaan bersuci yang sempurna dan di tempat tidur yang
suci (tidak ada najis), maka ia akan melihat Nabi Muhammad.”[4]
قَالَ
الشَّيْخُ أَحْمَدُ التِّجَانِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَعْطَانِي رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةً تُسَمَّى بِجَوْهَرَةِ الْكَمَالِ مَنْ
ذَكَرَهَا اثْنَتَيْ عَشْرَةَ مَرَّةً وَقَالَ : هَذِهِ هَدِيَّةٌ مِنِّي اِلَيْكَ
يَا رَسُوْلَ اللهِ , فَكَأَنَّمَا زَارَهُ فِي رَوْضَتِهِ الشَّرِيْفَةِ,
وَكَأَنَّمَا زَارَ أَوْلِيَاءَ اللهِ تَعَالَى وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ أَوَّلِ الْوُجُوْدِ
اِلَى وَقْتِهِ وَفِي رِوَايَةٍ اِلَى اْلأَبَـدِ
Artinya:” Syaikh Ahmad al-Tijaniy berkata: Rasulullah
memberikan kepadaku redaksi shalawat yang dinamai Jauharatul kamal, siapa saja
yang telah membacanya sebanyak 12 kali dan berkata: Shalawat ini aku hadiahkan
kepada engkau Ya rasulullah. Maka seakan-akan ia menziarahi Rasulullah di
Raudhahnya yang mulia dan seolah-olah ia telah menziarahi para wali Allah
besera menziarahi orang-orang shalih dari sejak zaman Nabi Adam sampai waktu ia
membacanya bahkan riwayat lain menyebutkan sampai dunia musnah.”
Syaikh Muhammad Fathan Ibn Abdul wahid al-Susiy al-Nazhifiy
mengumpulkan keutamaan shalawat Jauharatul kamal dalam Nazham al-Durratul
Kharidah:
بِسَابِعَةٍ
مِنْهَا حُضُوْرُ نَبِيِّنَا ** مَعَ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَقُدْوَتِي
Dengan membaca 7 kali Jauharatul kamal, akan hadir Nabi Muhammad
beserta para Khulafaur Rasyidin dan Syekh Ahmad al-Tijaniy.
وَلَوْ
دُمْتَ ذِكْرَهَا دُهُوْرًا طَوِيْلَةً ** لَمَا فَارَقُوْكَ بِالذَّوَاتِ
الْكَرِيْمَةِ
Seandainya engkau konsisten membacanya sampai masa yang lama, maka
mereka semua tidak akan meninggalkan engkau dengan zat mereka yang mulia.
وَتَغْيِيْرُ
جِلْسَةٍ بِهَا لِلتَّأَدُّبِ ** جَرَى عَمَلٌ بِهِ لَدَا جُلِّ اِخْوَتِي
Mengubah posisi duduk kepada duduk yang lebih bagus lantaran
menjalankan adab (atas kehadiran Nabi beserta para khalifah dan syaikh Ahmad
al-Tijaniy). Adab seperti itu menjadi kebiasaan di sisi pembesar saudaraku
(pengikut Tijaniyyah).
وَمَنْ
دَامَ عِنْدَ النَّوْمِ سَبْعًا يَرَى النَّبِيّ ** بِشَرْطِ الْوُضُوْءِ
مَعْ طَهَارَةِ بُقْعَةِ
Siapa saja yang selalu membacanya ketika hendak tidur sebanyak 7
kali, maka ia akan melihat Nabi Muhammad, dengan syarat ia memiliki wudhu dan
tempat tidurnya suci (tidak ada najis).
وَتَالٍ
لَهَا اثْنَتَيْنِ مَعْ عَشْرَةٍ كَأَنَّ ** مَا زَارَ أَحْمَدَ النَّبِيَّ
بِرَوْضَةِ
Yang membacanya sebanyak 12 kali seakan-akan ia telah menziarahi
Nabi Muhammad di Raudhah.
وَكُلِّ
نَبِيٍّ مَعْ وَلِيٍّ مِنْ أَدَمَا ** اِلَى وَقْتِ ذِكْرِهَا بِإِذْنِ
الْوَسِيْلَةِ
Seolah-olah ia juga telah menziarahi seluruh Nabi dan para wali
dari sejak zaman Nabi Adam sampai ketika ia membaca shalawat tersebut
dengan catatan bahwa ia telah mendapat izin dari Syaikh Ahmad al-Tijaniy dan
pengikutnya.
وَبَعْدَ
الْفَرَاغِ قُلْ بِقَلْبِ مَذَلَّةٍ ** اِلَيْكَ رَسُوْلَ اللهِ هَذِى هَدِيَّتِي
Setelah selesai membaca jauharatul kamal maka katakanlah olehmu
dengan hati yang penuh ketundukan dan khusyu’: “Aku hadiahkan shalawat ini
kepada engkau Ya Rasulullah.
وَخَمْسًا
وَسِتِّيْنَ اتْلُهَا عِنْدَ شِدَّةِ ** وَلِلْخَيْرِ مَرَّةً بُعَيْدَ
الْفَرِيْضَةِ
Bacalah jauharatul kamal sebanyak 65 kali ketika terjadi kesulitan
dan kepelikan dan bacalah satu kali setiap selesai mengerjakan shalat fardhu
untuk mendapatkan segala kebaikan.[5]
Keutamaan-keutamaan Shalawat Jauharatul Kamal yang disebutkan di
atas hanya akan diperoleh bagi orang yang telah melakukan baiat Thariqah
Tijaniyah dan istiqamah mengamalkannya.
Persyaratan membaca shalawat Jauharatul Kamal:
1. wajib bersuci atau berwudhu dengan
sempurna. Jika bertayammum tidak mencukupi syarat dan tidak diperkenankan
membaca shalawat ini
2. wajib suci tempat, pakean, badan dari najis
dan hadas
3. wajib dibaca pada tempat yg agak luas
sekira muat 6 orang
4. jangan dibaca saat di kendaraan baik darat,
laut maupun udara.
5. orang yg beristinja (cebok) pake tisu atau
sejenisnya yang bukan menggunakan air maka ia tidak diperbolehkan membaca
shalawat ini walaupun ia ketika berwudhu pakai air. lantaran bersuci yang ia
lakukan tidak tahaqquq (sempurna) kata orang betawi kaga danta.
6. Khusush buat pengamal Thariqah Tijaniyah
saja.
Adapun sanad Muttashil kepada Sayidi Syekh Ahmad Tijani
Radhiyallahu anhu sebagai berikut:
الحاج
رزقي ذو القرنين البتاوي عن العلامة الفقيه سيدي محمد العربي بن المهدي إكيدر
الحاحي المغربي عن القطب مولانا الحاج الأحسن بن محمد البعقيلي السوسي البيضاوي عن
القطب مولانا الحسين الإفراني التزنيتي عن أبي المواهب والمرابح القطب مولانا
العربي بن السائح العمري عن الخليفة القطب مولانا علي التماسيني عن مولانا الشيخ
أحمد بن محمد التجاني الحسني رضي الله عنه عن قطب دائرة الوسائل سيد الوجود ومنبع الكرم
والجود سيدنا رسول الله محمد صلى الله عليه وأله وسلم .
Shalawat Jauharatul Kamal, saya tidak ijazahkan secara umum,
lantaran shalawat ini bagian Asrar dari Thariqah Tijaniyah dan hanya Khusush
buat pengamal Thariqah Tijaniyah saja.
Dikutip dari risalah:
مَوْهَبَةُ ذِيْ الْجَــلاَل
لِمَنْ قَرَأَ جَوْهَـرَةَ الْكَمَال
جمع وترتيب
الحاج رزقي ذوالقرنين أصمت البتاوي
الراجي الى رحمة ربه العزيز القوي
غفر الله له ولوالديه عن المساوي
آمين
Khadimul Majlis al-Mu'afah
H. Rizqi Dzulqornain
al-Batawiy M.A
Ikuti Kajian Islam:
instagram.com/rizkialbatawi
@rizkialbatawi
العلامة الفقيه سيدي محمد العربي بن المهدي إكيدر الحاحي المغربي
[1] Syaikh Ali Harazim al-Maghribiy, Jawahir al-Ma`ani
Wa Bulugh al-Amaniy Fi Faidh Sayyidi Abi al_Abbas al-Tijaniy vol. 2
h. 260.
[2] Syaikh Ali Harazim al-Maghribiy, Jawahir al-Ma`ani
Wa Bulugh al-Amaniy Fi Faidh Sayyidi Abi al_Abbas al-Tijaniy vol. 2
h. 260.
[3] Syaikh Muhammad Fathan Ibn Abdul wahid al-Susiy
al-Nazhifiy, al-Durrah al-Kharidah Syarh al-Yaqutah al-Faridah vol. 4
h. 66-67.
[4] Syaikh Muhammad al-Arabiy Ibn al-Saih al-Tijaniy, Bughyah
al-Mustafid Syarh Munyah al-Murid h. 377.
[5] Syaikh Muhammad Fathan Ibn Abdul wahid al-Susiy
al-Nazhifiy, al-Durrah al-Kharidah Syarh al-Yaqutah al-Faridah vol. 4
h. 203.
[6] KH. Ikyan Badruz Zaman