Rabu, 26 Maret 2014

Doa Bercocok Tanam Riset Imam al-Qurthubiy (kajian Surat al-Waqiah ayat: 63-64)



Doa Bercocok Tanam Riset Imam al-Qurthubiy

Imam Muhammad Bin Ahmad Bin Abi Bakr al-Anshariy al-Khajrajiy yang nyohor dengan sebutan Imam al-Qurthubiy (wafat 671 Hijriyah) ulama besar dari mazhab Imam Malik, pakar tafsir kondang beliau menyebutkan dalam kitab tafsirnya al-Jami' Li Ahkam al-Qur'an doa yang dibaca untuk menanam tumbuhan (pohon) agar terhindar dari berbagai macam hama, wereng dan jauh dari thaun (wabah) serta syarrul Ain (kejahatan mata panas tukang sihir). Bagi para petani atau siapa saja yang ingin menanam pohon, sangat bangus jika ia mengamalkan doa ini. Barokah ayat al-Qur'an tentunya sudah tidak diragukan lagi oleh orang beriman, karenanya doa ini banyak diamalkan dan telah teruji coba oleh para ulama. Tata cara membaca Doanya sebagai berikut:


Pertama baca Isti'adzah (perlindungan) kepada Allah:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم . بسم الله الرحمن الرحيم


Kemudian membaca ayat: 63-64 surat al-Waqi'ah:


(أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ . أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ)

Artinya: Maka perhatikanlah tentang sesuatu yang kalian tanam? Kaliankah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?


Kemudian membaca:


بَلِ اللهُ الزَّارِعُ، وَالْمُنْبِتُ وَالْمُبَلِّغُ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَارْزُقْنَا ثَمَرَهُ، وَجَنِّبْنَا ضَرَرَهُ، وَاجْعَلْنَا ِلأَنْعُمِكَ مِنَ الشَّاكِرِيْنَ، وَلِآلاَئِكَ مِنَ الذَّاكِرِيْنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْهِ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.


Artinya: Allah yang menghidupkan, menumbuhkan dan menyampaikan. Ya Allah berikanlah rahmat yang disertai pengagungan kepada pemimpin kami Nabi Muhammad, berikan kami hasil dari tanaman ini, hindarkan kami dari segala madharrat (bahaya), jadikan kami orang yang bersyukur atas ni'mat-Mu, orang yang selalu mengingat anugrah-Mu, berikan kami keberkahan pada tanaman ini Wahai Pemilik dan pengatur alam semesta."




Keutamaannya:

Imam Qurthubiy menyatakan:

إن هذا القول أمان لذلك الزرع من جميع الآفات : الدود والجراد وغير ذلك ، سمعناه من ثقة وجرب فوجد كذلك .


Artinya: Dengan izin Allah doa tersebut akan mendatangkan perlindungan bagi tanaman dari berbagai mushibah seperti ulat, belalang dan hama ganas lainnya. Kami mendengar dari orang-orang terpercaya dan telah teruji coba hasilnya memuaskan."



Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Waaqi'ah 63 – 64

 
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ (63) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64)
Dalam ayat ini, dengan cara mengemukakan pertanyaan, Allah SWT mengungkapkan kepada manusia, yang sebagian besar dari mereka lupa akan keagungan nikmat yang diungkapkan tersebut, walaupun mereka merasakan kelezatan nikmat-nikmat tersebut sepanjang masa.
Allah SWT menyampaikan pertanyaan kepada manusia, untuk dipikirkan dan direnungkan mengenai berbagai tanaman yang ditanam oleh manusia, baik tanaman yang di sawah, di ladang, maupun bibit pohon-pohonan yang ditanam di perkebunan. Diungkapkan bahwa bagi semua tanaman tersebut di atas, kedudukan manusia hanya sekadar sebagai penanamnya, pemupuk dan memeliharanya dari berbagai gangguan yang membawa kerugian.
Tetapi, kebanyakan manusia lupa terhadap siapakah yang menumbuhkan tanaman tersebut. Siapakah yang menambah panjang akarnya menembus ke dalam tanah. sehingga pohon tersebut dapat berdiri tegak? Siapakah yang menumbuhkan daun dan dahannya? Siapa pulakah yang menumbuhkan bunga dan buahnya?
Pertanyaan-pertanyaan yang dikumpulkan dalam ayat ini adalah soal-soal yang penting yang sering diabaikan oleh manusia.
Bukankah manusia sekadar mencangkul dan menggemburkan tanahnya? Bukankah manusia sekadar menanamkan bibit yang telah dipilihnya sebagai bibit yang terbaik? Dan bukankah manusia sekadar menyiram, mengairinya, dan membersihkannya dari berbagai rumput dan hama yang mengganggu pertumbuhannya dan bukankah manusia sekadar memupuknya?
Tetapi yang terang dan jelas serta tidak ragu-ragu lagi adalah:
1. Allahlah yang menumbuhkan tanaman tersebut.
2. Allahlah yang menumbuhkan tunas, membesarkan pohon-pohonnya, dan menambah dahan serta rantingnya.
3. Allahlah yang memekarkan bunga dan membesarkan buahnya, sejak buah itu muda dan tidak enak rasanya sampai menjadi buah yang besar dan dinikmati manusia.












Khadim Ma'had al-Muafah
H. Rizqi Zulqornain MA




Kitab Thal'ah al-Anwar Di Mata Para Pemerhati Hadis ( طلعة الأنوار في علم أثار النبي المختار )

طلعة الأنوار في علم أثار النبي المختار

Ulumul Hadis memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui otentisitas dan orisinalitas hadis Nabi. Sebelum seseorang mempelajari atau mengadakan penelitian hadis, maka terlebih dahulu harus mengerti istilah-istilah yang dipakai para ulama dalam mempelajari hadis.

Banyaknya kitab-kitab para ulama dalam ulumul hadis menjadi tanda bahwa mereka memiliki perhatian khusus dalam ilmu ini. Di antara para ulama yang memberikan sumbangan intelektualnya dalam ulumul hadis adalah Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy (Wafat 1233 H) seorang ulama kharismatik dari kota Syinqith, Mauritania, Afrika Utara melalui karya beliau "Thal'ah al-Anwar Fi Ilm Atsar an-Nabiy al-Mukhtar". Kitab ini berbentuk nazham dan terdiri kurang lebih dari 300 bait.


Biografi Pengarang
Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy Rahimahullah dilahirkan pada pertengahan abad kedua belas Hijriyah tepatnya tahun 1152 Hijriyah pada propinsi Tajakjah Mauritania, Afrika Utara. Beliau hidup dalam suasana keluarga pecinta ilmu dan ulama. Nasab ayah beliau sampai kepada Sayyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib. Adapun nasab dari ibu beliau bersambung kepada Sayyidina Abu Bakr as-Shiddiq.

Al-Allamah merupakan sanjungan banyak orang yang diberikan kepada beliau dikarenakan kecerdasan dan kedalaman ilmu yang beliau terima dari para guru yang merupakan lautan ilmu di zamannya. Kecendrungan Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy mendalami berbagai cabang ilmu pengetahuan tampaknya muncul karena kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam jiwa semejak kecil, baik karena pengaruh didikkan keluarga dan ulama yang mengajarkan beliau.

Ayah beliau wafat ketika perjalanan pulang kembali ke kampung halaman setelah melaksanakan ibadah haji, saat itu beliau masih dalam keadaan menyusu dengan ibunya. Kondisi yatim tidak menghalangi semangat beliau untuk menuntut ilmu. Melalui didikan sang ibu, keluarga dan para ulama kota Syinqith di kemudian hari beliau menjadi ulama besar yang disegani. Beliau belajar dan berhasil menghafal al-Qur'an sebelum usia baligh kepada paman beliau. Banyak para guru kota Syinqith yang menjadi maha guru beliau dari berbagai disiplin ilmu yang beliau pelajari dari mereka. Untuk ilmu gramatika bahasa Arab beliau belajar kepada ulama besar kota Syinqith yang bernama Syekh Mukhtar Bin Buna yang kesohor mendapat julukan Imam Syibawaihnya kota Syinqith. Tidak cukup kepada ulama lokal, ketika sampai usia 40 tahun, beliau melakukan perlawatan ilmiah ke berbagai negri di antaranya: Makkah, Fez Maroko, Mesir, Sudan dan negri lainnya. Rupanya semangat beliau menuntut ilmu dipacu oleh hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang mengatakan: "Ada dua orang yang tidak akan pernah merasakan puas: Penuntut ilmu dan pencari harta."

Kemasyhuran ilmu Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy tidak bisa terlepaskan dari peran guru-guru beliau yang merupakan raksasa ilmu di zamannya. Tak dapat disangkal, bahwa para guru memainkan peranan yang sangat penting dalam menghantarkan murid-muridnya meraih cita-cita yang dikehendaki. Memang, guru bukanlah satu-satunya factor penentu. Semakin berkualitas seorang guru  yang dimiliki seseorang, maka semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang bermutu.

Di antara para guru beliau adalah: Syekh Muhammad Bin Hasan Bin Mas'ud al-Bannaniy al-Malikiy, Syekh Abdullah al-Fadhil al-Ya'qubiy, Syekh Ahmad Khalifah al-Alawiy, Syekh Tawudi Bin Sudah, Syekh Muhammad Abdul Karim as-Samman, Syekh Umar al-Fasiy dan lain-lain.

Dengan segala kelebihan yang dimiliki Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy dan pengakuan orang-orang besar tentang keistimewaan beliau, meniscayakan Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy mempunyai jati diri tersendiri di zamannya, serta menjadi rujukan utama para muridnya.

Adapun murid-murid beliau sangat banyak dari berbagai negri bukan hanya di kota Syinqith tetapi juga dari Sinegal, Sudan dan lain-lain di antaranya: putra beliau Syekh Muhammad Mahmud, Syekh Abdullah Bin Mahmud al-Hajiy, Syekh Abdul Malik Bin Umar al-Alawiy, Syekh Umar al-Jakkaniy, Syekh Muhammad al-Amin Bin Ahmad Zaidan, Sayyid Bin Ahmad al-Kahil dan lain-lain.

Setelah melanglang buana menuntut ilmu ke berbagai negri, beliau kembali ke kampung halaman Tajakjah. Di kampung tersebut beliau membangun sebuah sekolah yang menjadi pusat kajian ilmu. Kajian ilmu Balaghah, Ushul fiqh dan ilmu Hadist menjadi kajian primer di sekolah itu. Boleh jadi, sekolah beliau banyak didatangi oleh orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan dan telah berhasil menelurkan para ulama besar di masa depan. 

            Dalam kehidupan sehari-hari beliau dikenal masyarakat sebagai ulama kharismatik yang memiliki sifat mulia beliau sangat zuhud (tidak berat hati kepada dunia), banyak beribadah, Selalu menjaga shalat berjamaah di masjid, membaca al-Qur'an, memperbanyak ibadah shalat sunnah baik siang dan malam hari, tegas dalam menyampaikan amar ma'ruf dan nahi mungkar dan sangat zhahir dalam mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah. Beliau banyak senyum, jarang sekali tertawa lantaran menurut beliau: "Tertawa terbahak-bahak itu haram menurut ahli tasawuf dan makruk menurut ahli fiqh."

Beliau menghabiskan hari-harinya dengan berbagai kegiatan: mengajar, melakukan ibadah, mengurus rumah, mendidik anak, mengayomi kaum muslimin, membuat karya tulis, memberi fatwa dan lain sebagainya
.
Sumbangsih yang diberikan oleh Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Syinqithiy kepada umat Islam tidak hanya sebatas mengajar dan memberikan fatwa, akan tetapi didukung dengan karya-karya beliau yang sangat berharga sehingga dapat dijadikan khazanah keilmuan umat Islam untuk generasi sesudahnya.

Di antara karya-karya Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Syinqithiy adalah:
 - طلعة الأنوار في مصطلح الحديث
- غرة الصباح في اصطلاح البخاري
 -
فيض الفتاح على نور الإقاح في علوم البلاغة
 - 
مراقي السعود
- نشر البنود في أصول الفقه
 - 
مطالع التنوير في آفاق التطهير
 -
النوازل في الفقه
 - 
مسوغات الفطر للصائم
 -
روضة النسرين في الصلاة على سيد الكونين
 
Komentar para ulama:
-          Syekh Ahmad al-Amin as-Syinqithiy (Wafat 1915 M) berkata: "Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Syinqithiy adalah seorang multi disipliner ulama besar yang sangat langka."
-          Syekh Muhammad al-Hafizh al-Alawiy berkata: "Aku belum pernah melihat seorang ulama seperti Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Syinqithiy yang bukan hanya berilmu dan berakhlaq bagus, tetapi juga memiliki pengayoman kepada kaum muslimin. Beliau seorang Mujaddid ilmu dari kota Syinqith."
-          Syekh Baddiy berkata: " Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Syinqithiy seorang penutup para ahli ijtihad yang mengamalkan ilmunya."
-          Syekh Bab Bin Ahmad Bib berkata dalam syairnya:
قد كاد أن يوصف بالترجيح * لفهمه ونقله الصحيح
وكان في الحديث لا يبارى* كأنما نشأ في بخارى
Artinya: " Hampir saja lantaran keunggulan faham yang beliau miliki dan selalu menyebutkan kutipan yang shahih. Kedudukan beliau dalam bidang hadis tak tertandingi seakan-akan beliau hidup sezaman dengan Imam al-Bukhariy." 

            Setelah menjalani dinamika kehidupan yang panjang, penuh dedikasi pada Tuhannya, agama dan dunia keilmuan, Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy wafat pada hari Jum'at tanggal 28 Rabi' as-Stani tahun 1233 Hijriyah dalam usia kurang lebih 80 tahun. 


Kitab Thal'ah al-Anwar
Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy Rahimahullah pada muqaddimah kitabnya menyebutkan beberapa faktor pentingnya mempelajari ilmu hadis:
لا سيما ان كان علم الأثر * اذ دونه يقصر في الفقه نظر
وأهله فيه لهم يرى اصطلاح * مشترط مرتبط به النجاح
Artinya; " Di antara ilmu yang harus dipelajari terutama adalah ilmu astar (hadis), karena tanpa mengetahui ilmu hadis pemahaman seseorang tentang hadis menjadi terbatas. Para ulama hadis memiliki banyak istilah (terminologi) yang dijadikan persyaratan yang tidak boleh diabaikan untuk mendapatkan kesuksessan memahami hadis."  

Penulis kitab juga menjelaskan bahwa karya beliau merupakan perasan bagian terpenting dari kitab "Alfiyah al-Atsar" (kitab mushthalah al-Hadis yang terdiri dari 1000 bait) karya Imam al-Hafizh Zainnuddin Abdurrahim Bin al-Husen al-Iraqiy (Wafat 806 H).Beliau menjelaskan muatan kitab dan latar belakang penulisan nazham, dalam bait:
نُظِمَ فِيْهِ رَجَزُ الْعِرَاقِي * مُشَيِّد الْبِنَاءِ وَالْمَرَاقِي
لَكِنَّهُ تَقَاصَرَتْ عَنْهُ الْهِمَمْ * وَالْعَجْزُ غَيْرُ حَاشِمٍ بِهِ أَلَمْ
فَأَسْأَلُ الإِلهَ نَظْمَ مُخْتَصَرْ * يُنَاسِبُ الْمَقَامَ خَالٍ مِنْ كَدَرْ
Artinya: "Disusun dalam kitab ini karya Imam al-Iraqiy yang berbentuk nazham berbahar Rajaz. Dengan maksud mengokohkan bangunan dan anak tangga. Akan tetapi, Himmah (semangat) orang zaman sekarang makin lemah untuk mempelajari seluruh al-Fiyah al-Iraqiy. Dan kelemahan tersebut bukan menjadi satu kehinaan adanya. Maka aku memohon kepada Tuhan membuat nazham singkat yang kedudukannya sesuai dihajati oleh orang zaman sekarang, sunyi dari hal yang keruh."

Sudah menjadi rahasia umum di mana mayoritas para ulama Syanaqithah (dari Kota Syinqith) mereka membuat karya lebih banyak dalam bentuk nazham atau syair. Hal demikian memiliki maksud dan tujuan agar mudah dihafalkan bagi siapa saja yang mempelajari karya-karya dalam bentuk Nazham. Sebaimana hal tersebut disinyalir oleh Imam Ibn Mu'thiy dalam Kitab al-Fiyahnya:
لعلمهم بأن حفظ النظم * وفق الذكي والبعيد الفهم
لا سيما مشطور بحر الرّجز * إذا بُني على ازدواج موجز
Artinya: " Sudah banyak diketahui orang bahwa menghafal dalam bentuk Nazham sangat sesuai bagi orang cerdas dan para pemula untuk cepat mendapatkan faham. Terutama menghafal baris rangkain kata dalam bentuk Bahr Rajaz lantaran hal tersebut disusun dengan kata-kata yang singkat."
Dalam penulisan nazahm, Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami sehingga tidak sulit dihapalkan. Boleh jadi, kitab "Thal'ah al-Anwar" sangat digemari oleh para penuntut ilmu khususnya oleh para pemerhati hadis.

Hal ini dapat kita lihat ketika Syekh Abdullah Bin Ibrahim al-Alawiy as-Syinqithiy membicarakan klasifikasi Hadis:
والأكثرون قسموا كل السنن * إلى صحيح وضعيف وحسن
Artinya: "Mayoritas ulama memberikan klasifikasi hadis kepada 3 bagian: Hadis shahih, Dhaif dan Hasan."

            Selanjutnya ketika beliau memberikan definisi Hadis Shahih, Hasan Dan Dhaif:
منه صحيح وهو ما يتصل * سنده دون شذوذ يحصل
وليس فيه علة تعطل * وكل راو ضابط معدل
Artinya: "Diantaranya Hadis Shahih adalah hadis Yang memiliki sanad bersambung tanpa ada Syadz (kejanggalan). Tidak terdapat illat (cacat) yang dapat mencedrai kekuatannya. Diriwayatkan oleh para periwayat yang dhabith dan adil."

وهو في الحجة كالصحيح  * ودونه إن صِيرَ للتَّرْجيحِ
Artinya: "Hadis Hasan adalah hadis yang memiliki kedudukan sama dengan hadis shahih untuk dijadikan argumentasi. Akan tetapi persyaratannya di bawah ketentuan hadis shahih apabila ditarjih."

فاقد شرط للقبول نجتني  * شرطا من التي مضت للحسن
Artinya: "Hadis Dhaif adalah hadis yang tidak memenuhi kualifikasi hadis yang kita maksudkan. Dan juga tidak memenuhi persyaratan ketentuan hadis hasan."  

Keunggulan kitab "Thal'ah al-Anwar" terbukti dengan banyaknya kajian di universitas maupun pondok pesantren dan tidak sedikit para ulama yang tertarik memberikan komentar atau membuat catatan terhadap kitab "Thal'ah al-Anwar". Sebut saja nama al-Muhaddist al-Musnid Syekh Hasan Muhammad al-Massyath (Wafat 1399 H) seorang guru besar di Masjid al-Haram, Makkah, menulis kitab "Raf' al-Astar An Muhayya Mukhaddirat Thal'ah al-Anwar". Ulama besar kota Syinqith Syekh Ahmad Mahmud Bin Yadad al-Hasaniy (wafat 1383 Hijriyah) ikut memberikan komentarnya dalam kitab "Tuhfah as-Shighar Fi Taqrib Ma'ani Thal'ah al-Anwar." Juga tidak ketinggalan ulama dari tanah Betawi Syekh Muhammad Muhajirin Bin Amsar ad-Dariy ikut ambil bagian dalam menjelaskannya pada kitab "al-Istidzkar Fi Taqyid Ma La Budda Min Thal'ah al-Anwar". Bahkan Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Sinqithiy sebagai pengarang nazham "Thal'ah al-Anwar" telah lebih dahulu memberikan komentar nazham yang beliau karang, dengan nama kitab "Hady al-Abrar Ala Thal'ah al-Anwar."

Kitab nazham "Thal'ah al-Anwar" merupakan kerajinan ilmiyah yang sangat luar biasa. Kurang lebih dalam 300 bait pengarang telah membuat gubahan Nazham sebagai perasan dari kitab al-Fiyah Imam Zainuddin Abdurrahim al-Iraqiy, yang menurut keterangan Syekh Mahmud Rabi' seorang ulama yang berperan sebagai editor kitab al-Fiyah al-Iraqiy bahwa kitab al-Fiyah al-Iraqiy terdiri dari 1002 bait Nazham. Alfiyah Iraqiy merupakan kitab yang sangat bermutu tinggi dalam ilmu Mushthalah al-Hadis. Nasab kitab alFiyah al-Iraqiy merupakan ringkasan dan penjelasan tambahan dari kitab Muqaddimah Ulum al-Hadis karya Imam Taqyuddin Abu Amr Usman Bin Abdurrahman Bin Musa an-Nashriy as-Syuhrazauriy yang terkenal dengan sebutan Imam Ibn Shalah (577 H-643 H).

Adapun tema kajian dalam kitab "Thal'ah al-Anwar sebagai berikut:
-          Muqaddimah (Pendahuluan)
-          Perbedaan al-Qur'an dan al-Hadis
-          Klasifikasi Hadis
-          Definisi Hadis Shahih
-          Tingkatan Hadis Shahih
-          Definisi Hadis Hasan Dan Macam-Macamnya
-          Hadis Gharib
-          Hadis Aziz
-          Hadis Masyhur
-          Hadis Musalsal
-          Hadis Mudabbaj
-          Hadis Dhaif Dan Seluk Beluknya
-          Hadis Marfu'
-          Klasifikasi Hadis Dari Tinjauan Sanad
-          Hadis Musnad
-          Hadis Muttashil Dan Maushul
-          Hadis Mauquf
-          Hadis Maqthu'
-          Hadis Mursal
-          Hadis Munqathi' Dan Mu'dhal
-          Sanad Mu'an'an
-          Perbedaan Periwayatan Di antara Para Rawi Tsiqat
-          Tadlis
-          Hadis Syadz Dan Munkar
-          Mengenal I'tibar, Mutabi'at, Syawahid Dan Afrad
-          Hadis Mu'allal
-          Hadis Mutharrib
-          Hadis Mudraj
-          Mengenal Sanad Ali (Tinggi) Dan Sanad Nazil (Rendah)
-          Hadis Maudhu (Palsu)
-          Hadis Maqlub
-          Kriteria Periwayat Hadis Yang Diterima Periwayatannya
-          Tingkatan Ta'dil
-          Tingkatan Tajrih
-          Ketentuan Umur Orang Yang Menerima Hadis
-          Macam-macam Metode Penerimaan Hadis
-          Ketentuan Sama' (Mendengar) Hadis Dari Seorang Guru
-          Ketentuan Qiraah (Membaca) Hadis
-          Ketentuan Ijazah (Lisensi Periwayatan)
-          Ketentuan Munawalah (Penyerahan)
-          Ketentuan Kitabah (Menuliskan) Hadis
-          Ketentuan I'lam (Pemberitahuan)
-          Ketentuan Washiyah (Pesan)
-          Ketentuan Wijadah (Penemuan)
-          Penulisan Hadis Dan Pemberian Syakal
-          Mengeluarkan Kalimat Yang Gugur
-          Kegiatan Ahli Hadis Yang Memiliki Kapasitas Intelektual Yang Memadai
-          Penghapusan Kesalahan
-          Penulisan Singkatan Rumus Istilah Hadis
-          Periwayatan Hadis Bil Ma'na (Tidak Utuh)
-          Kesalahan Penulisan Hadis
-          Perbaikan Kesalahan Penulisan Hadis
-          Perbedaan Redaksi Dalam Hadis Yang Diriwayatkan
-          Penyebutan Nasab Dan Deskripsi Nama Para Periwayat Hadis
-          Merubah Penyebutan Nabi Menjadi Rasulullah Atau Sebaliknya
-          Mengenal Etika Seorang Ahli Hadis
-          Mengenal Etika Pelajar Hadis
-          Mengenal Periwayat Hadis Tsiqat
-          Para Sahabat Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadis

Bukan semata-mata meringkas kitab "al-Fiyah al-Iraqiy", tetapi Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Syinqithiy juga menambahkan pembahasan atau memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak disentuh oleh Imam Zainuddin al-Iraqiy dalam kitabnya.

Ketika menjelaskan hadis dhaif, Imam Zainuddin al-Iraqiy berkata:
أمَّا الضَّعِيْفُ فَهْوَ مَا لَمْ يَبْلُغِ *** مَرْتَبَةَ الحُسْنِ، وإنْ بَسْطٌ بُغِي
فَفَاقِدٌ شَرْطَ قَبُوْلٍ قِسْمُ *** وَاثْنَيْنِ قِسْمٌ غَيْرُهُ، وَضَمُّوْا
سِوَاهُما فَثَالِثٌ، وَهَكَذَا *** وَعُدْ لِشَرْطٍ غَيْرَ مَبْدُوٍّ فَذَا
قِسْمٌ سِوَاهَا ثُمَّ زِدْ غَيْرَ الَّذِي *** قَدَّمْتُهُ ثُمَّ عَلى ذَا فَاحْتَذِي
وَعَدَّهُ (البُسْتِيُّ) فِيما أوْعَى *** لِتِسْعَةٍ وَأرْبَعِيْنَ نَوْعَا
Artinya: "Hadis Dhaif adalah hadis yang tidak sampai dalam tingkatan hadis hasan. Jika ingin dijabarkan pembagian hadis dhaif sebagai berikut: Pertama, ketiadaan syarat qabul (6 persyaratan hadis shahih dan hasan). Kedua, ketiadaan 12 syarat tambahan yang para ulama tetapkan. Ketiga, ketiadaan 10 syarat dan seterusnya. Lalu hinggakan dan mulai persyaratan yang berbeda dengan yang pertama. Kempat, ketiadaan syarat-syarat lainnya. Kemudian tambahkan syarat lain yang aku belum sebutkan (total 42 syarat). Sedangkan Imam Abu Hatim al-Bustiy telah menghitung apa yang ia kumpulkan sampai 49 persyaratan." 

            Dari bait nazham di atas, imam Zainuddin al-Iraqiy hanya menyebutkan definisi, klasifikasi dan ketentuan hadis dhaif. Beliau tidak menyebutkan sejauh mana status dan peranan hadis dhaif dalam hujjah (argumentasi). Dalam kitab "Thal'ah al-Anwar" Syekh Abdullah Bin Ibrahim as-Syinqithiy memberikan penjelasan tambahan:
وبين الضعيف في العقائد * وحكم ربنا العظيم الواحد
واحتج بالضعيف في الفضائل * بشرط الإندراج تحت شامل
وعدم العزو الى من ينتقى * وفيه منع وجواز مطلقا
Artinya: "Berikanlah penjelasan terhadap hadis dhaif pada masalah aqidah dan hukum Allah Yang Maha Agung dan Maha Esa. Gunakanlah hadis dhaif sebagai argumentasi pada masalah fadhailul a'mal dengan syarat hadis dhaif itu dinaungi oleh dalil yang mencakup. Tidak boleh menisbahkan hal itu kepada orang terpilih yakni Nabi dan dalam mengamalkannya ulama berbeda pendapat ada yang melarang dan ada yang membolehkan secara mutlak."

            Dibolehkan mengamalkan hadis dhaif tanpa menjelaskan kelemahannya, jika hadis dhaif tersebut bukan berkaitan dengan urusan aqidah dan hukum. Apabila seseorang membaca atau menulis hadis dhaif yang berkaitan dengan masalah aqidah (sifat-sifat Allah yang wajib, mustahil dan jaiz) dan hukum (halal, haram dan sebagainya), maka ia harus memberikan penjelasan atau keterangan bahwa itu hadis dhaif. Hadis dhaif boleh diamalkan dalam konteks fadhailul a'mal (keutamaan satu perbuatan), Targhib (sesuatu yang mendorong kebaikan), Tarhib (sesuatu yang mendorong takut siksa), Mawaizh (nasehat), manaqib dan sejarah dengan syarat hadis dhaif itu dipayungi oleh dalil yang kuat.

            Dalam mengamalkan hadis dhaif ada tiga syarat: pertama, bahwa kedhaifannya tidak terlalu artinya para periwayat hadis tidak tergolong pendusta atau orang-orang yang eksistensinya dicurigai. Kedua, dinaungi oleh dalil yang kuat. Ketiga, tidak boleh meyakini hadis dhaif benar-benar mutlak berasal dari Nabi ketika mengamalkannya, akan tetapi diyakini secara ihthiyath (hati-hati) saja.

            Ulama berbeda pendapat dalam mengamalkan hadis dhaif, diantara mereka ada yang menolak mengamalkannya walaupun dalam konteks mencerutakan keutamaan kebaikan seperti imam al-Qaadhi Ibn al-Arabiy al-Malikiy. Dan yang membolehkan mengamalkannya secara mutlak seperti imam Ahmad Bin Hambal, sampai ada diriwayat yang dinisbahkan kepada beliau:

ضعيف الحديث أحب الي من رأي الرجال
Artinya: "Hadis Dhaif lebih aku sukai ketimbang pendapat orang"



Silsilah Intelektual
Adapun sanad yang muttashil (bersambung) kepada pengarang kitab nazham "Thal'ah al-Anwar", penulis dapatkan dari beberapa Masyaikh (para guru) di antaranya: Dari al-Habib Salim Bin Abdullah Bin Umar as-Syathiriy al-Husainiy, Syekh Majid Bin Hamid as-Syihawiy al-Husainiy, Syekh Abdullah Bin Abdul Qadir at-Talidiy at-Thanjiy, Syekh Muhammad Hamzah Bin Muhammad Ali al-Kattaniy al-Hasaniy, Syekh Ahmad Bin Muhammad Saad al-Azhariy, Syekh Muhammad Syafii Hadzami Bin Muhammad Shalih Raidiy al-Batawiy dan lain-lain.

 
1 . عن الحبيب العلامة سالم بن عبد الله بن عمر الشاطري الحسيني عن الشيخ العلامة حسن محمد المشاط عن الشيخ العلامة المحدث محمد حبيب الله الشنقيطي الجكني عن الشيخ العلامة المسند السيد محمد بن جعفر الكتاني الحسني عن الشيخ العلامة السيد محمد المصطفى ماء العين عن والده السيد محمد بن الفاضل ابن الشيخ مأمين الشنقيطي الحسني عن الشيخ سيد بن أحمد الكحيل عن المؤلف الشيخ العلامة عبد الله بن الحاج ابراهيم العلوي الشنقيطيرضي الله عنه .


2. عن السيد ماجد بن حامد الشيحاوي الحسيني عن الشيخ العلامة محمد صالح بن عثمان جلال الدين عن الشيخ العلامة حسن محمد المشاط بسنده المتصل الى المؤلف رحمه الله .

3. عن الشيخ عبد الله بن عبد القادر التليدي الطنجي عن الشيخ العلامة المحدث أحمد بن محمد بن الصديق الغماري الحسني عن الشيخ العلامة المسند السيد محمد بن جعفر الكتاني الحسني بسنده المتصل الى المؤلف رحمه الله .

4. عن السيد محمد حمزة بن محمد علي الكتاني الحسني عن عمة جده الشيخة فاطمة المدينة بنت الشيخ العلامة المسند محمد بن جعفرالكتاني الحسني بسنده المتصل الى المؤلف رحمه الله .

5. عن الشيخ أحمد بن محمد سعد الأزهري عن مسند العصر الشيخ عبد الرحمن بن محمد عبد الحي الكتاني عن والده الشيخ المحدث حامل لواء الإسناد السيد محمد عبد الحي بن عبد الكبير الكتاني عن ابن خاله الشيخ العلامة السيد محمد بن جعفر الكتاني الحسني بسنده المتصل الى المؤلف رحمه الله .

 الحاج رزقي ذو القرنين أصمت البتاوي 
عامله الله ولوالديه بفضله العميم ولطفه الحاوي





Khadim Ma'had al-Muafah
H. Rizqi Zulqornain Asmat al-Batawiy