Senin, 27 Oktober 2014

Hadiah Dari Maroko Buat Putriku Munyatun Nufus

Al-Hamdulillah, dengan izin Allah telah lahir "Mun'yatun Nufus" pada hari Ahad jam 9:30 pagi di rumah sakit Bunda Aliyah Pondok Bambu Jakarta Timur, tanggal 17 Dzulhijjah 1435 Hijriyah bertepatan 12 Oktober 2014 Masehi.
Terimakasih kepada para Muqaddam, ustdaz, shohib dan jamaah yang telah mengucapkan tahni'ah kepada saya atas lahirnya putri pertama saya bernama "Mun'yatun Nufus". Pemberian nama tersebut semata-mata bertabarruk (mencari berkah) kepada salah satu dzurriyyah Rasulullah Sayyid Abdul Karim Baqqasy al-Idrisiy al-Hasani Hafizhahullah yang merupakan ulama thoriqoh Tijaniyah dan juga seorang penyair kerajaan Maroko.
Pada awalnya beliau sering memanggil istri saya Raihanatul Quddus Binti Abuya Saifuddin Amsir dengan sapaan Mun'yatun Nufus. Kemudian panggilan tersebut saya jadikan nama bagi putri saya.
Dan sekaligus bertabarruk kepada nama kitab nazhom "Mun'yatul Murid" (intisari fiqh Thoriqoh Tijaniyyah) karya Sayyid Ahmad Bin Baba al-Alawiy as-Sinqithiy at-Tijaniy Radhiyallahu Anhu wafat tahun 1263 Hijriyah di kota Madinah. Kitab Nazham "Munyah" panggilan akrab ulama thoriqh Tijaniyah merupakan kitab thoriqoh Tijaniyah pertama yang saya jadikan taqrir di Majelis al-Muafah. Saya jadikan acuan taqrirnya dengan melihat syarahnya yakni kitab Bugyatul Mustafid Syarh Munyatil Murid karya al-Quthb Sayyid Muhammad al-Arabiy bin Saih al-Umariy Radhiyallahu Anhu.

"Allahumma Barik li Fil Mauhubah, wa matti'ha wa walidayha bis shihhati wa thulil umr wal hana, waj'alha Qurrota ain li wal muslimin, warzuqna birroha fil hayati wa ba'dal mamat. Bihaqqil Fatihah wa Suroti Qof Wa Jahi sayyidinal Faitihi Lima Ughliq. Aamiin"

Ketika Munyatun Nufus dilahirkan ke alam dunia ini dengan selamat, saya langsung menghubungi Sayyid Abdul Karim al-Idrisiy al-Hasaniy yang ketika itu beliau sedang berada di kota Makkah. Betapa gembiranya beliau mendengar kabar gembira yang telah disegerakan oleh Allah Taala kepada saya dan keluarga.
Keesokan harinya beliau mengirimkan tahni'ah (ucapan selamat) dalam bentuk tulisan yang disertai qashidah sanjungan buat saya. Beliau buat qashidah tersebut di depan Ka'bah, sebagai berikut:


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله مجزل العطايا، الذي جعل المال والبنين زينة الحياة الدنيا، والصلاة والسلام على كامل السجايا، سيدنا محمد وعلى آله وصحبه خير البرايا . اما بعد : فحضرة قرة أعيننا الاعز الاكرم، وواسطة عقد ودادنا الشهم المحترم، أخينا القاضي المقدم، السيد رزقي ذي القرنين أصمت البتاوي التجاني، لازالت لك الأيام على مر الدوام مقرونة بالمسرات والتهاني.  بعد اهداء تحية وسلام عاطر، ودعاء ميمون وافر، من رحاب بيت الله العتيق، راجيا لكم دوام البهجة والتوفيق، فقد سعدنا أيما سعادة بقدوم المولودة السعيدة، والهبة الكريمة الحميدة، التي تهللت بوجودها فرحا وجوه الأحباب، وصفا بطالع سعودها الوقت وطاب، فشكرنا فضل المنعم الوهاب، وابتهلنا إليه تباركت آلاؤه أن يديم عليكم سوابغ نعمه، ويزيدكم من واسع فضله وكرمه، وأن يبارك في هذه المولودة التي هي في جبين الزمان غرة، ويجعلها للقلب مسرة وللعين قرة، وينبتها نباتا حسنا، ويقرن مساعيكم بنيل المنى، وأرجو اهداء أحر التهاني والتبريكات لحرمكم المصون السيدة ريحانة القدوس وإلى كافة الأسرة الكريمة، وحيث أن السرور مشترك بيننا بادرت إلى تحرير هذه السطور، وإنشاء أبيات التهاني بداعي الحبور، ونصها كالتالي:
بشرى فهذا السعد قد أسعدا وأسعف البشر بما عودا
وبلبل اليمن على غصنه   لنا ترانيم الهنا غردا
ونجح المرام بإقباله   لحلة الأفراح قد جددا
وقام خطيب الحبور على منابر الفخر لنا منشدا
وأنجز الدهر لنا وعده   وبالتهاني والمنى أرفدا
فذي منية للنفوس بدت وذا موكب الزهو منها بدا
وذي منحة طالما نرتجي بها إلهي الخل قد أيدا
بها صفا الأنس له معلنا بلوغ ما قد يبتغي مقصدا
أسيدي (رزقي) الذي في الورىقد أمسى حقا علما مفردا
فكم أحاديث المكارم قد رويت وكنت لها مسندا
وحزت بأوج العلا رتبة وطبت في نهج الهدى موردا
فأنعم بمولودة حسنها بأفق الجمال غدا فرقدا
واهنأ لك العز بها مشرقاً فطالع السعد لذا أكدا
وقر عينا سيدي وابتهج واغنم بها عيشا حلا أرغدا
لازلت يا ذا المجد ذا رفعة للخير دوما داعيا مرشدا
واقبل تهاني الود من مخلص لشخصكم صرح الوفا شيدا
والحمد لله على فضله حمدا كثيرا دائما سرمدا 

الشاعر الأديب الشريف عبد الكريم بقاش الادريسي الحسني
بوأه الله المقام السني

أمام الكعبة المشرفة مكة المكرمة


Abu Mun'yah
H. Rizqi Zulqornain Asmat al-Batawiy

Rabu, 08 Oktober 2014

Karakteristik Sunan Imam Nasaiy



SUNAN IMAM NASAIY
Pendahuluan
As-Sunnah menduduki tempat yang tinggi di dalam jiwa ummat Islam. Ia merupakan penjelasan yang nyata terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang masih global dan merupakan keterangan khusus bagi ayat-ayat yang bersifat umum, menerangkan yang sulit, membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan menguraikan ayat-ayat yang singkat.
Mempelajari hadis merupakan sesuatu yang sangat urgen, sebab hadis merupakan salah satu pegangan dalam ajaran Islam. Begitu pula dalam mempelajari ilmu hadis tak bisa dielakkan dalam mempelajari sejarah para periwayatnya untuk mengetahui kedudukan suatu hadis. Kedudukan hadis juga akan dipengaruhi oleh siapa yang meriwayatkannya, setelah diketahui bagaimana seorang rawi maka ini merupakan salah satu faktor penentu apakah hadis tersebut shahih, hasan, ata dha’if.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai biografi dan kitab Sunan dari imam perawi hadis yaitu Imam Nasai.
Biografi Imam An Nasa’i

Nama lengkap Imam An-Nasa’i adalah Abu Abdul Rahman Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Khurasani Al-Qadi. Ia lahir di daerah Nasa’ pada 215 H. Ada juga sementara ulama yang mengatakan bahwa ia lahir pada 214 H.
Ia dinisbahkan kepada daerah Nasa’ (An-Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli hadits kaliber dunia. Ia berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadits, yakni Al-Mujtaba yang di kemudian hari kondang dengan sebutan Sunan An-Nasa’i.
Pada awalnya, Nasa'i tumbuh dan berkembang di daerah Nasa’. Ia berhasil menghapal Alquran di madrasah yang ada di desa kelahirannya. Ia juga banyak menyerap berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para ulama di daerahnya.
Saat remaja, seiring dengan peningkatan kapasitas intelektualnya, ia pun mulai gemar melakukan lawatan ilmiah ke berbagai penjuru dunia. Apalagi kalau bukan untuk memburu ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin hadits dan ilmu hadits.
Belum genap 15 tahun, Nasa'i sudah melakukan pengembaraan ke berbagai wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz, Irak, Syam, Khurasan, dan lain sebagainya. Sebenarnya, lawatan intelektual yang demikian, bahkan dilakukan pada usia dini, bukan merupakan hal yang aneh di kalangan para Imam Hadis.
Semua imam hadits, terutama enam imam hadits, yang biografinya banyak kita ketahui, sudah gemar melakukan lawatan ilmiah ke berbagai wilayah Islam semenjak usia dini. Dan itu merupakan ciri khas ulama-ulama hadits, termasuk Imam An-Nasa’i.
Kemampuan intelektual Imam Nasa’i menjadi kian matang dan berisi dalam masa pengembaraannya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena justru di daerah inilah, ia mengalami proses pembentukan intelektual. Sementara masa pengembaraannya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Seperti para pendahulunya—Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam Tirmidzi—Imam Nasa’i juga tercatat mempunyai banyak pengajar dan murid. Para gurunya memiliki nama harum yang tercatat oleh pena sejarah, antara lain; Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, Al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abu Dawud), serta Imam Abu Isa At-Tirmidzi (penyusun Kitab Al-Jami’ atau Sunan At-Tirmidzi).
أخبرنا قتيبة بن سعيد عن مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لولا أن أشق على المؤمنين لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة

Sementara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramahnya, antara lain; Abu Al-Qasim At-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu’jam), Abu Ja’far At-Thahawi, Al-Hasan bin Al-Khadir Al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin Al-Ahmar Al-Andalusi, Abu Nashr Ad-Dalaby, dan Abu Bakar bin Ahmad As-Sunni. Nama yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai “penyambung lidah” Imam An-Nasa’i dalam meriwayatkan kitab Sunan An-Nasa’i.
Sudah mafhum di kalangan peminat kajian hadits dan ilmu hadits, para imam hadits merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadits kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.
Setahun menjelang kemangkatannya, Imam Nasa'i pindah dari Mesir ke Damaskus (Suriah). Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggalnya. Ad-Daruquthni mengatakan, Imam Nasa'i wafat di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah Al-’Uqbi Al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam Adz-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Yunus, Abu Ja’far At-Thahawi (murid Nasa’i) dan Abu Bakar An-Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, An-Nasa’i meninggal pada 303 H dan dikebumikan di Baitul Maqdis, Palestina.
Berdasarkan pengakuan para ulama, kepiawaan al – Nasa’I tampak dalam berbagai bidang ilmu yang dapat dikelompokkan dalam :[13]
a.    Ilmu Hadits. dalam bidang ilmu ini, kepiawaian An  Nasa’i telah diakui oleh Bukhari dan orang – orang yang setingkat dengannnya di kalangan tokoh / pembesar ilmu hadits. dalam bidang ini, ia mempunyai pengetahuan yang sangat luas sehingga ia dijadikan sebagai tempat pencari petunjuk.
b.   Ilmu Jarh – Ta’dil dan ilmu yang berhubungan dengan rawi. Dalam bidang ilmu ini, ia dikenal sebagai kritikus yang sangat teliti yang tiada bandingannya.
c.    Ilmu ‘ Ilal al – Hadits. dalam hal ini, An  Nasa’i sangat menguasai ketiga bidang ilmu yang telah disebutkan di atas, sehingga demikian , ia dikatakan juga imam dalam bidang ilmu ilal al – hadits.
d.   Ilmu al –Fiqh (pemahaman) hadits. Dalam hal ini, Imam al – Daruquthni mengatakan bahwa Imam An  Nasa’i adalah syekh mesir yang paling paham tentang makna suatu hadits pada masanya. Demikian juga al – Hakim menyatakan bahwa perkataan (pendapat) An  Nasa’i tentang pemahaman suatu hadits sangat banyak jumlahnya, siapa saja yang memperhatikan kitab Sunan- nya maka dia akan sangat kagum dengan pendapat yang beliau kemukakan.
4.        Karya Imam An Nasa’i
Imam an-Nasa’i adalah ulama yang sangat produktif  baik  dalam bidang ilmu hadis, dan Fiqh. ‘Ajaj al-Khatib menyebutkan dalam bukunya “Ushul al-Hadis” bahwa imam al-Nasa’i mengarang lebih kurag 15 kitab dalam bidang ilmu hadis. Beliau adalah pakar ilmu hadis, ilmu jarh wa ta’dil , ilmu ‘ilalul hadis, serta ilm fiqh.Diantara karya-karya beliau yaitu:
a.       Al-Sunan al-Kubra
b.      Al-Sunan al-Sugra disebut juga kitab al-Mujtaba yang merupakan ringkasan kitab sunan al-Kubra
c.       Musnad Ali
d.      Musnad Malik
e.       Manasik al-Hajj
f.       Kitab al-Jum’ah
g.      Igrab Syu’bah ‘Ali Sufyan wa sufyan ‘Ali Syu’bah
h.      Khashaish Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah
i.        ‘Amal yaum wal Lailah
j.        Fadhailu ash-Shahabah.
5.        Komentar Ulama Terhadap An Nasa’i
Imam An  Nasa’i telah diakui keutamaan dan keahlian, dan kepemimpinannya dalam bidang ilmu hadits oleh murid – murid beliau dan ulama – ulama lain yang datang sesudah generasi murid – muridnya. Hal ini terbukti dari perkataan beberapa ulama, seperti berikut ini :
a.       Al – Dar al Quthni mengatakan bahwa Imam An  Nasa’i adalah orang yang didahulukan selangkah dalam bidang ilmu hadits pada masanya ketika orang membicarakan keilmuan hadits.
b.      Al –Khalili berkata bahwa An  Nasa’i adalah seorang yang hafidz mutqinun, telah diakui kekuatan hafalannya dan kepintarannya,dan pendapatnya sangat diandalkan dalam bidang ilmu jarh dan ta’dil.
c.       Ibnu Nuqtah berkata : Imam An  Nasa’i adalah salah seorang tokoh dalam bidang ilmu hadits.
d.      Al – Zahabi : An  Nasa’i adalah ulama yang padanya terkumpul lautan ilmu, disertai pemahaman dan kepintaran, dan sangat kritis terhadap seorang rawi serta mempunyai karangan yang sangat baik dan banyak berdatangan para hafidz kepadanya.
e.       Ibnu Katsir : An  Nasa’i adalah seorang imam pada masanya dan orang yang paling utama dalam bidangnya.[15]
6.        Penilaian Ulama terhadap Kitab
       Karya Imam Al-Nasa’i paling monumental adalah Sunan An-Nasa’i. Sebenarnya, bila ditelusuri secara seksama, terlihat bahwa penamaan karya monumental beliau sehingga menjadi Sunan An-Nasa’i sebagaimana yang kita kenal sekarang, melalui proses panjang, dari As-Sunan Al-Kubra, As-Sunan As-Sughra, Al-Mujtaba, dan terakhir terkenal dengan sebutan Sunan An-Nasa’i.
Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan An-Nasa’i, kitab ini dikenal dengan As-Sunan Al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, Imam Nasa'i kemudian menghadiahkan kitab tersebut kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan.

Amir kemudian bertanya kepada An-Nasa’i, "Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadits shahih?"

Nasa'i menjawab dengan jujur, "Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya."

Kemudian Amir berkata kembali, "Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadits yang shahih-shahih saja!"

Atas permintaan Amir ini, Imam Nasa'i kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadits yang telah tertuang dalam kitab As-Sunan Al-Kubra. Dan akhirnya ia berhasil melakukan perampingan terhadap As-Sunan Al-Kubra, sehingga menjadi As-Sunan Al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.

Imam Nasa’i sangat teliti dalam menyeleksi hadits-hadits yang termuat dalam kitab pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar, "Kedudukan kitab As-Sunan Al-Sughra di bawah derajat Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadits dhaif yang terdapat di dalamnya."

Nah, karena hadits-hadits yang termuat di dalam kitab kedua (As-Sunan Al-Sughra) merupakan hadits-hadits pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan Al-Mujtaba. Pengertian Al-Mujtaba bersinonim dengan Al-Mukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadits-hadits pilihan, hadits-hadits hasil seleksi dari kitab Al-Sunan Al-Kubra.
An-Nasa’i bersikap ketat (mutasyaddid) dalam menyusun kitab as-Sunan, oleh karena itu sebahagian ulama memposisikan kitab ini setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dengan alasan sunan ini lebih sedikit hadis dhaifnya, walaupun demikian Ab al-Farj bin al-Jauzi mengritik as-Sunan bahwa di dalamnya ada 10 hadis maudu’. Kritik itu dibela oleh as-suyuti menurutnya pendapat al-Jauzi itu tidak bisa diterima.
Ibn Hajar mengatakan persayaratan yang yang dibuat an-Nasa’i dalam Mujtaba lebih ketat persyaratannya setelah Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Al Hafiz Abu Ali memberi ketentuan bahwa persyaratan yang dibuat oleh an-Nasa’i sangat ketat/selektif betul dalam periwayatan hadis, Al-Hakim Abu Abdurrahman dan Darquthni mengomentari bahwa an-Nasa’i lebih diutamakan dari orang lain pada zamannya.
B.     Metode dan Sistematika penyusunan Kitab
Dalam penyusunannya, imam Nasa’i menggunakan sisitematika fiqih dalam bentuk bab-bab yang menjelaskan berbagai hukum yang terkandung di dalamnya, begitu juga masalah instinbat-nya (pengambilan keputusan hukum) yang diambilnya. Oleh sebab itu kitab sunan an-Nasai menjadi kitab rujukan para praktisi Hukum Islam setelah kitab shahih bukhari dan shahih muslim, sebab kualitas hadis yang terdapat di dalamnya menempati posisi di bawah kedua kitab hadis tersebut dan di di atas kitab sunan Abu Dawud dan sunan Tirmidzi.[16]
Berikut bagan sistematika penyusunan kitab Sunan An Nasa’i[17]
No
Nama Kitab
Juz
Jumlah Bab
No
Nama Kitab
Juz
Jumlah Bab



Muqoddimah


27
At Talaq
6
76

1
At Thaharah
1
205
28
Al Khail
6
17

2
Al Miyah
1
13
29
Al Ahbas
6
4

3
Al Haid Wal Istihadhah
1
26
30
Al Washaya
6
12

4
Al Ghusl Wat Tayammum
1
30
31
An Nahl
6
1

5
Al Shalat
1
24
32
Al Hibbah
6
4

6
Al mawaqit
1
55
33
Ar Ruqba
6
2

7
Al Adzan
2
42
34
Al Umra
6
5

8
Al Masajid
2
46
35
Al Aiman wa An Nudzur wal muzarraah
7
53

9
Al Qiblat
2
25


10
Al Imamah
2
65
36
Asyrah An nas
7
4

11
Al Iftitah
2
89
37
Tahrim Ad Dam
7
29

12
Al Tatbiq
2
107
38
Qism Al Fai'
7
1

13
Al Sahwi
3
105
39
Al Bai'ah
7
36

14
Al Jum'ah
3
45
40
Al 'Aqiqah
7
3

15
Taqsir Al Sholat Fi Al Safar
3
5
41
Al Far' wa Al It Tirah
7
38

16
Al Kusuf
3
25
42
As Shaidu wa Adz Dzabaih
7
38

17
Al Istisqa
3
18
43
Ad Dohaya
7
43

18
Sholat Al Khaufi
3

44
Al Buyu'
7
106

19
Sholat Al 'Idaini
3
36
45
Al Qosamah
8
48

20
Qiyamul Lail wa Tatawwu'I An Nahri
3
67
46
Qat'us Sariq
8
18

21
Al janaiz
4
118
47
Al aiman Wa syaro'iah
8
33

22
As Siyam
4
83
48
Az Zinah
8
124

23
Az Zakat
5
100
49
Adab Al qodha
8
37

24
Manasik Al Hajji
5
231
50
Al Isti'adzah
8
65

25
Al Jihad
6
48
51
Al Asyribah
8
58

26
An Nikah
6
84















Dari bagan tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1.   Dari kitab (bab) pertama sampai dengan kitab (bab) ke-21, membahas tentang masalah taharah dan salat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai salat
2.   Kitab (bab) puasa didahulukan daripada zakat
3.   Kitab (bab) Qism Al-Fai’ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab jihad
4.   Kitab Al-Khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad
5.   Melakukan pemisahan-pemisahan diantara kitab-kitab (bab-bab) Al-Ahbas (wakaf), wasiat-wasiat, An-Nahl (pemberian kepada anak), Al-Hibah (pemberian), Ar-Ruqbaa. Sedangkan kitab atau pembahasan mengenai Fara’id tidak ada
6.   Melakukan pemisahan-pemisahan antara kitab Al-Asyribah (minuman), As-Said (pemburuan), Az-Zaba’ih (sembelihan hewan korban), Ad-Dahaya (kurban idhul adha)
7.   Kitab iman ditempatkan di bagian akhir
8.   Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab iman dan kitab Al-Istiadzah
Metode yang digunakan dalam penyusunan kitab ini adalah metode sunan. Hal ini terlihat jelas dari penamaan kitabnya, yaituSunan An-Nasa’i. Kata sunan merupakan bentuk jamak dari sunnahyang pengertiannya sama dengan hadist. Sementara yang dimaksud dengan metode sunan disini adalah metode penyusunan kitab hadist berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyah) dan hanya mencantumkan hadist-hadist yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja. Apabila terdapat hadist selain dari Nabi, maka jumlahnya relatif sangat sedikit. Berbeda dengan kitab hadist Al-Muwatha’ danMushannif yang banyak memuat hadist-hadist mauquf dan maqtu’, walaupun metode penyusunannya sama dengan Sunan An-Nasa’i. Selain kitab Sunan An-Nasa’i masih banyak kitab hadist sunan yang populer. Antara lain kitab Sunan Abu Dawud Al-Sajistani (w. 275 H) dan Sunan Ibnu Majah Al-Qazwini (w. 275 H).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditegaskan bahwa kitab Sunan An-Nasa’i (Kitab Mujtaba) disusun dengan metode yang sangat unik dengan memadukan antara fiqh dengan kajian sanad.  Hadist-hadistnya disusun berdasarkan bab-bab fiqh sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dan untuk setiap bab diberi judul.[18]




[1] Syauqi Abu Khalil,”Atlas Hadis (Jakarta : Almahira, 2007), Hlm 11
[2] Syaik Ahmad Farid, 60 Biografi ulama Salaf. Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2006. Hlm 578
[3] Departemen Agama. “Ensiklopedi Islam”.Jakarta: Depag. 1993. Hlm 832
[4] Syaik Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Pustaka al-Kautsar,2008. Hlm 353
[5] IAIN SUKA Yogya, Studi Kitab Hadits.( Yogyakarta: Teras, 2009). hlm 134
[6] E.J Brill. The Encyclopedia Of Islam. Netherland. 1993 hlm 969
[7] Muhammad Muhammad Abu Zuhu, al-hadits wal muhadditsun aw “inayah al-Ummah al- Islamiyyahbi al-sunnah al-Nabawiyyah (Dar al-kitab al-“Arabi, 1984) hlm.358
[8] IAIN SUKA Yogya, Studi Kitab Hadits.( Yogyakarta: Teras, 2009) hlm 134
[9] Ibid., hlm 135
[10] Ibid., hlm 136
[11] Ibid., hlm 136
[12] Ibid., hlm 137
[13] Abdurrohman, Studi Kitab Hadits. (Yogyakarta:2003) hlm 124

[14] Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, terj.Khoirul Amru Harahab dan Ahmad Fauzan (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008) hlm. 354
[15] Abdurrohman, Studi Kitab Hadits. (Yogyakarta:2003) hlm 124
[16] Muhammad bin Alwi al-Malaiki al Hasani,al-Qawaid al-Asasiyah  fi ‘ilm musthalah al-Hadist, (Jakarta,Syirkah Dinamika Berkah Utama,1397),hal :77
[17] Ahmad bin Syu’aib Abu abdirrohman An nas’i, Kitab as Sunan an Nas’i (Kitab Al Mujtaba)
[18] IAIN SUKA Yogya, Studi Kitab Hadits.( Yogyakarta: Teras, 2009) hlm 146-147
[19] Ajjaj,ushul al-hadist,Ulumuhu wa Musthalahuhu,Beirut,Matba’ah Dar al-Fikr,1981


منهجه في السنن
أ- انتقى رجاله من الثقات العدول.
ب- اقتصر في سننه على أحاديث الأحكام، مثل سلفه أبي داود.
ج- كرر الأحاديث بأسانيد مختلفة، وجمع في كتابه بين فوائد الإسناد، ودقائق الفقه.
د- تكلم على الأحاديث وعللها، وبين ما فيها من الزيادات والاختلاف.
هل سنن النسائي (المجتبى) كتاب في الصحيح ؟
اختلف العلماء في هذه المسألة على قولين :
القول الأول :
أن كتاب المجتبى كتاب صحيح واستدل من ذهب لهذا الرأي بما يلي :
§
تسمية الحافظ أبو علي بن السكن والخطيب وابن مندة وأبو علي النيسابوري كتاب النسائي بالصحيح ، وكذا قال ابن عدي عندما ذكر رجلا خرج النسائي حديثه فقال : (خرج له النسائي في صحاحه) فوصف السنن بالصحاح ، وقال ابن رشيد رحمه الله : كتاب النسائي أفضل كتب السنن ، ويعلق الشيخ الحميد حفظه الله على هذا الرأي بقوله : إن صح ذلك ، فإن هذا يعني المقدار الذي أخرجه من الصحيح ، مع تنبيهه على الضعيف ، (فخرج بذلك من عهدته) ، وأما أن يقال بأنها كلها صحيحة ، فهذا فيه نظر .
§
نقل ابن الأحمر عن النسائي قوله بأن كتابه السنن الصغرى صحيح ، وقد ذكر السيوطي هذا القول بلا إسناد ، وسماه الذهبي بالصحيح في تذكرة الحفاظ ، وكذا ابن عدي والخطيب وأبو أحمد الحاكم
§
أن النسائي جرد السنن الكبرى من الأحاديث غير الصحيحة ، وذهب الحافظ الذهبي إلى أن المجتبى هو ما انتخبه ابن السني (تلميذ النسائي ) من السنن الكبرى ، ويأتي الكلام على هذه المسألة بالتفصيل إن شاء الله ، وأيا كان الأمر فإن هذا يؤيد الرأي القائل بأن أحاديث المجتبى (أي السنن الصغرى) منتقاة من السنن الكبرى وعلى هذا يكون كل ما فيها صحيح
§
أن كتاب المجتبى أقل السنن حديثا ضعيفا ورجلا مجروحا ودرجته بعد الصحيحين فهو من حيث الرجال مقدم على سنن أبي داود والترمذي لشدة تحري مؤلفه في الرجال ، وقد قال الحافظ : (كم من رجل أخرج له أبو داود والترمذي تجنب النسائي إخراج حديثه ، بل تجنب إخراج حديث جماعة في الصحيحين) ، ولما ذكر ابن طاهر لشيخه سعيد الزنجاني أنه وجد النسائي أعرض عن رجال خرج لهم في الصحيحين ، قال له سعيد : يا بني ، إن للنسائي شرط في الرجال أشد من شرط البخاري ، ويعلق الشيخ السعد على هذه الرأي ، بقوله إن فيه نوعا من المبالغة ، فلا شك في أن صحيح البخاري أصح وأعلى شرطا من سنن النسائي ، وللدارقطني جزء صغير في الرجال الذين خرج لهم البخاري وأعرض عنهم النسائي كإسماعيل بن أبي أويس ، وبالجملة فشرط النسائي في المجتبى هو أقوى الشروط بعد الصحيحين . (مذكرة مصطلح الحديث للشيخ ابن عثيمين ص39 ، مكتبة العلم) .

وقد مال الشيخ السعد حفظه الله إلى إطلاق هذه التسمية على سنن النسائي وقال بأن نسبة كبيرة جدا من أحاديث المجتبى صحيح ، وعليه فلا مانع من إطلاق هذا الوصف على المجتبى .

القوال الثاني :
أما أصحاب الرأي المخالف فقد ردوا بما يلي :
§
قالوا بأن في السنن الصغرى أحاديث ضعيفة ، ومعللة ومنكرة ، وممن ذهب إلى ذلك ابن كثير في اختصار علوم الحديث ، وأنكر ابن كثير القول بأن له شرطا في الرجال أشد من مسلم وقال بأن في السنن الصغرى رجالا مجهولين : إما عينا أو حالا ، وفيهم المجروح ، وقد قال هذا في معرض رده على الحافظ أبي علي بن السكن والخطيب . (الباعث الحثيث ص44 ، طبعة مكتبة السنة) .
§
وأما بالنسبة لتجريد السنن الكبرى من الأحاديث غير الصحيحة فإن هذا غير مسلم به ، لأن بعض الكتب الموجودة في الكبرى قد حذفت بأكملها ككتاب التفسير وكتاب الأذكار ، وبعض الكتب أدرجت في السنن الصغرى كاملة بما فيها من الأحاديث الضعيفة والمعلولة .

§
وأما القول بأن شرطه في المجتبى في الرجال أعلى من شرط مسلم ، فقد سبق الرد عليه ، وإن كنا نسلم بأن شرط النسائي في الرجال (عموما وليس في المجتبى إذا ما قورن بصحيح مسلم ) ، أعلى من شرط مسلم ، وجدير بالذكر أن الذهبي والسبكي قد قدما النسائي على مسلم في الصناعة الحديثية ، وهذا ما مال إليه الشيخ السعد حفظه الله .

ومن الأمور الجديرة بالذكر أن قول ابن حجر بأن سكوت النسائي عن الحديث يقتضي أن الحديث لا علة له عنده يشمل كتابي السنن الكبرى والصغرى ، وقد توسع النسائي في شرح العلل في الكبرى وخاصة في كتابي (عمل اليوم والليل وعشرة النساء) ، حتى عده بعض أهل العلم من كتب العلل ، وهو ، لا يصرح بتعليلاته ، وإنما يسوق الروايات بقصد تعليل الأخبار ، فيعلل بسرد الروايات .

مسألة : أسانيد النسائي رحمه الله :
أسانيد النسائي بشكل عام ، أسانيد عالية ، فقد روى عن قتيبة بن سعيد وأبي داود وابن راهويه ومحمد بن بشار ، وهذا راجع لتبكيره بالسماع ، ومن الملاحظات المهمة في سنن النسائي ، أنه لا يوجد فيها أي حديث ثلاثي الإسناد ، وأعلى أسانيدها رباعي ، وربما كان هذا ناتجا من شدة تحريه ، حتى أنه ترك حديث ابن لهيعة من طريق قتيبة ، وهي طريق عالية ، كما نبه إلى ذلك الدارقطني ، والأحاديث النازلة عند النسائي رحمه الله هي الأحاديث العشارية ، ومن أبرز الأمثلة على ذلك ، حديث أبي أيوب رضي الله عنه في فضل قراءة سورة الصمد ، حيث قال عنه النسائي رحمه الله : لا أعرف في الدنيا إسنادا أطول من هذا الإسناد ، والسبب أن في سنده 6 أو 7 من التابعين ، يروونه عن بعضهم البعض .


مسألة : سماع النسائي من البخاري رحمه الله :
اختلف العلماء ، كما يقول الشيخ سعد الحميد حفظه الله ، في هذه المسألة على قولين :
¨
أنه لم يسمع من البخاري ، كما ذهب إلى ذلك المزي رحمه الله ، حيث قال بأن رواية النسائي عن محمد بن إسماعيل (البخاري) ، هو تصرف من بعض الرواة .
¨
أنه سمع منه ، وهذا رأي السخاوي رحمه الله .

مسألة : روايات سنن النسائي رحمه الله :
أبرزها رواية ابن سيار ورواية ابن الأحمر ، وهما أندلسيان .

مسألة : تقسيم ابن طاهر المقدسي رحمه الله لأحاديث سنن النسائي :
¨
أحاديث مخرجة في الصحيحين ، وهي الأكثر .
¨
أحاديث على شرط الشيخين ، ولم يخرجاها .
¨
أحاديث معللة خرجها النسائي ، وبين عللها ، بطريقة يفهمها أهل الصنعة ، كقوله على سبيل المثال : ذكر اختلاف الناقلين لهذا الخبر عن فلان ، ويكون هذا الراوي هو الذي تدور عليه أسانيد الحديث .



مسألة : هل السنن الصغرى من انتخاب النسائي رحمه الله ؟
اختلف العلماء في هذه المسألة على قولين ، وقد سبق ذكر طرف من هذا الخلاف ، عند الكلام على صحة أحاديث سنن النسائي ، ونعرض هنا لهذه المسألة بالتفصيل ، إن شاء الله :
فقد ذهب الحافظ الذهبي إلى أن المجتبى هو ما انتخبه ابن السني (تلميذ النسائي ) من السنن الكبرى ، ووافقه على هذا الرأي ابن ناصر الدين الدمشقي ، وظاهر صنيع المنذري في شرحه لسنن أبي داود ، والمزي في تحفة الأشراف وتهذيب الكمال ، يؤيد هذا الرأي ، فالمنذري إذا عزا حديثا للنسائي فإنه يعزوه للكبرى ، والمزي ، خرج أحاديث الكبرى في التحفة ، وعندما تكلم على رجال النسائي في تهذيب الكمال ، تكلم على رجال الكبرى ، وهذا بمفهومه يدل على أنهما يريان أن الكبرى هي سنن النسائي التي صنفها ، بينما الصغرى هي انتخاب ابن السني ، وأما ابن الأثير وابن كثير والعراقي والسخاوي فاعتمدوا في تأييد هذا الرأي على حكاية فيها أن أمير الرملة طلب من النسائي انتخاب الصحيح من الكبرى ، وهي حكاية منقطعة لاتصح ، وواقع المجتبى يؤيد عدم صحتها ، ففيه أحاديث ضعيفة ، ومعللة ، ومنكرة ، فكيف يطلب منه انتخاب الصحيح ، ومع ذلك ينتخب أحاديث كثيرة معلولة ضمن المجتبى ، بل إن بعض أحاديثه ، أعلها بنفسه ، فعلى سبيل المثال :
نجد النسائي حكم على رجال بأنهم متروكون ، ومع ذلك خرجت أحاديثهم في المجتبى ، منهم : أيوب بن سويد الرملي ، وسليمان بن أرقم وإسماعيل بن مسلم وعبد الله بن جعفر ، وخرج أيضا في الصغرى لمصعب بن شيبة ، وقد قال فيه : منكر الحديث ، وخرج لأبي ميمون ، وقد قال فيه : لا أعرفه ، وعلى الجانب الآخر نجد أحاديث صحيحة في الكبرى لم ينتخبها النسائي في المجتبى ، وهذا عكس المقصود من حكاية أمير الرملة .
ومن الأدلة التي استدل بها من قال بأن النسائي هو مصنف المجتبى ، هو أنها جاءت من رواية ابن السني عن النسائي ، والرد على ذلك ، أننا نجد كثيرا من الكتب الحديثية التي لها أكثر من رواية ، يحصل في رواياتها اختلاف بالزيادة أو النقص ، ومن أبرز الأمثلة على ذلك روايات موطأ مالك ، كرواية يحيى بن يحيى الليثي ، ومحمد بن الحسن الشيباني ، وغيرها ، وهذا الأمر ينطبق أيضا على السنن الكبرى ، ففي كل رواية لها ما ليس في الأخرى ، بل قد يصل الأمر إلى زيادة رواية على الأخرى كتبا بأكملها ، وممن أشار إلى هذا المزي رحمه الله في تحفة الأشراف ، حيث يعزو الحديث الذي يذكره من سنن النسائي في التحفة إلى الرواية التي خرجت هذا الحديث ، فيقول على سبيل المثال : هذا من رواية ابن الأحمر ، وهذا من رواية ابن سيار ، وهكذا ، وعليه ، فليس يبعد أن المجتبى هو أحد روايات الكبرى ، ترك فيها ابن السني رواية تلك الأحاديث والأبواب المحذوفة ، أو أنه انتخبها بنفسه .

وهناك ملاحظة مهمة جدا ، وهي أن الإجتباء ليس على قاعدة منضبطة ، فقد حذفت من المجتبى كتب بأكملها ، كالتفسير وفضائل القرآن وفضائل علي وفضائل الصحابة ، رغم أن فيها أحاديث كثيرة صحيحة ، بل ومخرجة في الصحيحين ، فكيف يتركها النسائي ، وعلى الجانب الآخر نجد في المجتبى كتبا بأكملها ليست الكبرى ، كالصلح والإيمان وشرائعه ، وكذا نجد في المجتبى زيادات متون وأسانيد وتراجم أبواب (كباب النهي عن استقبال القبلة عند قضاء الحاجة) ، واستنباطات فقهية ، ليست في الكبرى ، وهذا مما يؤيد أن المجتبى هو أحد روايات الكبرى .

والنسائي من المتشددين في الجرح ، فلا يخرج لمن اجتمع النقاد على ترك حديثه ، حيث قال : بأنه بأنه لا يترك حديث الرجل حتى يجمع أهل بلده على ترك حديثه ، وهذا من المواضع التي تظهر فيها أهمية مسألة بلدية الراوي ، وقد يخرج لمن اختلف في حاله ، ومن أبرز الأمثلة على ذلك : تخريجه لحديث جابر رضي الله عنه ، في إرسال النبي صلى الله عليه وسلم عليا في موسم الحج من طريق عبد الله بن عثمان بن خيثم ، وهو مختلف في حاله ، وقد أشار النسائي رحمه الله لهذا الإختلاف بقوله : وابن خيثم ليس بالقوي في الحديث ، ولم يتركه ابن مهدي ويحيى بن سعيد القطان ، وقال ابن المديني رحمه الله : منكر الحديث ، وكأن ابن المديني خلق للحديث . اهـ ، فهذا راو مختلف في حاله ، ومع ذلك خرج له النسائي ، والراجح أنه صدوق حسن الحديث ، وقد يتركه كما ترك ابن لهيعة رغم أن حديث ابن لهيعة كان عنده من طريق قتيبة بن سعيد التي أثنى الإمام أحمد عليها ، وهذا يدل على شدة تحريه ، وقد أثنى العلماء كأبي طالب أحمد بن نصر الحافظ على صنيعه هذا ، حيث قال : من يصبر على ما يصبر عليه النسائي؟! عنده حديث ابن لهيعة ترجمة ترجمة يعني عن قتيبة عن ابن لهيعة ، قال: فما حدث بها .

والنسائي شديد التحري في ذكر طريقة تحمله للحديث ، فعلى سبيل المثال ، عندما منعه الحارث بن مسكين من حضور مجلسه لما أتاه في زي أنكره ، وكان الحارث خائفا من أمور تتعلق بالسلطان ، فخاف أن يكون عينا عليه ، فمنعه ، وقيل بأن الخلاف بينهما هو خلاف بين الأقران ، فكان النسائي يقعد خلف الباب ويسمع حديث الحارث ومع ذلك لم يستجز أن يقول حدثنا ، وإنما قال : قال الحارث بن مسكين قراءة عليه وأنا أسمع ، كما ذكر ذلك ابن الأثير في أول جامع الأصول .

وأما بالنسبة للنسائي فقد وصف ببعض التشيع ، وهذا لايضره في شيء ، (وسيأتي الكلام على ذلك بالتفصيل عند الكلام على الحاكم ) ، وقد قيل بأنه تعمد إظهار هذا التشيع أمام أهل الشام لما رأى منهم ميلا عن أهل البيت رضوان الله عليهم ، وكان هذا من أسباب تأليفه لكتاب (خصائص علي) ، فلما أنكر عليه تركه لفضائل الشيخين رضي الله عنهما ، ألف في فضائل الصحابة ، ولم يخرج في فضائل معاوية رضي الله عنه شيئا ، لأنه لم يصح عنده فيها شيء على شرطه ، وكان هذا سبب منع أحمد بن صالح النسائي من حضور مجلسه ، ولذا لم يقبل العلماء كلام النسائي في أحمد بن صالح لما وقع بينهما من الخصومة نتيجة ذلك ، وقيل بأن أحمد بن صالح رحمه الله كان عسر الرواية ، لا يسمح لأحد بحضور مجلسه ، إلا إذا أتى برجلين يزكيانه ، فترك النسائي الرواية عنه .

مسألة : أبرز مصنفات النسائي رحمه الله :
من أبرز مصنفاته ، بالإضافة إلى السنن ، كتاب الكنى ، ولم يصل إلينا ، وكتاب حديث مالك بن أنس ، وقد ذكر المزي رحمه الله أحاديثه في التحفة ، وذكر رجاله في تهذيب الكمال ، وينبه الشيخ الحميد حفظه الله في هذا الموضع ، إلى أن النسائي رحمه الله ، كان كلفا بتصنيف مسانيد للأئمة .

بعض معالم منهج النسائي رحمه الله في سننه :
¨
أنه ربما وجد في الباب حديثا صحيحا ، فيخرجه ويخرج معه أحاديث ضعيفة ، تحوي زيادات لم يشتمل عليها هذا الحديث الصحيح ، ومن أبرز الأمثلة على ذلك : حديث سعيد بن سلمة عن عمرو بن أبي عمرو مولى المطلب عن أنس رضي الله عنه : (اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن …) ، حيث علق النسائي رحمه الله بقوله : سعيد شيخ ضعيف ، وإنما أخرجناه للزيادة في الحديث .
¨
اهتمام النسائي رحمه الله ، بالجوانب الفقهية ، وإن كان الترمذي رحمه الله يفوقه في هذه الجوانب .
¨
وهو يشابه البخاري في تكراره للحديث في المواضع التي يصلح فيها الإستدلال به ، حتى قيل بأن كتابه هو أكثر الكتب تكرارا للحديث ، ومن أبرز الأمثلة على ذلك ، حديث : (إنما الأعمال بالنيات …) ، حيث كرره 16 مرة .
¨
وهو مقل من النقل عن الفقهاء ، ومن الأمثلة على ذلك ، نقله عن مسروق رحمه الله فتوى في الهدية والرشوة .
¨
وهو يختصر الحديث أحيانا ، ويقتصر على موضع الشاهد منه ، وهو بصنيعه هذا ، يشابه البخاري وأبا داود وابن خزيمة .
¨
والنسائي رحمه الله ، يعلق أحيانا على الحديث ، كما يظهر من صنيعه في كتاب المزارعة ، وقد يطول تعليقه حتى يصل إلى الصفحتين .
¨
أنه رحمه الله يورد الأحاديث المتعارضة في الباب الواحد ، وهذا يعني أنه يرى العمل بكلا الرأيين ، ومن أبرز الأمثلة على ذلك ، تخريجه لأحاديث الجهر وعدم الجهر بالبسملة .
¨
تسميته لبعض المكنين ، كتسميته لأبي عمار : عريف بن حميد ، وتكنيته لبعض المسمين ، وقد سبق أن له مصنفا مستقلا في الكنى ، ولكنه مفقود .
¨
وهو يحكم أحيانا على أحاديثه ، فيقول مثلا : حديث منكر ، ثابت ، ليس بمحفوظ ، صحيح ،
¨
كلامه على الرواة جرحا وتعديلا ، وقد جمعه أحد الباحثين المعاصرين في مصنف مستقل : (المستخرج من سنن النسائي في الجرح والتعديل) ، وقد أورد ابن حجر رحمه الله ، كلام النسائي في الرواة ، في تهذيب التهذيب ، وكلامه رحمه الله ، إما أن يكون في السنن أو في الضعفاء .
¨
معظم أحاديث كتابه مسندة ، ولا يورد شيئا من المعلقات ، وينبه الشيخ الحميد حفظه الله ، إلى أن المقدار الذي وجد على صورة المعلق ، هو حديثان فقط .
¨
نبه الأخ أبو بيان حفظه الله ، (أحد أعضاء ملتقى أهل الحديث) ، إلى قاعدة مهمة في رجال النسائي ، ذكرها الذهبي رحمه الله في ترجمة أبي صالح باذام :
قال عنه النسائي: (ليس بثقة) , قال الذهبي : كذا عندي , والصواب: (بقوي) , فكأنَّها تصَحَّفت ،
فإن النسائي لا يقول: (ليس بثقة) في رجل مُخَرَّج في كتابه ، سير أعلام النبلاء 5/37- 38.


المسائل الثالثة : مسائل تتعلق بسنن النسائي
1. تسمى الكتب الستة : البخاري ومسلم والنسائي وأبو داود والترمذي وابن ماجه مع الدارمي وأحمد والموطأ تسمى دواوين الإسلام ، وهي المذكورة في المعجم المفهرس للحديث النبوي .
2. اسم المؤلف : أحمد بن شعيب بن علي بن سنان بن بحر الخراساني النسائي ، يكنى بأبي عبدالرحمن .
3. ولد أبو عبدالرحمن النسائي سنة 215 هـ وتوفي سنة 303 هـ ، وهو آخر أهل السنن موتا .
4. النسائي بفتح النون مع التشديد من بلاد يقال لها : نسا بفتح النون ، وقيل بالكسر ، والأول أصح .
5. يسمى كتاب النسائي بالمجتبى ، وقيل المجتنى ، والأول أصح . ويسمى : سنن النسائي الصغرى .
6. هذه السنن الصغرى أو المجتبى مختصرة من السنن الكبرى للنسائي .
7. اختلف في السنن الصغرى أو المجتبى هل هي من اختصار المؤلف نفسه أو اختصار تلميذه ابن السني ، والصحيح أنها اختصار للنسائي نفسه .
8. النسائي إمام حافظ ثقة بالإجماع .
9. تأتي منزلته في الكتب الستة في الدرجة الثالثة بعد الصحيحين ، وذلك لقلة الأحاديث الضعيفة فيه .
10. يأتي ترتيب الكتب الستة على النحو التالي : البخاري ثم مسلم ثم النسائي ثم أبو داود ثم الترمذي ثم ابن ماجه .
11. عدة أحاديثه باختلاف العد : 5774 حديث وهي تختلف باختلاف النسخ .
12. الأحاديث الضعيفة في سنن النسائي قليلة جدا بالنسبة لكثرة أحاديثه ، فهي نحو ( 450 – 500 ) حديث .
13. عدة شيوخ النسائي في هذه السنن 334 شيخ ، وعدتهم في الصغرى والكبرى 450 شيخ أكثرهم ثقات ، والضعيف فيهم قليل .
14. لسنن النسائي رواة أشهرهم ابن الأحمر وابن السني ( صاحب كتاب عمل اليوم والليلة ) وابن الصوفي وعبدالكريم ابن النسائي صاحب السنن ، وذكر لنا شيخنا الشيخ خالد بن عبدالعزيز الهويسين أن بينه وبين الإمام النسائي اثنان وعشرون رجلا .
15. النسائي لا يقول في سننه حدثنا ، وإنما يقول : أخبرنا وأخبرني ، وما وجدت في السنن حدثنا ، فهو خطأ من النساخ .
16. سمى أكثر من تسعة من الحفاظ سنن النسائي صحيحا ، منهم : الحافظ ابن منده ، والدارقطني وأبو علي النيسابوري وأبو عبدالله الحاكم والخطيب البغدادي .
17. رأى بعض الحفاظ أن الحديث الذي لا يضعفه النسائي في سننه ، ولا يتكلم فيه أنه صحيح ، والتحقيق أنه قد يكون كذلك لكن بالنظر في إسناده .
18. قال النسائي رحمه الله : لم أُخرج في كتابي هذا ( السنن ) لرجل أجمع الحفاظ على تركه .
19. قَـلَّت شروح النسائي ، ومنها : شرح ابن رشيد وهو مفقود ، وشرح ابن النعمة ، وشرح ابن الملقن ( شرح الزوائد التي على الصحيحين فقط ) وسماه الإعلام شرح سنن النسائي أبي عبدالرحمن ، وشرح السيوطي المسمى زهر الربا على المجتبى ، وحاشية للسندي .
20. أكثر أحاديث سنن النسائي دائرة بين الصحيح والحسن والحسن لغيره ، وفيه أحاديث شاذة قليلة جدا .
21. نقل ابن الأحمر تلميذ النسائي عن شيخه رحمه الله أن المجتبى كله صحيح ( لم يسمه النسائي المجتبى إنما سمي بعده ) .
22. جرّح النسائي في سننه وعدّل وضعّف وبوّب وأخرج الطرق وبيّن علل بعض الأحاديث ، ففيه من علوم المصطلح والآلة الشيء الكثير .
23. توفي أبو عبدالرحمن النسائي ( 303 هـ ) بفلسطين ، وقيل : دفن بها ، وقيل : بمكة بين الصفا والمروة .
24. لا يوجد في سنن النسائي إسناد ثلاثي يعني : شيخ المصنف والتابعي والصحابي ، فهؤلاء ثلاثة .
25. عند النسائي في سننه أطول إسناد ، وهو نحو تسعة رجال ( في باب الافتتاح الصلاة ) .
26. للنسائي مؤلفات منها : خصائص علي ، عمل اليوم والليلة ( ضمن السنن لكنه أفرد ، فيه أكثر من ألف حديث ) ، الضعفاء والمتروكون ، وإملاءات حديثية له ، ومسند مالك بن أنس ، ومسند الزهري ، ومسند الفضيل بن عياض ، وحديث شعبة ، وسفيان ، وما رواه سفيان ولم يروه شعبة ، وما رواه شعبة ولم يروه سفيان ، ومناسك الحج ، وعلل الحديث ، وفضائل القرآن .



روايته عن البخاري:
اختلف هل سمع النسائي من البخاري وروى عنه أم لا ؟ فنجد المزي في تهذيب الكمال قطع بأنه لم يرو عن البخاري ، وأن الذي وقع في السنن حينما قال : حدثنا محمد بن إسماعيل، وقيل عنه البخاري ، أن هذا من تصرف بعض الرواة ، والحقيقة أنه لم يسمع من البخاري ، وهذه وجهة نظر المزي . لكن بعد التتبع وجد أن فعلاً روى عن البخاري " الشيخ سعد الحميد" وكان من أدب الطلب عندهم في ذلك العصر الرحلة في طلب الحديث ، وهذا الذي حرص عليه وصنعه النسائي ، وهو الذي أفاده في الحصول على الأسانيد العالية ، فإنه –رحمه الله- رحل إلى عدة بلدان منها خراسان والحجاز ومصر والعراق والجزيرة والشام ، وسمع من كثير من الشيوخ ، وكان حريصاً على التلقي ، حتى وإن كان يصاحب ذلك شيء من العناء بل ربما المذلة . وكان النسائي قد ظفر بأسانيد عالية مما جعل التلاميذ يحرصون على السماع من النسائي وعلى لقيه . أي أن هناك عاملين أساسيين : العامل الأول : أن النسائي عمر فعاش مدة تقرب من تسعين عاماً . العامل الثاني : أنه طلب العلم في الصغر ، ولما طلب العلم ظفر بأسانيد عالية مثل قتيبة بن سعيد ، وإسحاق بن راهويه ، وأمثالهم ؛ فهذه الأسانيد العالية التي حصلت للنسائي جعلت طلبة العلم يحرصون على السماع منه ؛ لأنهم سيظفرون أيضاً بعلو الإسناد .
تلاميذه : نجد كبار الأئمة تتلمذوا على النسائي ، ومن هؤلاء : ابن حبان صاحب "الصحيح" والعقيلي صاحب "الضعفاء" وابن عدي صاحب "الكامل" والدولابي – ومع العلم بأنه يعتبر من أقران النسائي ولكنه سمع منه – وهو صاحب كتاب الأسماء والكنى " والطحاوي صاحب "شرح معاني الآثار" و "مشاكل الآثار" وصاحب "الطحاوية" وأبو عوانة صاحب "المستخرج على صحيح مسلم" وأبو سعيد بن يونس صاحب " تاريخ مصر " والطبراني ، الإمام المشهور- صاحب "المعاجم الثلاثة" وابن السني صاحب "عمل اليوم والليلة" وكتاب القناعة.



منهجه :
1. اشترط إخراج أحاديث أقوام لم يجمع على تركهم إذا صح الحديث باتصال الإسناد من غير قطع ولا إرسال.

2. يحرص كل الحرص في الباب الواحد على إخراج الحديث الصحيح إذا وجده ، فإن لم يجد أخرج بعض الأحاديث الضعيفة التي يرى أن رواتها المضعفين ممن لم يجمع الأئمة على ضعفهم وترك أحاديثهم، ويتميز بشدة التحري.

3. قد يجد في الباب حديثاً صحيحاً ، فيذكر معه بعض الأحاديث الضعيفة، لأنها تضمنت زيادة لم ترد في الحديث الصحيح، أو ليبين ضعفها.

4. قد يخرج النسائي – رحمه الله – أحاديث ضعيفة ينبه في كثير من الأحيان على ضعفها ، وقد يفوته أو يسكت عن الكلام عن ضعفها .

5. جمع بين الصناعة الحديثية والفقهية، قال الإمام السخاوي: زاحم إمام الصنعة أبا عبد الله البخاري في تدقيق الاستنباط، والتبويب لما يستنبط.

6. تظهر صناعته الفقهية من خلال:

أ. ترتيبه على أبواب الفقه.
ب. وترجمته للأبواب.
ج. وإيراده لبعض كلام الفقهاء، وإن كان قليلاً.
د. يقتصر على موضع الشاهد ويختصر المتن.
ل. أحياناً يورد كلاماً من عنده يدل على فقه الحديث، وقد يكون هذا الكلام طويلاً ، قد يصل نحو الصفحتين .
هـ. يورد في بعض الأحيان الأحاديث المتعارضة في الباب الواحد لأنه يرى العمل بهذا وذاك.
و. يكرر الأحاديث بحسب ما يناسب الأبواب، والتراجم.
ي. يكرر الأبواب دون المتن
7. تظهر صناعته الحديثية من خلال:

أ. حكمه على الأحاديث فيقول : هذا حديث منكر ، أو هذا حديث غير محفوظ، أو هذا حديث ليس بثابت ، أو هذا حديث صحيح .
ب. عنايته بعلل الأحاديث ، فيورد الحديث من طرق متعددة على اختلاف الناقلين لهذاالحديث ، لكنه في البداية يورد الحديث من طريق ، ثم يبوب بعد ذلك باباً ، فيقول : "باب بيان اختلاف الناقلين للحديث عن فلان " مثلاً عن الأوزاعي ، ثم يبدأ يذكر الاختلاف على الأوزاعي ، مما يدل على أن كتابه هذا يعتبر من كتب العلل .
ج. تكلمه على الرواة جرحا وتعديلا.
8. اقتصر على إيراد الأحاديث المسندة للرسول صلى الله عليه وسلم ومن دونه من الصحابة، ولا يورد شيئاً من الأحاديث المعلقة، وإنما وجد الذي صورته صورة المعلق في موضعين اثنين علق فيهما النسائي حديثين.

9. أعلى ما عنده رباعية الإسناد، وأنزل ما عنده عشارية، أي أن بينه وبين النبي صلى الله عليه وسلم عشرة رواة.

10. عنون أبوابا مستقلة لعلل الحديث وهذا من اهتمامه بالمسائل الخلافية في العلل.

11. يبين المهل، ويوضح المبهم، ويسمي المكنى، ويكني المسمى.

12. قلة التحويل.

13. يجيز الرواية بالمعنى.

14. يفسر الغريب أحيانا.

15. يشير إلى الأخوة، وإلى المفترق والمختلف.

16. يبين المنكر والمرسل والمنقطع والموقوف والمدرج.

شروحات سنن النسائي:


1- شرح سنن النسائي .
لأبي العباس أحمد بن أبي الوليد بن رُشد ( ت/563 ) .

2- " الإمعان في شرح النسائي أبي عبد الرحمن " .
لعلي بن عبد الله بن خلف بن محمد بن النِّعمة ( ت/567 ) .

3- كتاب المجتبى من المجتنى في رجال كتاب أبي عبد الرحمن النسائي في السنن المأثورة وشرح غريبة .
لمحمد بن أحمد أبو المظفر الأبيوردي(ت / 507 ) .
4- تعليق على الكتاب
لأبي إسحاق إبراهيم بن عمر العلوي اليمني (ت/ 752 )
5- شرح النسائي
لأبي الحسن محمد بن علي الحسيني ( ت/765 ) .
6- شرح زوائد سنن النسائي .
لأبي حفص سراج الدين بن علي المعروف بابن الملقن ( ت/104 ) وهو شروح لزوائد " النسائي " على الصحيحين وسنن أبي داود * * * في مجلد واحد .
7- زهر الرُّبى على المجتبى .
أبي بكر جلال الدين عبد الرحمن السيوطي ( ت/911 ) . مطبوع بحاشية السنن الصغرى ( 10 ) .
8- حاشية على النسائي .
لنور الدين محمد بن عبد الهادي المدني السندي ( ت/ 1138 ) . وقد طبع بحاشية " السنن الكبرى " مع " زهر الربى " للسيوطي .
9- تيسير اليُسر بشرح المجتبى من السنن الكبرى .
لعبد الرحمن بن أحمد بن الحسن بن علي البهكلي اليماني ( ت/1248 ) .
10 – شرح سنن النسائي .
ليحي بن المطهر بن إسماعيل اليماني (ت/ 1268 ) .
11- شرح سنن النسائي .
لأحمد بن زيد بن عبد الله الكبسي اليماني ( ت/1271 ).
12 – الحاشية المحمدية على الأخبار النشئية .
لمحمد بن حمد الله التهانوي (ت/ 1296 )
13- كتابات على الكتب الستة .
لأحمد بن زيني دحلان المكي ( ت/1304 ).
14 – عَرْف زهر الرُّبى على المجتبى .
لعلي بن سليمان الدمنتاني الباجمعاوي ( ت/1306 ) . وهو مختصر من شرح السيوطي ، وقد طبع بالقاهرة سنة ( 1299 )
15 – روض الربى عن ترجمة المجتبى .
لمولاي وحيد الدين . طبع في لاهور عام ( 1886م ) مع ترجمته إلى الهندوستانية .
16 – شرح مجموع من شرح السيوطي وحاشية السندي وغيرهما .
جمعه / أبو عبد الرحمن محمد بنجابي ، ومحمد عبد اللطيف . طبع في دلهي عام ( 1898م ) .
17- التقريرات الرائعة على سنن النسائي .
لمولانا محمد حمد الله التهانوي ، طبع في الهند سنة (1319)
18 – شرح النسائي .
لعبد القادر بن بدران الرُّومي الحنبلي (ت/ 1346 ) . ولم يكمل
19– إملاءات وتقريرات وضبط على غالب الكتب الستة .
لمحمد بن جعفر الكتاني ( ت/1345 ) .
20– شرح سنن النسائي .
لمحمد بن عبد الرحمن بن حسن الأهدل ( ت/1352 ) .
21– شرح سنن النسائي .
لمحمد المختار بن سيد الجكني الشنقيطي ( ت/1405 ) . طبع منه ثلاثة مجلدات ، ولم يكمل . وهو شرح جليل مستوعب .
22– التعليقات السلفية على سنن النسائي .
لمحمد عطأ الله الفوجياني (ت/ 1409 ) .
23– ذخيرة العُقْبى في شرح المجتبى .
لمحمد بن علي بن آدم بن موسى الأثيوبي الولَّويّ ( معاصر ) . طبع منه ‘لى اليوم ( 11 ) مجلدًا ، وأكثر جاهز للطبع ، ولعله يكمل في أكثر من ثلاثين مجلدًا (20) يسَّر الله إكماله وطبعه .