Para ulama besar di Tanah betawi menolak
shalat tarawih yang dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam. sebut saja
Allah Yarhamuh Hadrotus syaikh K.H Muhammad Syafii Hadzami Mufti Betawi abad 21
mengatakan:
Tidak dikenal ikhtilaf (perbedaan) antara
Imam-Imam mujtahidin yang empat hal bilangan atau jumlah rakaat Qiyam Ramadhan
(Shalat Tarawih) melainkan sebagai berikut :
1) 20 rakaat menurut mazhab Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad Ibn Hambal.
2) 36 rakaat merupakan salah satu riwayat
Imam Malik bagi penduduk Madinah.
Syaikh Abdul Wahhab al-Sya’râniy pun menyebutkan hal ini dalam kitab al-Mîzân al-Kubrâsebagai
berikut:
وَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ أَبِي حَنِيْفَةَ
وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ اَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَاِنَّهَا فِي الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مَعَ قَوْلِ مَالِكٍ
فِي اِحْدَى الرِّوَايَاتِ عَنْهُ اِنَها سِتَّةٌ وَثَلاَثُوْنَ رَكْعَةً (الميزان
الكبرى ج 1 ص : 185 دار الفكر د ت)
Artinya: Sebagian dari yang demikian adalah Qaul Imam Abi
Hanifah, Imam Syafii dan Imam Ahmad bahwa Shalat Tarawih di dalam Bulan
Ramadhan adalah 20 rakaat dan sesungguhnya berjamaah itu lebih utama disertai
Qaul Imam Malik dalam satu riwayat darinya adalah 36 rakaat.
Kaifiyyah 20 rakaat yaitu dikerjakan dengan
sepuluh salam dan memberi salam pada tiap dua rakaat. Kata Imam Nawawi dalam
kitab Rawdhah” jika seseorang bersembahyang Tarawih 4 rakaat dengan satu salam
niscaya tidak sah, karena menyalahi yang disyariatkan. (K.H Muhammad Syafii
Hadzami,Risalah Shalat
Tarawih, h. 6. )
*****Syaikh Abuya K.H Abdurrahman Nawi
pendiri Pondok Pesantren al-Awwabin Depok menegaskan:
Shalat Tarawih hukumnya Sunah muakkadah.
Bilangan rakaatnya yaitu:
1) Bagi kita 20 rakaat (ijma’ para
sahabat).
2) Bagi Ahli Madinah 36 rakaat.
Waktunya Ba’da Shalat Isya hingga fajar
shodiq.
Perhatian!!!
1) Dilakukan dengan 10 salam.
2) Tidak sah dilakukan 4 rakaat satu salam.
3) Sunah dijamaahkan. (K.H Abdurrahman Nawi
Tebet, Kitab 7
Kaifiyyat Shalat sunah, h. 11)
***** Syaikh Abuya K.H Saifuddin Amsir
pendiri pondok pesantren al-Asyirah al-Qur'aniyyah Jakarta memberikan komentar:
Banyak orang mengerjakan shalat Tarawih
dengan cara 4 rakaat sekali salam, 4 rakaat sekali salam, dengan dalil hadis
Siti Aisyah sebagai berikut:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي
غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ
قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا
يَنَامُ قَلْبِي.
Artinya: Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam
(sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11
rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan
panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang
bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian aku bertanya ”Ya
Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat Witir”? Kemudian beliau menjawab:
”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah tidur”.
Hadis yang dijadikan dalil, bukan hadis tentang shalat Tarawih, hadis tersebut
adalah hadis pada pekerjaan shalat malam Rasulullah pada umumnya, yakni shalat
Witir. Karenanya para Fuqaha (ahli Fiqh) tidak menyetujui untuk menjadikan
hadis tersebut sebagai dalil shalat Tarawih. Dengan alasan shalat Tarawih
merupakan ibadah khusus yang hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, dan jumlah
bilangan shalat Tarawih 20 rakaat ditambah shalat Witir 3 rakaat, telah
disosialisasikan oleh para sahabat, dalam hal ini adalah Sayidina Umar Ibn
Khatthab yang disepakati dan disetujui oleh para sahabat lainnya. Lantaran pada
umumnya para Imam tidak mempunyai kemampuan untuk mengingkari apa yang menjadi
perintah Rasulullah:
عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ فَتَمَسَّكُوا
بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ
Artinya; Hendaklah kalian ikuti sunahku dan sunah para Khalifah
yang mendapat petunjuk setelahku, peganglah dengan kuat dan gigitlah olehmu
dengan geraham ”.[1]
Pelanggaran terhadap yang disepakati para
sahabat merupakan pelanggaran terhadap agama.
Sehingga dalam Mazhab Syafii, kalau shalat
Tarawih dikerjakan bukan dengan cara 2 rakaat, 2 rakaat, shalat Tarawih
tersebut dipandang batal/tidak sah.
Oleh sebab itu, shalat Qiyam Ramadhan yang
lebih populer di kota Makkah, Madinah dan berbagai negara Islam juga tidak
berani beranjak dari situ, paling-paling sedikit penambahan dari jumlah rakaat
yang dilaksanakan di zaman Sayidina Umar Ibn Khatthab itu 23 rakaat, tetapi
orang yang ingin memperbanyak ibadah tidak ada salahnya menambah rakaat. Jadi
pada zaman dahulu inisiatif penduduk kota Madinah untuk menambahkan jumlah
rakaat, merupakan pengganti tradisi penduduk kota Makkah yang biasanya setelah
tiap 4 rakaat (2 salam) mereka melakukan tawaf, karena memang ada Ka’bah di
situ. Sedangkan di Madinah tidak terdapat tempat untuk bertawaf, sehingga
menjadi kuat dalil bahwa sahabat- sahabat Nabi di Makkah itu bertawaf pada
bilangan-bilangan tertentu, yakni setelah 4 rakaat mereka bertawaf.
Hal ini diperkuat dalilnya dengan amaliyah
penduduk kota Madinah, khususnya pada pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
yang menambahkan jumlah rakaat shalat Tarawih menjadi 36 rakaat di luar shalat
Witir. Hal ini bukan dalil yang mengatakan khilaf-khilafnya, tetapi justru
memperkuat bahwa itulah yang terjadi di zaman para sahabat, karena Rasulullah
tidak membatasi jumlah rakaat shalat Tarawih, para sahabat yang lebih mengatur
itu dan memiliki concern (perhatian) terhadap hal tersebut.
Untuk mencegah terjadinya kekacauan
yang berkepanjangan di dunia Islam, Sayidina Umar Ibn Khatthab memikirkan
jumlah-jumlah rakaat shalat sunah yang dilakukan Rasulullah, jadi hal tersebut
sudah dipikirkan oleh Sayidina Umar Ibn Khatthab secara Taftisy (matang
dan teliti) dengan ketepatan jumlah rakaat yang dilakukan Rasulullah, ketika
dihitung hadis-hadis yang membicarakan tentang jumlah rakaat shalat sunah
Rasulullah, ketika digabung-gabung, tepat 20 rakaat, dari keterangan hadis yang
zhahir-zhahir.
Apa yang dilakukan oleh Sayidina Umar Ibn
Khatthab tidak beranjak dari apa yang dikerjakan Rasulullah. Hal ini menjadi
sunah sahabat. Sunah sahabat tidak boleh dianggap remeh, ulama berpendapat
seperti itu. Kalau sunah sahabat mulai dikorbankan untuk perasaan, maka lambat
laun apa saja bisa dikorbankan. Ini yang menyebabkan shalat Tarawih yang
dilakukan sebanyak 20 rakaat dilakukan dengan 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat dan
seterusnya ditutup dengan shalat Witir 3 rakaat dapat berusia panjang dan
sampai saat ini masih dilaksanakan.
Dalam kitab (التراويح
أكثر من ألف عام في مسجد النبي عليه الصلاة والسلام ) karya Syaikh Athiyyah
Muhammad Salim, seorang Qadhi Mahkamah Syariah, ahli hadis dan pakar fiqh di
Madinah; Saudi Arabia, juga merupakan salah seorang murid utama seorang raksasa
ilmu di zamannya yaitu Syaikh Muhammad al-Amin Ibn Muhammad Mukhtar
al-Syinqithiy (w. 1393 H). Syaikh Athiyyah Muhammad Salim, memiliki perhatian
khusus tentang dalil shalat Tarawih. Hal ini harus diperhatikan, sebab sekarang
orang tidak lagi mau mentahqiq (mengkaji ulang) soal dalil, orang sudah begitu
sibuk dengan berbagai kesibukan. Jadi, di luar kota Makkah ada juga yang
mengerjakan shalat Tarawih 11 rakaat, dengan alasan, itulah hadis yang zhahir
dari Rasulullah. Hanya saja, hal ini akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
tentang bagaimana mengikuti para sahabat Rasulullah yang sebenarnya.
Karena jika shalat Tarawih 11 rakaat yang
paling benar, tentunya 3 abad setelah Rasulullah, shalat Tarawih 11 rakaat
dengan berjamaah itu sudah menjadi populer. Padahal kenyataannya shalat 11
rakaat populer baru belakangan ini. Shalat Tarawih 20 rakaat yang lebih
populer, setelah Sayidina Umar Ibn Khattab wafat, Sayidina Usman melanjutkan
shalat Tarawih 20 rakaat, demikian pula dengan Sayidina Ali, mengerjakan shalat
Tarawih seperti yang disepakati oleh para sahabat dan tidak ada riwayat yang
zhahir yang menyatakan bahwa Sayidina Ali menentang shalat Tarawih 20 rakaat.
Ini yang menyebabkan shalat Tarawih 20 rakaat tetap bertahan. Dalam sekian
banyak riwayat, kita temukan riwayat yang menjelaskan tambahan rakaat shalat
Tarawih dari 20 rakaat, tetapi kita tidak menemukan riwayat shalat Tarawih yang
kurang dari 20 rakaat. Kalaupun ada akan mengkhilafkan mayoritas umat Islam
yang begitu banyaknya.
Menurut Mazhab Syafii shalat Tarawih yang
dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam hukumnya dikatakan tidak sah
dengan beberapa alasan. Tetapi yang jelas alasan-alasan tersebut merupakan
ittiba’ (mengikuti) kepada Rasulullah dan para sahabat yang tidak boleh diganggu
oleh kreasi baru, jika ada kreasi baru, maka kreasi tersebut tidak akan jelas
namanya. Karena istilah Tarawih telah jelas kita pahami, seperti yang kita
ketahui saat ini, Tarawih adalah shalat sunah yang hanya ada pada bulan
Ramadhan dikerjakan dengan 20 rakaat terdiri dari 10 salam, dikerjakan dengan
salam pada tiap 2 rakaatnya dan tiap 4 rakaat disebut 1 tarwihah (istirahat).
Penduduk Makkah mengerjakan tawaf pada tiap
selesai satu tarwihah. Pelaksanaannya di awal malam disertai adanya pendapat
mengerjakan shalat Tarawih di akhir malam itu lebih utama.
Jadi, penamaan akan membentuk satu istilah,
kalau sudah ada istilah, maka definisinya akan menjadi jelas, karenanya orang
yang mengerjakan shalat 4 rakaat dengan sekali salam dengan niat shalat Tarawih,
maka hukum shalat Tarawihnya tidak sah. Jika shalat tersebut tidak dinamakan
shalat Tarawih, maka sah-sah saja dilakukan.
Apa yang dilafazkan dan dikerjakan oleh
Rasulullah seharusnya dijadikan pilihan terbaik. Hadis ( صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ) bukan hadis yang tidak kuat.
Sedangkan shalat dengan 4,4,3 cuma merupakan salah satu riwayat dari sekian
banyak riwayat shalat malam Rasulullah, yang pernah dilihat oleh Siti Aisyah
dan hal tersebut dipertimbangkan oleh para ulama, lantaran Siti Aisyah
merupakan istri Rasulullah. Jadi, sesuatu yang Rasulullah sebutkan merupakan
anjurannya dan keduanya boleh berjalan. Tetapi mayoritas ulama menganggap
shalat malam yang dikerjakan dengan cara 2 rakaat-2 rakaat adalah yang lebih
baik kita ambil. Karena merupakan anjuran Rasulullah yang didasarkan kepada
perkataan dan perbuatan Rasulullah. Sedangkan hadis 4,4,3 hanya berdasarkan
perbuatan yang diceritakan oleh Siti Aisyah dalam salah satu riwayatnya.
Untuk memahami kandungan hadis-hadis
Rasulullah dengan baik dan benar seseorang bukan hanya dituntut banyak membaca
hadis tetapi juga ia harus mendalami fiqhul
hadis (pemahaman hadis).
Dalam risalah ini menjelaskan pemaparan
tentang perkara-perkara terpenting dalam shalat Tarawih secara sederhana.
Dengan demikian risalah ini menjadi tulisan yang dapat dihayati dan sangat
layak dibaca oleh siapa saja yang ingin memahami secara benar dan mau
menyelamatkan perkara ibadahnya.
Semoga Allah melimpahkan pahala yang besar
kepada penyusun risalah ini atas usahanya, mudah-mudahan Allah memperbanyak
orang-orang yang mau mengikuti langkah-langkah mulia ini dalam berpegang teguh
kepada kebenaran. Amin.
*** Syaikh Maulana Kamal Yusuf guru
besar ulama Jakarta menambahkan:
Tuduhan Bid’ah, kufur, musyrik, dan sesat
sangat sering dilontarkan oleh sekelompok orang dengan mengatasnamakan Sunnah.
Kelompok ini giat menyebarkan buku-buku, selebaran-selebaran, dan kitab-kitab
yang berisi tuduhan keji terhadap pelbagai persoalan keagamaan masyarakat
seperti: Nisfu Sya’ban, Tahlilan, Haul, merayakan Maulid, Tawassulan, ziarah
para wali dan lain-lain. Padahal kalau diteliti secara mendalam, amal ibadah
maupun muamalah yang berkembang dan berurat akar dalam tradisi masyarakat itu
memiliki landasan kokoh dari al-Qur’an, Hadis dan pendapat para ulama yang
dapat dipertanggung-jawabkan.
Mereka tidak memahami al-Qur’an dan hadis
secara syamil (menyeluruh).
Pandangan mereka sempit, sehingga mereka gampang mengatakan Musyrik, Kafir,
memvonis Bid’ah sesat terhadap praktek/amaliah orang lain yang memiliki dasar
dan argumentasi kuat yang juga telah menjadi tradisiAhlussunnah Wal-Jamaah. Rasulullah
mengatakan dalam sabdanya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ
لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا (رواه
البخاري) .
Artinya: ”Sesungguhnya Rasulullah bersabda: Apabila seseorang
memanggil saudaranya yang muslim dengan kalimat “Wahai Kafir maka akan kembali
kalimat itu kepada salah satu dari keduanya”.
Pernyataan mereka dalam buku-buku atau
kitab-kitab yang banyak beredar sangat berbahaya khususnya bila dibaca oleh
orang-orang awam. Karena faktor ketidaktahuan, mereka yang awam menerima
langsung atau menelan mentah-mentah isi buku/kitab tersebut tanpa mencoba untuk
menelaah lebih lanjut isu-isu negatif yang telah disebarkan di dalamnya.
Keadaan orang-orang awam ketika itu bagaikan orang yang makan ikan tanpa
menyiangi (membersihkan sisik, kotoran dan duri ikan) terlebih dahulu yang
menyebabkan dirinya bukan hanya ketulangan tapi lebih dari itu, ia akan
tersendat, orang Betawi bilang dengan istilah “kesungkakan.”
Di antara tuduhan keji yang mereka katakan
bahwa: ”Shalat Tarawih
yang dikerjakan para sahabat dengan 20 rakaat dalilnya lemah dan termasuk
Bid’ah sesat.” Menurut mereka jumlah rakaat shalat Tarawih itu
hanya 11 rakaat, shalat Tarawih yang lebih dari 11 rakaat adalah Bid’ah sesat.
Mereka berani menganggap shalat Tarawih 20 rakaat sebagai hadis lemah dan
Bid’ah sesat beralasan dengan hadis Siti Aisyah yang menurut mereka telah
memberikan sinyal bahwa shalat Tarawih hanya 11 rakaat.”
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي
غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ
قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا
يَنَامُ قَلْبِي.
Artinya: Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam
(sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11
rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan
panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang
bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian aku bertanya
”Ya Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat Witir”? Kemudian beliau
menjawab: ”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah tidur”.
”Perlu diketahui bahwa hadis Siti Aisyah di
atas merupakan hadis yang menyatakan dalil shalat Witir, bukan dalil shalat
Tarawih. Apabila hadis Aisyah di atas sebagai dalil shalat Tarawih, Maka kita
pantas mempertanyakan adakah shalat Tarawih selain di bulan Ramadhan? dan
mengapa Sayidina Umar Ibn Khatthab dan para sahabat mengerjakan shalat Tarawih
dengan 20 rakaat?
Dari perkataan Siti Aisyah : (فِي
رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ ) ”(Pada bulan Ramadhan dan di selain
Ramadhan), jelas sekali kita dapat memahami bahwa shalat yang Siti
Aisyah lihat adalah shalat malam Rasulullah yang beliau kerjakan sepanjang
tahun baik pada bulan Ramadhan dan di bulan lainnya. Oleh karenanya, sangat
tepat 11 rakaat dalam hadis tersebut adalah dalil shalat Witir, bukan sebagai
dalil shalat Tarawih. Karena shalat Witir ada di bulan Ramadhan dan di bulan
lainnya. Sedangkan shalat Tarawih hanya khusus pada bulan Ramadhan dikerjakan
dengan 2-2 (tiap 2 rakaat salam). Berbeda dengan pelaksanaan shalat Witir yang
boleh dikerjakan lebih dari 2 rakaat pada setiap salamnya.
Namun demikian, menurut para ulama maksud
dari 4 rakaat dalam hadis Siti A’isyah di atas, masih memiliki ihtimal (kemungkinan)
bahwa Rasulullah melakukannya 4 rakaat dengan 1 salam, bisa juga dipahami 4 rakaat
beliau kerjakan dengan 2 salam yakni 2 rakaat- 2 rakaat. Tetapi bila 4 rakaat
dilakukan dengan cara 2 rakat- 2 rakaat, pendapat inilah yang lebih selamat dan
bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana ada keterangan hadis shahih yang
mengatakan shalat malam itu dilakukan dengan cara 2 rakaat- 2 rakaat.
Ada kaidah mengatakan:” [1]( اِذَا
ظَهَرَ اْلاِحْتِمَالُ سَقَطَ اْلاِسْتِدْلاَلُ ) artinya: “Apabila terjadi
kemungkinan-kemungkinan maka hal itu menyebabkan gugurnya Istidlal (menjadikan
dalil)”. Maksudnya adalah Pendapat yang memahami 4 rakaat
dikerjakan dengan sekali salam itu tidak bisa dijadikan dalil, karena pendapat
itu hanya sebuah kemungkinan. Sesuatu yang mengandung kemungkinan dinyatakan
gugur manakala ada dalil yang lebih jelas. Hadis Nabi yang menyatakan shalat
malam dilakukan dengan 2 rakaat- 2 rakaat sangat cocok untuk mengkompromikan
dan memahami hadis Siti A’isyah tersebut”.
Saya berharap agar kaum muslimin dapat
membaca risalah ini secara tuntas. Di samping itu juga harus banyak mengkaji
serta bertanya kepada para ulama yang memiliki ilmu yang syamil (menyeluruh).
Sehingga tidak gampang terkecoh dan terprovokasi (terhasut) oleh
tulisan-tulisan atau pendapat sekelompok orang yang menyalahkan praktek/amaliah yang
selama ini dilakukan oleh masyarakat berdasarkan tuntunan ulama. Shalat Tarawih
20 rakaat dengan 10 salam memiliki dalil yang kuat dan jelas. Jangan terkecoh
dengan pendapat orang yang mengatakan shalat Tarawih hanya 8 rakaat dikerjakan
dengan 4 rakaat-4 rakaat sekali salam dengan berdalil hadis riwayat Siti
Aisyah.
Menurut para ulama, hadis tersebut
berbicara tentang dalil shalat Witir Rasulullah, bukan dalil shalat Tarawih. 11
rakaat adalah jumlah maksimal shalat Witir. Sedangkan minimal shalat Witir
adalah satu rakaat. Betapa batilnya tuduhan-tuduhan orang yang tidak menyetujui
shalat Tarawih 20 rakaat dengan menggunakan dalil, satu hadis Siti Aisyah yang
menerangkan satu paket shalat Witir, mereka pecah menjadi dua dalil sekaligus,
8 rakaat untuk shalat Tarawih dan 3 rakaat untuk shalat Witir. Semoga kelompok
yang tidak suka dengan shalat Tarawih 20 rakaat dapat merenungkan hal ini.
Saya sangat menyambut baik dan gembira atas
terbitnya risalah ini yang disusun oleh orang yang memiliki ilmu dan menimba
ilmu dengan bertemu langsung kepada para Masyaikh (guru) serta mempunyai
kerajinan yang luar biasa dalam mengumpulkan literatur pembahasan yang ia
tekuni. Kajian di dalamnya sangat dibutuhkan umat yang selalu ingin berjalan di
jalan yang benar dalam memahami shalat Tarawih. Semoga penulis diberikan
balasan yang berlanjut atas jerih payahnya mengukir karya berharga ini, dan
mudah-mudahan banyak manfaat fiddunya
Wal akhirah. Amin.
Dalam risalah الجـواب
الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح, penulis telah sebutkan lebih dari
80 kitab Mu’tabar dari berbagai cabang ilmu, baik dari keterangan kitab Syarh
hadis, fiqh, Ushul Fiqh dan Taswwuf, yang menyatakan bahwa shalat Tarawih yang
dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu tidak sah. Di antaranya:
Imam Nawawiy al-Dimasyqiy:
يَدْخُلُ وَقْتُ التَّرَاوِيْحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ
ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوْعِ اْلفَجْرِ
وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ اْلعَادَةُ فَلَوَْصَلَّي
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فيِ
فَتَاوِيْهِ ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ قَالَ وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ
مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ أَوْ صَلاَةَ التَّرَاوِيحِ أَوْ
قِيَامَ رَمَضَانَ فَيَنْوِيْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ مِنْ صَلاَةِ التَّرَاوِيحِ
. )المجموع شرح المهذب : ج 4 ص : 38 (دار الفكر 2000)
Artinya:”Masuk waktu shalat Tarawih itu
setelah melaksanakan shalat Isya. Imam al-Baghawi dan lainnya menyebutkan:
“waktu tarawih masih ada sampai terbit fajar”. Hendaklah seseorang mengerjakan
shalat Tarawih dengan dua rakaat- dua rakaat, sebagaimana kebiasaan shalat
sunah lainnya. Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka
shalatnya tidak sah. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam
fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan.
Al-Qâdhi juga berpendapat seorang dalam shalat Tarawih ia tidak boleh berniat
mutlak, tetapi ia berniat dengan niat shalat sunah Tarawih, shalat Tarawih atau
shalat Qiyam Ramadhan. Maka ia berniat pada setiap 2 rakaat dari shalat
Tarawih.
Imam Ahmad Ibn Hajar al-Haytamiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً , وَيَجِبُ فِيْهَا أَنْ تَكُوْنَ
مَثْنَى بِأَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا
بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ لِشِبْهِهَا بِاْلفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ
فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ بِخِلاَفِ نَحْوِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ
عَلَى الْمُعْتَمَدِ . )فتح الجواد شرح الارشاد :ج 1 ص : 163 (مكتبة اقبال حاج
ابراهيم سيراغ ببنتن 1971)
Artinya: Shalat Tarawih itu 20 rakaat,
wajib dalam pelaksanaanya dua-dua, dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Bila
seseorang mengerjakan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah
karena hal tersebut menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka
jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang). Lain halnya dengan
shalat sunah Zuhur dan Ashar (boleh dikerjakan empat rakaat satu salam) atas
Qaul Mu’tamad.
Imam Muhammad Ibn Ahmad al-Ramliy:
وَلَا تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ بَلْ يَنْوِي
رَكْعَتَيْنِ مِنْ التَّرَاوِيحِ أَوْ مِنْ قِيَامِ رَمَضَانَ .وَلَوْ صَلَّى
أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ إنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا ، وَإِلَّا
صَارَتْ نَفْلًا مُطْلَقًا ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ.) نهاية المحتاج شرح
المنهاج : ج 1 ص :127 (دار الفكر 2004)
Artinya: Tidak sah shalat Tarawih dengan
niat shalat Mutlak, seharusnya seseorang berniat Tarawih atau Qiyam Ramadhan
dengan mengerjakan salam pada setiap 2 rakaat. Seandainya seseorang shalat
Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, jika ia sengaja-ngaja dan mengetahui maka
shalatnya tidak sah. Kalau tidak demikian maka shalat itu menjadi shalat sunah
Mutlak, Karena menyalahi aturan yang disyariatkan”.
Imam Muhammad al-Zarkasyiy:
صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ
وَحَكَى الرُّوْيَانِيُّ عَنِ اْلقَدِيْمِ أَنَّهُ لاَحَصْرَ لِلتَّراوِيْحِ
وَهُوَ غَرِيْبٌ . وَيُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا
بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ فِي التَّحْقِيْقِ وِثَاقًا لِلْقَاضِي
حُسَيْنٍ فِي فَتَاوِيْهِ وَلِأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ فَعْلُهَا سِتًّا
وَثَلاَثِيْنَ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَاْلأَصْحَابُ : مِنْ خَصَائِصِهِمْ .
(الديباج في توضيح المنهاج : ج 1 ص : 198 (دار الحديث 2005)
Artinya: Shalat Tarawih dikerjakan 20
rakaat dengan 10 salam. Imam al-Rûyâniy menghikayatkan pendapat dari Qaul Qadim
”Sesungguhnya pernyataan shalat Tarawih tidak ada batasan adalah pendapat yang
Gharib (aneh)”. Seseorang yang mengerjakan shalat Tarawih hendaknya memberi
salam pada tiap 2 rakaatnya. Seandainya seseorang shalat 4 rakaat dengan satu
salam, maka shalatnya tidak sah. Imam Nawawiy al-Dimasyqiy telah menyebutkan
hal itu dalam kitabnya al-Tahqîq, yang bersandar kepada al-Qâdhi Husain dalam
fatâwanya. Adapun penduduk kota Madinah mereka mengerjakan shalat Tarawih 36
rakaat. Imam Syafii dan para pengikutnya berkata:” Khusus bagi penduduk Madinah
saja”.
ü Imam Muhammad Amin Kurdiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً
بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ, فَلَوْ صَلَّى
أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ , وَيُسَنُّ كَوْنُهَا جَمَاعَةً .) تنويرالقلوب في معاملة علام الغيوب : ص : 199
(دار الفكر 1994)
Artinya; Shalat Tarawih itu dikerjakan 20 rakaat
dengan 10 salam. Bila seseorang shalat setiap 4 rakaat dengan
satu salam maka shalatnya tidak sah. Disunahkan pelaksanaannya berjamaah.”
ü Syaikh Mahmud Muhammad Khatthab al-Subkiy
وَيُطْلَبُ السَّلاَمُ
عَلَى رَأْسِ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا أَوْ أَكْثَرَ
بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ وَقَعَدَ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رِكْعَتَيْنِ صَحَّتْ
صَلاَتُهُ مَعَ الْكَرَاهَةِ عِنْدَ غَيْرِ الشَّافِعِي , وَلاَ تَصِحُّ عِنْدَ
هُمْ , لِأَنَّ السَّلاَمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَرْضٌ عِنْدَهُمْ . وَكَذَا
اِذَا لَمْ يَقْعُدْ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلاَ تَصِحَّ عِنْدَهُمْ
بِالْأَوْلَى . وَبِهِ قَالَ محمدٌ وَ زُفَرُ لِأَنَّ الْقُعُوْدَ عَلَى رَأْسِ
كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَرْضٌ فِي التَّطَوُّعِ . (الدين
الخالص أو ارشاد الخلق الى دين الحق ج 4 ص : 170 (مطبعة السعادة 1964)
Artinya: Dituntut melakukan salam
pada tiap 2 rakaat,. Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan
4 rakaat atau lebih dengan satu salam dan ia duduk tasyahhud, maka shalatnya
sah tetapi makruh menurut ulama selain Mazhab Syafii, dan tidak sah menurut
Mazhab Syafii. Alasannya karena memberi salam pada tiap 2 rakaat itu wajib
dalam Mazhab Syafii, begitu juga bila seseorang tidak melakukan duduk
tasyahhaud pada tiap 2 rakaat maka lebih teristimewa tidak sah. Dalam hal ini
Syaikh Muhammad dan Zufar mengatakan: ”Duduk tasyahhud pada tiap 2 rakaat dalam
shalat sunah hukumnya wajib.
ü Syaikh Shiddiq Hasan Ali al-Qanujiy al-Bukhariy
قَالَ الْحَلِيمِيُّ وَالسِّرُّ فِي كَوْنِهَا عِشْرِينَ أَنَّ
الرَّوَاتِبَ فِي غَيْرِ رَمَضَانَ عَشْرُ رَكَعَاتٍ فَضُوعِفَتْ لِأَنَّهُ وَقْتُ
جِدٍّ وَتَشْمِيرٍ ،وَفُهِمَ مِمَّا سَبَقَ مِنْ أَنَّها بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ
أَنَّهُ لَوْ صَلَّاهَا أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ . وَبِهِ صَـرَّحَ
اْلاِمَـامُ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ لِشَبَهِهَا بِالْفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ
فَلَا تَغَيُّرَ عَمَّا وَرَدَ .( عون الباري
لِحَلِّ أدلة البخاري ج 2 ص
: 862 دار الرشيد : حلب سوريا 1992)
Artinya; Imam al-Halimi
berkata ”Hikmah dan rahasia 20 rakaat shalat Tarawih adalah shalat Rawatib yang
Muakkad itu 10 rakaat, di bulan Ramadhan digandakan karena bulan Ramadhan itu
bulan yang penuh semangat dan gairah untuk mengerjakan ibadah. Dipahami dari
ungkapan yang telah lalu sesungguhnya shalat Tarawih itu pelaksanaannya dengan
10 kali salam, Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam,
maka shalatnya tidak sah. Seperti inilah keterangan yang telah dijelaskan oleh
Imam Nawawiy dalam kitab al-Rawdhah, Karena shalat Tarawih menyerupai shalat
fardhu dalam menuntut berjamaah, maka jangan dirubah keterangan sesuatu yang
telah warid (datang).
ü Sayyid Muhammad Ibn Abdullah al-Jurdaniy
وَلاَ بُدَّ أَنْ تُفْعَلَ رَكْعَتَيْنِ
لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ , وَلَوْ أَحْرَمَ بِزِيَادَةٍ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ
اَوْ بِنَقْصٍ عَنْهُمَا لَمْ يَنْعَقِدْ اِحْرَامُهُ . )فتح العلام بشرح مرشد الأنام ج 2 ص : 27 (دار السلام 1988)
Artinya: Seharusnya
shalat Tarawih itu dikerjakan dengan cara 2 rakaat (satu salam) karena
telah datang keterangannya. Seandainya seseorang melakukan takbiratul
ihram lebih dari 2 rakaat atau kurang
dari 2 rakaat dalam mengerjakan shalat Tarawih maka shalat Tarawihnya tidak
jadi (tidak sah).
ü Syaikh Ibrahim Ibn Muhammad al-Bayjuriy:
وَيُؤَيِّدُهُ مَا هُوَ
ظَاهِرُ سِيَاقِ الْحَدِيْثِ مِنَ أَنَّ اْلأَرْبَعَ رَكَعَاتٍ كَانَتْ بِسَلاَمٍ
وَاحِدٍ, وَعَلَى كَوْنِهَا كَانَتْ صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ يَتَعَيَّنُ أَنَّهَا
كَانَتْ بِسَلاَمَيْنِ, ِلأَنَّ التَّرَاوِيْحَ يَجِبُ فِيْهَا السَّلاَمُ مِنْ
كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , وَلاَ يَصِحُّ فِيْهَا أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ
. )المواهب اللدنية على
الشمائل المحمدية ص : 144 (الحرمين د ت)
Artinya;Ungkapan
zohir hadis menguatkan hal itu, sesungguhnya 4 rakaat dikerjakan dengan sekali
salam. Apabila shalat tersebut adalah shalat Tarawih menjadi keharusan 4 rakaat
dikerjakan dengan 2 salam, karena pelaksanaan shalat Tarawih hukumnya wajib
salam pada tiap 2 rakaat. Tidak sah shalat Tarawih dikerjakan 4 rakaat, sekali
salam.
ü Syaikh Muhammad
Nawawiy al-Bantaniy:
وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ
يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ مِنَ التَّرَاوِيْحِ اَوْ مِنْ قِـيَامِ رَمَـضَانَ اَوْ
سُنَّةِ التَّرَاوِيْحِ. وَلاَ يَصِحُّ اَنْ يُصَلِّيَ أَرْبَعًا مِنْهَا
بِسَـلاَمٍ بَلْ لاَ بُـدَّ اَنْ يَكُوْنَ كُلُّ رَكْعَتَيْنِ مِنْهَا بِسَـلاَمٍ
لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ . )نهاية الزين شرح قرة العين بمهمات الدين : ص : 114 (الحرمين 2005)
Artinya: “Shalat Tarawih tidak sah bila dilakukan dengan
niat shalat mutlak, tetapi seseorang yang mengerjakannya berniat shalat
Tarawih, shalat Qiyam Ramadhan atau shalat sunah Tarawih. Tidak sah bila ia
melakukan shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, bahkan semestinya yang ia
lakukan adalah mengucapkan salam pada tiap 2 rakaat karena begitulah keterangan
yang datang.”
ü Syaikh Muhammad Mahfuz
al-Termasiy
قَوْلُهُ: (فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا) اَيْ
مَثَلًا فَالْمُرَادُ بِهِ أَكْثَرُ مِنْ رَكْعَتَيْنِ قَوْلُهُ: (بِتَسْلِيْمَةٍ)
اَيْ وَاحِدَةٍ قَوْلُهُ: (لَمْ يَصِحَّ) أَيْ لَمْ تَنْعَقِدْ مَوْهَبَة ذي الفضل على شرح ابن حجر الهيتمي للمقدمة بافضل ج 2 ص : 469 (المطبعة العامرة الشرفية بمصر
المحمية 1326 )
Artinya: "Perkataan Ibn Hajar: Bila seseorang
mengerjakan 4 rakaat seumpamanya, maka yang dimaksud adalah lebih dari 2
rakaat, dengan satu salam, maka hukum shalatnya tidak sah yakni batal
ü Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan
al-Kediriy
وَاعْلَمْ اَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحَ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ ِمنْ رَمَضَانَ
.وَكَيْفِيَّتُهَا مَشْهُوْرَةٌ قَالَ النَّوَوِيُّ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ اْلقَاضِى حُسَيْنٌ فِي فَتَاوِيْ ِلاَنَّهُ
خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ . (مناهيج الامداد شرح ارشاد العباد الى سبيل الرشاد ج 1 ص :
240 (مطبعة المعهد الاحسان الجمفسي 2006)
Artinya: Ketahuilah sesungguhnya shalat Tarawih 20
rakaat dengan 10 salam pada tiap malam bulan Ramadhan. Tata caranya telah
diketahui banyak orang. Imam Nawawi berkata “Seandainya ia shalat dengan 4
rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah”. Hal ini telah dikatakan
oleh al-Qâdhi Husain dalam fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan
yang telah disyariatkan.
ü Sayyid Umar Bin Muhammad
Barakat:
وَيُسَلِّمُ الشَّخْصُ فِيْهَا مِنْ كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ، هَذَا شَرْطٌ فِي صِحَّتِهَا فَلِذَالِكَ فَرَعَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ:
فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنَ الرَّكَعَاتِ بِتَسْليِمَةٍ وَاحِدَةٍ لَمْ تَصِحَّ
صَلاَتُهُ لِمُخَالَفَةِ مَا وَرَدَ فِيْهَا مِنْ أَنَّهَا تُصَلََّى رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ لِأَنَّهَا بِمَشْرُوعِيَّةِ الْجَمَاعَةِ فِيهَا
أَشْبَهَتْ الْفَرِيْضَةَ فَلَا تَغَيُّرَ مَا وَرَدَ فِيْـهَا . فيض الأله
المالك شرح عمدة السالك وعدة الناسك :
ج 1 ص : 142 (الحرمين دت)
Artinya: Seseorang
mengucapkan salam pada tiap 2 rakaat dalam mengerjakan shalat Tarawih. Hal ini
merupakan syarat sah tidaknya shalat Tarawih. Karena itu pengarang kitab Umdah
al-Salik membuat far’un (cabang) atas perkataannya “Bila seseorang shalat
setiap 4 rakaat dengan satu salam maka shalatnya tidak sah shalatnya”. Dengan
alasan telah menyalahi aturan yang telah datang, bahwa Tarawih itu dikerjakan 2
rakat-2 rakaat dengan 1 salam. Hal demikian karena shalat tarawih itu dianjurkan berjamaah, sehingga
menyerupai shalat fardhu maka jangan diubah sesuatu yang telah datang
keterangannya.
ü Habib Ahmad Ibn Umar
al-Syathiriy
صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ وَهِيَ عِشْرُوْنَ
رَكْعَةً كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ, وَيَجِبُ اَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى
وَوَقْتُهَا مِنْ أَدَاءِ صَلاَةِ الْعِشَاءِ اِلَى طُلُوْعِ الْفَجْرِ, فَيُسَلِّمُ
حَتْمًا مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْ أَحْرَمَ بِأَكْثَرَ عَامِدًا عَالِمًا
لَمْ تَنْعَقِدْ وَاِلَّا اِنْعَقَدَتْ نَفْلاً مُطْلَقًا . (الياقوت النفيس في
مذهب ابن ادريس : ص : 43 (دار المعرفة
2005)
Artinya: Shalat Tarawih dilaksanakan 20 rakaat pada
setiap malam bulan Ramadhan. Dalam pelaksanaannya wajib 2 rakaat-2 rakaat.
Waktunya dari selesai mengerjakan shalat Isya sampai terbit fajar. Seseorang
dipastikan memberi salam pada tiap 2 rakaatnya. Jika ia shalat lebih dari 2
rakaat sengaja- ngaja dan tahu (itu tidak sah) maka shalat Tarawihnya rusak.
Tetapi bila ia tidak sengaja atau lantaran ketidaktahuannya maka Tarawih yang
dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu menjadi shalat sunah mutlaq.
ü
Syaikh Abdul Hamid Ibn Muhammad
Ali Kudus
فَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ
مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا أَوْ أَكْثَرَ
بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ أَصْلاً اِنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا وَاِلاَّ
صَحَّتْ نَفْلاً مُطْلَقًا . (الأنوار السنية شرح الدرر البهية : ص : 112 (الحرمين د ت)
Artinya; Wajib
salam pada setiap 2 rakaat. Bila seseorang shalat 4 rakaat atau lebih dengan
sekali salam maka shalat Tarawihnya tidak sah sama sekali, jika ia
sengaja-ngaja atau mengetahui itu. Jika tidak, maka shalatnya sah menjadi
shalat mutlaq.
ü
Syaikh Ali Ma’shum al-Jogjawiy
Kerapyak
وَاعْلَمْ أَنَّ صَلاَةَ
التَّرَاوِيْحِ مَثْنَى مَثْنَى فِي مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَالشَّافِعِيَّةُ
قَالُوْا: يَجِبُ اَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَاِذَا صَلاَّهَا
أَرْبَعًا بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ لَمْ تَصِحَّ . (حجة اهل السنة والجماعة ص : 34 )
Artinya;Ketahuilah sesungguhnya shalat Tarawih itu
dikerjakan dengan 2 rakaat-2 rakaat menurut pandangan Ahlu Sunah Wal jama’ah.
Ulama mazhab Syafii berkata;” Wajib, seseorang melakukan salam pada tiap 2
rakaat. Jika ia mengerjakan shalat Tarawih 4 rakaat dengan 1
salam, maka hukum shalatnya tidak sah.
ü Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Bekasi:
قوله : (يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ) صَلاَتُهُ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وسلم أَرْبَعًا
يَحْتَمِلُ أَنَّهَا سَلاَمَانِ وَتَشَهُّدَانِ بِدَلاَلَةِ فِعْلِهِ صَلَّىاللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْلِهِ : صَلاَةُ الَّليْلِ مَثْنَى مَثْنَى, وَحَقَّقَ
عُلَمَاءُ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ
بِنِيَّةِ التَّرَاوِيْحَ لَمْ يَصِحَّ لِمُخَالَفَتِهِ بِمَا عَلَيْهِ حَدِيْثُ
رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم: صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، وَعَمَلِ
أَصْحَابِ اْلكِرَاِم رضيَ اللهُ تعالى عنَهُمْ .) مِصْباح الظَّلاَم شرح بلوغ المرام من ادلة
الأحكام : ج 2 ص : 142)
Artinya: Perkataan (Nabi shalat 4 rakaat, maka jangan
kau tanya bagaimana bagus dan panjangnya) shalat Nabi 4 rakaat mengandung
kemungkinan 4 rakaat, itu dilakukan dengan cara 2 salam dan 2 tasyahhud. Dengan adanya
perbuatan dan perkataan Nabi “ Shalat malam itu dikerjakan 2 rakaat 2 rakaat.
Ulama Mazhab Syafi’i telah mentahqiq sesengguhnya siapa saja yang shalat 4
rakaat sekali salam dengan niat shalat Tarawih, maka tidak sah. Karena
menyalahi hadis Rasulullah “ Shalat malam itu dua dua” dan juga menyalahi
amalan para sahabat mulia yang Allah telah berikan keridhaanNya kepada mereka.”
Jumlah Rakaat Dan
Kaifiyat Shalat Tarawih
Para ulama berbeda pendapat tentang
jumlah rakaat shalat Tarawih. Al-Habib Zayn Ibn Ibrahim Ibn Sumayt
berpendapat bahwa jumlah rakaat Shalat Tarawih minimal 2 rakaat. Maksimalnya 20
rakaat. Dikerjakan khusus pada setiap malam bulan Ramadhan, baik secara
sendiri-sendiri ataupun berjamaah, tetapi lebih afdhal shalat Tarawih
dikerjakan secara berjamaah.[1]
Sedangkan menurut al-Hafizh Syaikh
Abdullah al-Harariy berpendapat bahwa: ”Shalat Tarawih adalah bagian dari
Qiyam Ramadhan. Siapa yang berniat mengerjakan Shalat Tarawih, tidak boleh
kurang atau lebih dari 20 rakaat. Dengan alasan Tarawih merupakan sebuah
istilah yang telah terdefinisi dengan jelas, sebagai shalat yang dikerjakan
oleh para sahabat di zaman Sayidina Umar Ibn Khatthab khusus pada bulan
Ramadhan dengan 20 rakaat, 10 kali salam. Adapun bila seseorang berniat mengerjakan shalat Qiyam Ramadhan, maka tidak
ada batasan rakaatnya. Artinya, boleh kurang atau lebih dari 20 rakaat.[2]
Khusus bagi penduduk kota
Madinah boleh mengerjakan shalat Tarawih lebih dari 20 rakaat. Sedangkan jumlah
rakaat shalat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti
penting) dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan
yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Tetapi yang paling afdhal
mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Karena sesuai dengan amalan yang
telah dikerjakan oleh para sahabat, Tabiin dan para Salafus Sâlih.
Kalau kita mau jujur,
dengan menelusuri dan mencermati pendapat para ulama yang telah dikemukakan di
atas, hampir semua sependapat dan sepakat bahwa mengerjakan shalat Tarawih
dengan 20 rakaat itu adalah jumlah rakaat yang paling banyak dikerjakan oleh
banyak umat Islam termasuk di Masjid al-Haram Makkah sejak zaman Khalifah Umar
Ibn Khatthab sampai saat sekarang ini, dan hal itu tidak pernah berubah. Sebagaimana
telah ditegaskan oleh para imam Mujtahid; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad Ibn
Hambal dan hampir semua ulama termasuk Syaikh Ibn Taymiyyah.
Siapa lagi yang pantas
dan patut kita teladani dalam mengamalkan suatu ibadah kalau bukan para ulama Salafus
Salih, merekalah yang lebih utama dari pada kita, karena mereka
hidup dalam masa yang lebih baik dari masa kita. Rasulullah bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُم .
Artinya”Manusia terbaik adalah mereka yang hidup pada masa aku hidup
(para sahabat) kemudian generasi selanjutnya (para Tabi’in) kemudian generasi
selanjutnya (pengikut Tabi’in).”[3]
Adapun hukum
orang yang mengerjakan shalat Tarawih kurang dari 20 rakaat, seperti 8 rakaat,
maka ia tetap mendapat pahala Shalat Tarawih. Dengan catatan, 8 rakaat tersebut dikerjakan dengan salam pada tiap 2
rakaatnya. Namun pahala yang ia dapat tidak seperti orang yang mengerjakan
shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Apabila shalat Tarawih
8 rakaat itu dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam-4 rakaat sekali
salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah.
Bagi mereka
yang mengerjakan di masjid atau di mushalla shalat Tarawih dengan 8 rakaat dan
ditambah 3 rakaat shalat Witir, mereka pun masih bisa mendapatkan keafdholan
pahala shalat Tarawih dengan cara menyempurnakan bilangan rakaat shalat Tarawih
di rumah dengan menambahkan 12 rakaat, agar jumlah rakaat shalat Tarawih mereka
20 rakaat.
Para Ulama bersepakat mengatakan
berapapun bilangan rakaat shalat Tarawih yang dikerjakan, setiap 2 rakaat
diakhiri dengan salam. Adapun pendapat sekelompok orang yang mengajarkan
dan mengamalkan shalat Tarawih dengan cara 4 rakat sekali salam, 4 rakaat
sekali salam, yang semarak dikerjakan banyak orang dan sudah terlanjur
mengakar, sehingga muncul kesan bahwa praktek seperti itulah yang benar dan
perlu ditradisikan. Padahal fakta ilmiah mengatakan cara seperti itu tidak benar
dan tidak sejalan dengan ajaran para ulama Salafus Shalih. Sia-sia
mengerjakan shalat Tarawih sebulan penuh, kalau ternyata praktek ibadah yang
dikerjakan menyalahi aturan Syariat. Ini yang disebut Sial Dangkalan,
sudah cape, tenaga terkuras, waktu terbuang, pahalanya kaga ada. Laksana
orang yang nimba kubangan (kobak) besar yang ada di sawah untuk mendapatkan banyak
ikan, ternyata ia tidak dapatkan ikan karena kubangan itu sudah di cengkaling
orang.
Para
ulama Mazhab Imam Malik dan Mazhab Imam Ahmad Ibn Hambal berpendapat:”Shalat
Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali
salam itu hukumnya Makruh. Karena telah meninggalkan kesunahan
bertasyahhud dan memberi salam pada setiap 2 rakaat.[4]
Sedangkan
para ulama Mazhab Imam Syafii mengatakan: ”Shalat Tarawih yang dikerjakan
4 rakaat sekali salam, hukumnya tidak sah”.[5] Dengan alasan telah menyalahi istilah dan prosedur
shalat Tarawih yang sudah jelas definisinya.
Memang secara umum,
pelaksanaan shalat sunah ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah
rakaat setiap kali salamnya. Menurut Imam Malik dan Imam Syafii, shalat sunah,
baik di waktu malam maupun siang,
dilakukan dengan cara dua-dua yakni; setiap 2 rakaat salam. Menurut Imam Abu
Hanifah, boleh melakukannya dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, enam-enam,
delapan-delapan, dengan sekali salam (tanpa salam tiap 2 rakaatnya). Ada juga
yang membedakan antara shalat sunah malam dan siang, kalau shalat sunah malam
dikerjakan dua-dua, kalau shalat sunah siang boleh empat-empat sekali salam. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan hadis yang datang dalam masalah ini.
Sebagaimana disebutkan oleh Imam Muhammad Ibn Abdurrahman al-Dimasyqiy
dalam kitab Rahmah al-Ummah Fi Ikhtilâf al-Aimmah:
(فَصْلٌ)
وَالسُنَّةُ فيِ تَطَوُّعِ الَّليْلِ وَالنَّهَارِ اَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ . فَاِنْ سَلَّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَةٍ جَازَ عِنْدَ مَالِكٍ
وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ . وَقاَلَ اَبُوْ حَنِيْفَةَ لاَ يَجُوْزُ . وَقَالَ
فِي صَلاَةِ الَّليْلِ اِنْ شَاءَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ اَوْ أَرْبَعًا اَوْ سِتًّا
اَوْ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ . وَبِالنَّهَارِ يُسَلِّمُ
مِنْ كُلِّ أَرْبَعٍ . (رحمة الأمة بهامش كتاب الميزان الكبرى ج 1 ص : 55)
Artinya: “Disunahkan mengerjakan
Shalat sunah yang dilaksanakan di waktu malam dan siang hari dengan salam tiap
2 rakaat. Jika seseorang salam pada tiap 1 rakaat hukumnya boleh menurut Imam
Malik, Syafii dan Ahmad. Imam Abu Hanifah berkata tidak boleh. Beliau juga
mengatakan shalat malam boleh dikerjakan 2-2, 4-4, 6-6, 8-8 dengan sekali salam,
shalat sunah yang dilakukan siang hari boleh dengan 4 rakaat 1 salam”.
Dalam menyikapi
perbedaan masalah ibadah, kita tidak perlu bingung, alergi ataupun antipati.[1]
Sebab masing-masing di
antara pendapat- pendapat ulama tersebut mempunyai landasan dalil. Solusi yang
tepat untuk menyikapi perbedaan pendapat tersebut adalah dengan menerapkan
kaidah Usul Fiqh, ( اَلْخُرُوْجُ مِنَ الْخِلاَفِ مُسْتَحَبٌّ
) Artinya: ”Keluar dari perbedaan pendapat adalah suatu hal yang dianjurkan.”
Tetapi dengan catatan harus dengan mengambil pendapat yang paling sesuai dengan
prinsip hukum atau yang paling benar di antara keduanya. Yang dimaksud dengan
keluar dari perbedaan pendapat dalam konteks ini adalah mengerjakan shalat
Tarawih dengan cara 2 rakaat- 2 rakaat. Sebab, bila kita kerjakan shalat
Tarawih dengan cara 4 rakaat satu salam akan bertabrakan dengan 2 Qaul ulama.
Pertama, Qaul dalam Mazhab Imam Malik dan Mazhab Imam Ahmad Ibn Hambal yang
berpendapat:”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali salam itu hukumnya Makruh. Kedua,
Qaul dalam Mazhab Imam Syafii mengatakan:”Shalat Tarawih yang dikerjakan
4 rakaat 1 salam, tidak sah”. Tidak enak rasanya, bila di satu sisi
kita mengerjakan ibadah bertujuan mencari Ridho Allah, mengharapkan pahala dan
kekhusu’an di dalamnya, sedangkan di sisi lain para ulama mengatakan ibadah
yang kita kerjakan hukumnya Makruh atau tidak sah.
Perlu
diketahui, meskipun dalam mazhab Imam Abu Hanifah ada pendapat yang mengatakan
boleh shalat sunah malam hari dikerjakan dengan 2-2, 4-4, 6-6, 8-8 dengan
sekali salam, tapi pendapat 4 rakaat, 6 rakaat, dan 8 rakaat yang dikerjakan
dengan sekali salam tidak dijadikan hujjah (argumen) dan juga tidak diamalkan
dalam Mazhab Imam Abi Hanifah. Tetap saja shalat dengan cara 2 rakaat, 2 rakaat
yang mereka amalkan sebagai tindakan keluar dari perbedaan pendapat para ulama.
Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Syaikh Muhammad Anwâr
Syâh al-Kasymîriy al-Hindiy dalam kitabnya, al-A’rf
al-Syadziy Syarh Sunan al-Tirmidziy sebagai berikut:
وَلَمْ
يَثْبُتْ حَدِيْثٌ يُنَصُّ عَلَى أَرْبَعٍ بِالَّليْلِ بِتَسْلِيْمَةٍ، وَتَمَسَّكَ
اْلأَحْنَافُ فِي مَذْهَبِ أَبِي حَنِيْفَةَ بِحَدِيْثِ عَائِشَةَ حَدِيْثِ الصَّحِيْحَيْنِ
: كَانَ يُصَلِّي أَرْبَعاً فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ . إلخ ،
وَأَقُوْلُ : إِنَّهُ لَيْسَ بِحُجَّةٍ لَنَا، فَإِنَّ الْحَدِيْثَ مُبْهَمٌ وَلاَ
يَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ بَلْ هِيَ مَحْمُوْلَةٌ عِنْدِي عَلىَ
هَيْأَةِ التَّرَاوِيْحِ فِي زَمَانِنَا أَيْ التَّسْلِيْمَةُ عَلىَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ
وَالتَّرْوِيْحَةُ عَلَى أَرْبَعَةٍ ، وَمَرَّ عَلَيْهِ أَبُوْ عُمَرَ فيِ التَّمْهِيْدِ،
وَقَالَ فِي شَرْحِ الْحَدِيْثِ مِثْلُ مَا قُلْتُ . وَإِنَّمَا جُمِعَتْ بَيْنَ أَرْبَعٍ
لِعَدَمِ الْوَقْفَةِ وَالتَّرْوِيْحَةُ عَلَى رَكْعَتَيْنِ ، ثُمَّ وَجَدْتُ فِي السُّنَنِ
الْكُبْرَى مَرْفُوْعاً : يُصَلِّي أَرْبَعاً فَيَتَرَوَّحُ إلخ ، وَيَدُلُّ عَلَى
التَّسْلِيْمِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ عَنْ عَائِشَةَ مَا فِي مُسْلِمٍ يُسَلِّمُ بَيْنَ
كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَفِي النَّسَائِيِّ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ: يُسَلِّمُ عَلَى كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ، فَلاَ يَكُوْنُ حُجَّةً لَنَا نَاهِضَةً فَإِنَّ الرُّوَاةَ بَعْضُهُمْ
يُعَبِّرُوْنَ الْمُرَادَ مُجْمَلاً ، وَبْعضُهُمْ يُفْصِحُوْنَ بِالْمُرَادِ وَيَذْكُرُوْنَ
التَّسْلِيْمَ عَلَى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَاْلأَوَّلُوْنَ لاَ يَذْكُرُوْنَ التَّسْلِيْمَ
فَلاَ يُمْكِنُ اْلاِسْتِدْلاَلُ بِاْلإِجْمَالِ .
Artinya: Tidak ada keterangan Nash hadis shalat malam dikerjakan 4
rakaat dengan satu salam, para ulama yang berafiliasi dalam Mazhab Abi Hanifah
berpegang pada hadis Siti A’isyah riwayat Imam Bukhariy dan Muslim:”Beliau
shalat 4 rakaat maka jangan engkau tanyakan betapa elok dan lamanya”. Menurutku:”hadis
ini bukan sebagai dalil dalam Mazhab Kami, karena hadis ini tidak jelas dan
juga hadis ini bukan sebagai dalil 4 rakaat dikerjakan dengan satu salam, akan
tetapi menurutku 4 rakaat tersebut dikandungkan atas bentuk shalat Tarawih yang
dikerjakan pada zaman ini dengan memberi salam pada tiap 2 rakaat- 2 rakaat, 1
Tarwihah (istirahat) itu terdiri dari 4 rakaat. Inilah yang dijelaskan oleh
Syaikh Abu Umar dalam kitab al-Tamhîd,
beliau mengatakan komentar hadis seperti yang aku sebutkan. Penyebutan 4 rakaat
adalah gabungan (2 rakaat- 2 rakaat) karena tidak ada perhentian dan istirahat
atas 2 rakaat pertama. Aku temukan dalam kitab al-Sunan al-Kubrâ
dengan sanad yang Marfû’ bahwa: Rasulullah
shalat 4 rakaat kemudian beliau beristirahat, menjadi dalil memberi salam pada
tiap 2 rakaat, dari Siti A’isyah riwayat Imam Muslim: beliau shalat memberi
salam pada tiap 2 rakaat. Riwayat Imam Nasâiy
dari Ummi Salamah: beliau salam pada tiap 2 rakaat. Maka hal itu tidak bisa
menjadi dalil yang tegak lantaran setiap perawi hadis telah mengungkapkan
maksud yang masih Mujmal (global), sebagian mereka menjelaskan yang dimaksud
dan menyebutkan bahwa beliau memberi salam pada tiap 2 rakaat. Sedangkan
kelompok pertama tidak menyebutkan salam pada tiap 2 rakaat, maka tidak mungkin
bisa dijadikan dalil sesuatu yang masih bersifat global (umum).[2]
[1] Antipati memiliki arti penolakan atau
perasaan tidak suka; perasaan menentang objek tertentu yang bersifat persona
dan abstrak. Lihat: Tim Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2003) h. 57.
[2] Muhammad Anwâr Syâh al-Kasymîriy al-Hindiy, al-A’rf al-Syadziy Syarh
Sunan al-Tirmidziy, vol.1 (Muassasah Dhuhâ 2000) h. 488.
[1] Hasan Ibn Ahmad al-Kaf, al-Taqrirat
al-Sadidah Fi Masail al-Mufidah, vol. 1 (Dar al-Ulum: Surabaya 2004) h.
287.
[2] Al-Hafiz Abdullah al-Harariy, Bughyah
al-Thâlib Lima’rifah al-Ilm al-Diniy al-Wajib, vol. 1 (Dar al-Masyari’
2004) h. 281.
[3] Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhariy, Imam Muslim, Imam Tirmidziy, Imam Ahmad, Imam Ibn Abi Syaybah,
Imam al-Bayhaqiy, Imam Hakim, Imam al-Thabaraniy, Imam Ibn Hibban dan
lain-lain.
[4]
Lihat: Hasyiyah
al-Fawâkih al-Dawâniy Alâ Risâlah Abi Zayd al-Qayrawâniy, vol. 3 (Beirut:
Dâr al-Fikr tt) h. 464; Hasyiyah al-Adawiy Ala Syarh Kifâyah
al-Thâlib al-Rabbâniy, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr tt) h. 442; Abdurrahman
al-Jazîriy, Kitâb al-Fiqh Ala al-Madzâhib al-Arba’ah, vol. 1 (Beirut:
Dâr al-Fikr 2002) h. 290; Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh,
vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr 1989) h. 65-73.
[5] Bagi anda yang ingin
mengetahui lebih luas penjelasan argumen para ulama secara terperinci terkait
masalah tersebut, silahkan anda merujuk risalah: الجــواب الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح, yang telah kami cetak
pertama kali pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1430 H bertepatan dengan tanggal 9
Maret 2009 M.
TOLONG
SEBARKAN>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
By
Khadimul Janabin Nabawiy
H. Rizqi Zulqornain al-Batawiy
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ
لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي
إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ، وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ
.
اللهمَّ صلَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَولاَنَا مُحَمَّدِنِ الفَاتِحِ لِمُـغْلَقَاتِ خَزَائِنِ
العَوالِمِ الوجُودِيَّةِ الَّتِي برَزَتْ مِنْ حَيْزِ بُطُونِ العَدمِ
الأَزَلِيِّ الْمَقْهُوْرِ . إِلَى سَاحَاتِ مَيَادِينِ الظُّهُورِ . والَخاتِمِ
لِمَا سَبَقَ فِي عِلمِ اللهِ بُروزُ سرِّهِ مِن أَوامِرِ مَظَاهِرِ الْمَمْلَكَةِ
الإلهِيةِ الذِي هُوَ قُطبُ رَحَاهَا وشُؤونُهَا عَلَيهِ تَدُورُ . نَاصِرِ أَعْلاَمِ
دَولَةِ الْحَقِّ بِجَحَافِلِ جُيُوشِ الصِّدْقِ الْمُبِيدَةِ بِبَوَارِقِ
أَسِنَّتِهَا الْمُحَمَّدِيةِ الأَحْمديةِ طَوَاغِيتَ الإِجْحَافِ وَالظُّلَمِ
وَالْجُورِ . وَالْهَادِي إِلَى الصِّرَاطِ الْمُستَقِيمِ والْمَنهَجِ
الرَّبَّانِي القَوِيْمِ بِالسِّيَاسَةِ الْحَقَّانِيةِ وَالْمَعرِفَةِ التَامةِ
الإيقَانِيَةِ وَالْحِكمَةِ البَالِغَةِ وَالْحُجةِ الدّامِغَةِ السَّاطِعَةِ
النُّور . اللهمَّ صلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيهِ وَعَلَى آلِهِ الأَفْرَادِ
البُدُورِ . وَصحَابَتِهِ الأمْجَادِ الصُّدُور . حَقَّ قَدرِهِ الفَخِيمِ فِي
سَائِرِ الْحَضرَات والْخطَرَاتِ، وَمِقدَارِهِ العَظِيمِ عِندَ رَبِّ البَرِيَّاتِ،
صَلاَةً جَامِعَةً لامِعَةً نَافعةً رَافِعَةً مَانِعَةً يَانِعَةً تَتَوَالَى ما
قُرِئَتِ السُّطُورُ . وتفتقَ رتقُ الدهُورِ
بِتَعَاقُبِ أَدْوَارِ الأمُور . نَجِدُهَا يَا أللهُ ذَخِيْرةً وَعُمدَةً،
وزَادًا
وَعُدَّةً يَوْمَ الْعَرَضِ وَالنُّشُوْرِ .
7 komentar:
Izin Share :D
dengan senang hati
HADITS-HADITS TENTANG ROKA’AT DAN KAIFIYYAT QIYAMU ROMADHAN ( TARAWIH )
1. Tarawih dengan Roka’at 8 + 3
حدثنا عثمان بن عبيد الله الطلحي الكوفي ، حدثنا جعفر بن حميد ، حدثنا يعقوب بن عبد الله القمي ، عن عيسى ابن جارية ، عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال : صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم في شهر رمضان ثمان ركعات وأوتر
Dari Jabir bin Abdillah Ra ia berkata : Rasulullah Saw shalat mengimami kami delapan roka’at pada malam Romadhan dan beliau melakukan witir.
HR At Thabrani Al Mu’jam As Shaghir 1:190, Ausath 4:440-441 No 3743- 3745, Fathur Robani 5:15, Ibnu Khuzaimah 2:138 No 1070, Abu Ya’la 3:336-337 No 1801, Ibnu Hibban 4:110.
Hadits ini dlaif, pada sanad ada Rawi : Isa bin Jariyah Al Anshari Al Madini.
Abu Daud berkata : Dia munkarul hadits
An Nasa’i berkata : Dia itu matruk
Ibnu Adi berkata : Hadits-haditsnya tidak mahfudh (tidak shahih)
Ibnu Hajjar berkata : padanya ada kelemahan.
Ad Duafau wal Matrukin :261 No 423, Tahdzibul Kamal 22:589 No 4619, Al Kamil 2:285, Taqribut Tahdzib; 766 No 5323, Mizanul I’tidal 3:311 No 6555
2. Tawawih 20 Roka’at dengan Witir
(انبأ) أبو سعد المالينى ثنا أبو احمد بن عدى الحافظ ثنا عبد الله بن محمد بن عبد العزيز ثنا منصور بن ابى مزاحم ثنا ابو شيبة عن الحكم عن مقسم عن ابن عباس قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلى في شهر رمضان في غير جماعة بعشرين ركعة والوتر
Dari Ibnu Abbas Ra ia berkata : Nabi Saw pernah shalat pada bulan Ramadhan dua puluh raka’at dan witir dengan tidak berjama’ah.
Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 2:285, At Thabrani Al Mu’jam al Kabir 11:393, Ausath 1:144, Al Baihaqi As Sunanul Kubra 2:496.
Semua sanad hadits ini melalui rawi yang sama yaitu Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman, dia rawi yang dlaif.
Yahya bin Ma’in berkata : Dia tidak kuat
An Nasa’i dan Abu Bisyrin Ad Dulabi berkata ; dia munkarul hadits ( haditsnya ditinggalkan)
At Tirmidzi berkata : Dia munkarul hadits
Imam Al Bukhari berkata : Sakatu Anhu (derajatnya sangat lemah)
Tahdzibul Kamal 2:148 No 212, Mizanul I’tidal 1:48 no 145
3. Tarawih 20 Roka’at tanpa Witir
(وقد اخبرنا) أبو عبد الله الحسين بن محمد بن الحسين بن فنجويه الدينورى بالدامغان ثنا احمد بن محمد بن اسحاق السنى انبأ عبد الله بن محمد بن عبد العزيز البغوي ثنا على بن الجعد انبأ ابن ابى ذئب عن يزد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال كانوا يقومون على عهد عمر بن الخطاب رضى الله عنها في شهر رمضان بعشرين ركعة
Dari Yazid bin Khushaifah dari As Saib bin Yazid ia berkata ; orang-orang shalat malam pada masa Umar bi Khatab Ra di bulan Romadhan dengan dua puluh roka’at. HR Al Baihaqi As Sunanul Kubro 2:496
Yazid bin Khushaifah salah seorang rawi di hadits ini oleh imam Ahmad bin Hanbal ditajrih Munkarul hadits.
Tahdzibut Tahdzib 11:340, Mizanul I’tidal 4:430, Tahdzibul Kamal 32:173
4. Tarawih dengan 23 Raka’at
حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ أَنَّهُ قَالَ كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً
Dari Yazid bin Ruman ia berkata : Orang-orang pada zaman Umar bin Khatab shalat tarawih dua puluh tiga roka’at.
HR Al Muwattha’ 1:73 No 5, Al Baihaqi As Sunanul Kubro 2:496.
Hadits ini dla’if mursal sebab Yazid bin Ruman tidak sezaman dengan Umar bin Khatab.
Al Waqidi berkata : Yazid bin Ruman wafat th 130 H, sedangkan Umar wafat th 23 H. Dengan demikian ada selisih 107 tahun dari wafatnya Umar, para Ulama telah sepakat bahwa Yazid bin Ruman tidak hidup pada zaman Umar.
Nasbur Royah 2:154, Al Mu’jam Syarah Al Muhadzab 4:33, Umdatul Qari 5:357, Tahdzibul Kamal 21:317 dan 32:123.
5. Tarawih 11 Roka’at
حدثنا أبو محمد عبد الله بن يونس قال ثنا بقي بن مخلد رحمه الله قال ثنا أبو بكر قال ثنا يحيى بن سعيد القطان عن محمد بن يوسف أن السائب أخبره أن عمر جمع الناس على أبي وتميم فكانا يصليان إحدى عشرة ركعة يقرآن بالمئين يعني في رمضان.
Dari Muhammad bin Yusuf bahwasannya As Saib bin Yazid mengkhabarkan, sesungguhnya Umar Ra mengumpulkan orang-orang untuk berma’mum kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim (Ad Dari) sebelas raka’at, mereka membaca lebih dari seratus ayat yakni di bulan Ramadhan.
HR Ibnu Abi Syaibah, Al Mushanaf 2:282 No 7671
Kaifiyyat ( cara melaksanakan ) 11 raka’at pada hadits di atas diterangkan secara khusus oleh Shahih Bukhari dengan kaifiyyat, 4 raka’at, 4 raka’at lalu 3 raka’at, sebagaimana hadits berikut :
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى رَمَضَانَ ؟ فَقَالَتْ : مَاكَانَ رسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْذُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَهُ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَتَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَتَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا.
Dari Abu Salamah Bin Abdur Rahman Sesungguhnya ia bertanya pada Aisyah istri Nabi SAW bagaimanakah cara sholat Rosulullah SAW di Bulan Romadhan ? Aisyah menjawab : Rosulullah SAW sholat, tidak lebih dari 11 rokaat baik di bulan Romadhan dan di bulan yang lainnya Beliau sholat 4 rokaat , jangan kamu tanya tentang bagus dan lamanya kemudian sholat 4 rokaat , jangan kamu bertanya tentang bagus dan lamanya lalu sholat 3 rokaat.
HR Bukhari 3 : 5, Fathul Bari 3 : 40 No 1137, Al Mutta 1 : 76 No 259, Abu Daud 2 : 40 No 1351,
At Tirmidzi 1 : 442 No 439, An Nasai 3 : 233 No 169, Muslim 1 : 329 No 738.
Sholat 4 + 4 + 3 ini selain merupakan salah satu pilihan dari beberapa kaifiyat sholat witir, tahajjud, atau qiyamul lail, juga merupakan kaifiyat khusus untuk tarawih ( Qiyamu Romadhan). Hal ini berdasarkan beberapa alasan:
1. Tidak ada satu dalilpun yang jelas dan tegas untuk tarawih selain 4 + 4 + 3
2. Aisyah lebih mengetahui dari semua manusia tentang sholat malamnya Nabi SAW baik di Romadhan atau di luar Romadhan
3. Abu Salamah Bin Abdur Rahman menanyakan secara khusus kepada Aisyah tentang kaifiyat sholat tarawihnya Nabi SAW dengan pertanyaan “ Bagaimanakah tata cara sholat nya Rosulullah SAW di bulan Romadhan”
4. Abu Salamah Bin Abdur Rahman bertanya kepada Aisyah dua kali yaitu tentang sholat tahajjudnya Nabi dan tentang tarawih.
5. Aisyah bukan hanya shohibul hikayat (bercerita) tapi juga sebagai shohibul waqi’ (pelaku tarawih 4+4+3)
6. Dalil tarawih 4+4+3 bersifat qothiyud dlilalah (penunjukkannya pasti) karena selain dengan pertanyaan yang khusus dari Abu Salamah Bin Abdur Rahman kepada Aisyah juga ada penunjukkan yang pasti yaitu dengan kalimat “fi Romadhan”
7. Jika tarawih menggunakan dalil Qiyamul lail lalu kaifiyat yang mana yang akan diambil dari sekian banyak kaifiyat yang ada bahkan untuk mengamalkan dengan dalil sholatul lail matsna-matsna pun harus mengamalkan semua dalil matsna-matsna yang ada.
8. Sholat tarawih selain 4 + 4 + 3 dengan dalil sholatul lail matsna-matsna atau dengan dalil qiyamul lail tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan sholat tarawih karena semua dalilnya bersifat dzaniyud dlilalah (penunjukannya tidak pasti).sebab yang namanya sholatul lail mungkin Romadhan mungkin juga bukan Romadhan.Dalam Kaidah Ushul Fiqih:” sesuatu yang belum pasti dapat digugurkan dengan sesuatu yang sudah pasti”
Catatan yang perlu diINGAT
1. Syari'at Islam, diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah saw
2. Tata Cara semua Ibadah sudah dicontohkan oleh Nabi saw
3. Tidak ada keterangan yang JELAS bahwa UMAR BIN KHATHAB tarawih 20 / 23 raka'at
4. Keterangan2 yang menyatakan bahwa sholat tarawih 4 raka'at satu salam tidak sah dalam forum ini, bukan berasal dari Nabi saw, Sahabat, Tabi'in maupun Tabi'ut Tabi' melainkan dari para Syaikh.
5. Kita dituntut untuk beruswah kepada Rasulullah saw, dalam segala Ibadah, sebab dalam diri Rasul terdapat uswatun hasanah.
6. Kita diperintahkan ta'at hanya kepada Allah dan Rasul saw, adapun kepada Pemimpin hanya patuh selagi pemimpin memegang teguh sunnah, jika berlainan pendapat, kembalikan kepada Qur'an dan Sunnah
Kami tidak bermaksud mendebat, cuma memberi tanggapan ILMIAH karena kita manusia yang berfikir, Ibadah apapun harus sesuai dengan contoh dan kaifiyyat nya dengan ibadah Rasulullah saw
Ucapan Para Imam 4 Madhab: Jika ada perkataanku yang menyalai hadits yang shohih, maka tinggalkanlah perkataanku dan berkatalah dengan hadits yang shohih itu, sebab hadits yang shohih itulah MADZHABku
MARHABAN BIKUM WA JAZAKUMULLAH KHAIRON YA AKHII.
BACA DULU TULISAN DI ATAS BIAR JELAS JANGAN AMEN SODOK AJA ENTE. ANA BUKAN MEMPERKARAKAN JUMLAH RAKAATNYA. YANG ANE TANBIH HANYA URUSAN KAIFIYAT 4 RAKAAT SATU SALAM.
Hadis Siti Aisyah sebagai berikut:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.
Artinya: Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian aku bertanya ”Ya Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat Witir”? Kemudian beliau menjawab: ”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah tidur”.
ada cara lain yang paling mudah untuk memahami hadis Siti Aisyah yakni dengan mencari ucapan Aisyah sendiri pada lain kesempatan. Kita tentu berhak mempertanyakan kembali apakah yang dimaksud Siti Aisyah 4 rakaat benar-benar sekali salam??? Ternyata Siti Aisyah sendiri sebagai periwayat hadis 4-4 menjelaskan dalam hadis lain bahwa yang dimaksud dengan 4 rakaat pelaksanaannya adalah dengan 2-2.
Perhatikanlah penjelasan Siti Aisyah riwayat Imam Muslim dalam kitab shahihnya pada hadis berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلْإِقَامَةِ.
Artinya: Dari Aisyah berkata: ”Seringkali Rasulullah melakukan shalat antara selesai shalat Isya yang disebut orang dengan shalat ’Atamah sampai Fajar beliau mengerjakan shalat 11 rakaat, beliau melakukan salam pada tiap 2 rakaat dan melakukan 1 rakaat Witir. Apabila seorang Muadzzin selesai dari azan shalat Shubuh yang menandakan fajar telah datang, Muadzzin tersebut mendatangi beliau beliau pun melakukan shalat 2 rakaat ringan setelah itu beliau berbaring (rebah-rabahan) atas lambungnya yang kanan sampai Muadzzin itu mendatangi beliau untuk Iqamah.”
Menurut ketentuan, jika seseorang telah menjelaskan maksud dari ucapannya sendiri, maka tidak ada seorang pun berhak memberikan penafsiran atau pemahaman yang menyalahinya. Nampak jelas, shalat dengan 2-2 rakaat lebih kuat ketimbang 4 rakaat sekali salam. Dengan kata lain shalat 2-2 rakaat terjamin kebenaran dan keabsahannya.
MARHABA
Posting Komentar