Kamis, 27 Juni 2013

Hakikat Dan Hikmah Shalat Tarawih



PENDAHULUAN

Bulan Ramadhan adalah salah satu dari dua belas bulan yang ada sebagai bulan istimewa, penuh berkah, rahmat dan ampunan. Yakni, bulan Ramadhan memiliki beberapa keistimewaan yang luar biasa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, di antaranya adalah sebagai bulan dimana al-Quran diturunkan, juga bulan yang di dalamnya terdapat Lailatul Qadr. Selain di dalamnya terkandung nilai-nilai ubûdiyyah yang bersifat uhkrawi, juga mengandung nilai-nilai hidup duniawi. Banyak hikmah yang bisa kita raih pada bulan tersebut, yang semuanya mengarah kepada peningkatan makna kehidupan, peningkatan nilai diri, spritual dan pensucian jiwa. Oleh sebab itu, Rasulullah menganjurkan umatnya untuk meningkatkan dan memperbanyak ibadah untuk bertaqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) dalam menyambutnya. Di antara kegiatan keagamaan yang umumnya dilakukan umat Islam pada bulan Ramadhan adalah Qiyam Ramadhan, atau yang biasa disebut dengan shalat Tarawih.

Sesungguhnya masalah shalat Tarawih adalah masalah yang sudah tuntas dan sudah selesai dibahas oleh para ulama pada masa klasik. Akan tetapi ada gejala atau fenomena  yang mengkhawatirkan serta mengejutkan karena muncul sebagian kelompok yang membid’ahkan dan menyalahkan pelaksanaan shalat Tarawih 20 rakaat. Mereka berpendapat bahwa shalat Tarawih itu hanya 8 rakaat dilakukan dengan 4 rakaat sekali salam- 4 rakaat sekali salam. Mereka juga mengatakan ”Manakah yang lebih afdhal mengerjakan Tarawih dengan sunah Nabi atau mengerjakan Tarawih hasil ijtihad Umar Ibn Khathab”.? 

Sebuah pertanyaan sederhana, yang memerlukan jawaban yang tidak sesederhana pertanyaannya, karena dikhawatirkan dengan jawaban sederhana akan menimbulkan jawaban yang justru menjerumuskan. Berawal dari sinilah, penulis mengetengahkan sebuah tulisan yang mencoba mencari haqiqat Qiyam Ramadhan dari hadis Rasulullah, atsar para sahabat dan juga pendapat para ulama Salaf al-Sâlih dengan harapan dapat mengetahui bagaimana sebenarnya shalat Tarawih itu menurut tuntunan yang diajarkan Rasulullah, bagaimanakah menurut yang diamalkan oleh para sahabat dan Tabi’in, juga bagaimanakah menurut pendapat para ulama Salaf al-Sâlih.? 

Dengan demikian, kita dapat mengetahui jawaban yang sebenarnya dan pada gilirannya nanti kita dapat mengamalkan shalat Tarawih dengan penuh ketenangan dan kekhusy’uan.

A.  Pengertian Tarawih Secara Etimologi
Lafaz Tarawih adalah bentuk jama’ (plural) dari kata tunggal Tarwîhah ( الترويحة ) yang berarti: istirahat. Menurut ethimologi berasal dari kata murâwahah ( مـراوحـة ) berarti saling menyenangkan dengan wazan Mufâ’alahnya al-Râhah ( الراحـــــــة ) yang berarti merasa senang. Term ini merupakan bentuk lawan kata dari al-Ta’ab yang berarti letih atau payah. 

B.  Pengertian Tarawih Secara Terminologi
Shalat Tarawih adalah shalat sunah yang khusus dilaksanakan hanya pada malam-malam bulan Ramadhan. Dinamakan Tarawih karena orang yang melaksanakan shalat sunah di malam bulan Ramadhan beristirahat sejenak di antara dua kali salam atau setiap empat rakaat. Sebab dengan duduk tersebut, mereka beristirahat karena lamanya melakukan Qiyam Ramadhan. Bahkan, dikatakan bahwa mereka bertumpu pada tongkat karena lamanya berdiri. Dari situ kemudian, setiap empat rakaat (dengan 2 salam) disebut Tarwihah, dan semuanya disebut Tarawih. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-A’sqallâniy dalam kitab Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy sebagai berikut:
سُمِّيَتِ الصَّلَاةُ فِي الْجَمَاعَةِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ التَّرَاوِيحَ لِأَنَّهُمْ أَوَّلَ مَا اجْتَمَعُوْا عَلَيْهَا كَانُوا يَسْتَرِيحُوْنَ بَيْنَ كُلِّ تَسْلِيمَتَيْنِ .
Artinya: Shalat jamaah yang dilaksanakan pada setiap malam bulan Ramadhan dinamai Tarawih karena para sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salam.[1]

Shalat Tarawih disebut juga shalat Qiyam Ramadhan yaitu shalat yang bertujuan menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan. Shalat Tarawih termasuk salah satu ibadah yang utama dan efektif guna mendekatkan diri kepada Allah. Imam Nawawi al-Dimasyqiy mengatakan: yang dimaksud Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarawih.[2] Maksud dari perkataan Imam Nawawi al-Dimasyqiy dijelaskan oleh al-Hâfiz Imam Ibn Hajar al-A’sqallâniy, sebagai berikut:
يَعْنِي أَنَّهُ يَحْصُلُ بِهَا الْمَطْلُوبُ مِنَ الْقِيَامِ لَا أَنَّ قِيَامَ رَمَضَان لَا يَكُون إِلَّا بِهَا .
Artinya:Qiyam Ramadhan dapat dilakukan dengan shalat apa saja termasuk shalat Tarawih. Namun, ini bukan berarti Qiyam Ramadhan hanya sebatas shalat Tarawih saja”.

Maksud dari perkataan Imam Ibn Hajar al-A’sqallâniy adalah shalat Tarawih itu merupakan bagian dari Qiyam Ramadhan[3].

Pada zaman Rasulullah, istilah Tarawih belum dikenal. Rasulullah dalam hadis-hadisnya juga tidak pernah menyebut kata-kata Tarawih. Semua bentuk ibadah sunah yang dilaksanakan pada malam hari, lebih familiar disebut Qiyam Ramadhan, tidak disebut shalat Tarawih sebagaimana banyak ditemukan dalam teks-teks hadis. Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut;
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ . (صحيح مسلم)
Artinya:” Siapa saja yang melaksanakan ibadah pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”.

Dalam riwayat hadis Shahih mengatakan shalat Qiyam Ramadhan secara berjamaah di zaman Rasulullah hanya beberapa malam saja. Beliau melaksanakan shalat Qiyam Ramadhan secara berjamaah hanya dalam 2 atau 3 kali kesempatan. Kemudian, beliau tidak melanjutkan shalat tersebut pada malam-malam berikutnya karena khawatir ia akan menjadi ibadah yang diwajibkan. Seperti yang terdapat pada keterangan hadis sebagai berikut;
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ. (صحيح مسلم)
Artinya; Dari Siti A’isyah sesungguhnya Rasulullah pada satu malam shalat di masjid, maka para sahabat mengikuti beliau shalat. Kemudian beliau shalat pada malam berikutnya, para sahabat yang ikut berjamaah menjadi semakin banyak. Selanjutnya pada malam ketiga atau keempat para sahabat berkumpul ternyata Rasullah tidak keluar menemui mereka. Keesokan harinya beliau berkata: “ Aku mengetahui apa yang kalian lakukan tadi malam. Tidak ada yang menghalangiku keluar menemui kalian selain dari kekhawatiranku kalau-kalau shalat itu diwajibkan atas kalian”. Yang demikian itu terjadi di bulan Ramadhan.” 
                                                                                                             
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Ibn Ismâîl al-Shan’âniy (W.1182 H/1768 M), dalam kitab Subul al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm mengatakan: Penamaan shalat Tarawih itu seolah-olah yang menjadi dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqiy dari Siti A’isyah sebagai berikut:
وَأَمَّا تَسْمِيَتُهَا بِالتَّرَاوِيحِ فَكَأَنَّ وَجْهَهُ مَا أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ قَالَتْ  كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي اللَّيْلِ ثُمَّ يَتَرَوَّحُ فَأَطَالَ حَتَّى رَحِمْتُهُ  قَالَ الْبَيْهَقِيُّ تَفَرَّدَ بِهِ الْمُغِيرَةُ بْنُ دِيَابٍ وَلَيْسَ بِالْقَوِيِّ فَإِنْ ثَبَتَ فَهُوَ أَصْلٌ فِي تَرَوُّحِ الْإِمَامِ فِي صَلَاةِ التَّرَاوِيحِ .
Artinya; Adapun penamaan shalat itu dengan nama Tarawih seakan-akan jalannya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqiy dari Siti A’isyah ia berkata:”Sering kali Rasulullah mengerjakan shalat 4 rakaat pada malam hari, lalu beliau Yatarawwah (beristirahat) dan beliau melamakan istirahatnya hingga aku merasa iba”. Menurut Imam al-Bayhaqiy, bahwa hadis ini diriwayatkan melalui sanad al-Mughirah dan ia bukan orang yang kuat. Jika hadis ini memang jelas ketetapannya maka hadis inilah yang menjadi landasan Tarwihah (istirahat) imam pada waktu shalat Tarawih tersebut.[4]

Dari keterangn hadis-hadis shahih di atas, jelas bahwa tidak ada ketentuan yang baku dari Rasulullah tentang jumlah rakaat shalat Qiyam Ramadhan. Hadis-hadis shahih yang marfu’ (bersumber dari Rasulullah) tidak pernah menjelaskan berapa rakaat beliau melakukan Qiyam Ramadhan.

Kesimpulannya, dalam konteks shalat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti penting) dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Sedangkan dalam konteks shalat Tarawih maksimalnya adalah 20 rakaat.

C.  Hukum Shalat Tarawih
Shalat Tarawih hukumnya sunah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan) bagi setiap laki-laki dan wanita yang dilaksanakan pada tiap malam bulan Ramadhan.

      D. Waktu shalat Tarawih
Waktu pelaksanaan shalat Tarawih dimulai setelah shalat Isya, berakhir sampai terbit fajar. Bagi yang belum melaksanakan shalat Isya, tidak diperkenankan melakukan shalat Tarawih. Bahkan shalat Tarawihnya menjadi tidak sah. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabiliy:
وَالتَّـرَاوِيْحُ عِشْرُوْنَ رَكْـعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ , وَلَوْ صَـلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ أَوْ قَبْلَ فَرْضِ الْعِشَاءِ بَطَلَتْ  .
Artinya: Shalat Tarawih dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Seandainya seseorang shalat 4 rakaat dengan satu salam, atau ia shalat Tartawih sebelum shalat fardhu Isya maka batal shalat Tarawihnya.[5]
Tata cara yang afdhal dalam shalat Tarawih adalah dikerjakan setelah melakukan shalat fardu Isya dan Ba’diyah Isya. Lebih utama lagi apabila shalat Tarawih dikerjakan di akhir malam. Syaikh Umar Ibn Muzhaffar Ibn Wardiy (W. 749 H) mengatakan dalam Nazhamnya terkenal dengan sebutan Bahjah al-Hâwiy yang terdiri dari 5000 bait sebagai berikut:[6]

كَذَا التَّرَاوِيْحُ وَحَيْثُ يَفْصُلُ    وَبَعْدَ نَفْلِ اللَّيْلِ فَهْوَ أَفْضَلُ
Artinya: ”Begitu juga (shalat yang disunahkan antara shalat Fardhu Isya sampai Fajar) adalah shalat Tarawih sekira di fashalkan dan dilakukan setelah shalat sunah malam (Tahajjud) itu lebih afdhal.”

        E. Hikmah Shalat Tarawih
Adapun hikmah shalat Tarawih ialah menguatkan, merilekskan dan menyegarkan jiwa serta raga guna melakukan ketaatan. Selain itu, untuk memudahkan pencernaan makanan setelah makan malam. Sebab, apabila setelah berbuka puasa lalu tidur, maka makanan yang ada dalam perut besarnya tidak tercerna, sehingga dapat mengganggu kesehatannya dan membuat jasmani menjadi lesu dan rusak.[7]

Yang harus diperhatikan ada jeda yang cukup setelah makan besar, baik setelah berbuka puasa atau setelah sahur dengan tidur. Karenanya, Rasulullah menganjurkan Ta’khir Sahur yakni makan sahur dilakukan mendekati waktu subuh, agar setelah sahur langsung shalat Subuh tidak tidur lagi. Jadi, bukan santap sahur pukul 02:00, lalu tidur lagi. Alasannya, sewaktu tidur tubuh menjadi sangat rileks, sehingga gerakan usus menjadi lambat sekali, sedangkan kita makan sampai perut penuh. Jadi, metabolisme (proses perputaran) pencernaan terganggu, karena makanan terus-menerus berada di dalam usus. Penulis teringat ungkapan ulama yang pernah disebutkan oleh orang tua kami Abuya K.H Saifuddin Amsir ketika beliau memberikan penjelasan Taqrir kitab Ta’lîm al-Muta’allim karya Syaikh Burhanuddin al-Zarnûjiy sebagai berikut:
اِذَا تَغَـدَّيْتَ فَنَـمْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ اْلغَنَمِ

وَاِذَا تَعَشَّيْتَ فَـدُرْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ الْجُـدُرِ
Artinya: ”Apabila engkau makan siang maka boleh engkau tidur setelahnya sekalipun di atas kepala kambing, dan apabila engkau makan malam maka berjalan/berkelilinglah sekalipun di atas tembok (jangan langsung tidur).” 

Syaikh Ali Ibn Ahmad al-Jurjâwiy (W. 1340 H/1922 M) salah seorang tokoh ulama al-Azhar, Kairo; Mesir, dalam sebuah kitabnya yang bernama Hikmah al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu mengatakan:”Telah banyak doktor dari negara barat yang mengatakan bahwa umat Islam yang menjalani ibadah puasa dengan shalat-shalat yang biasa mereka kerjakan setelah shalat Isya telah membuat mereka terhindar dari aneka penyakit yang hampir membahayakan mereka. Mr. Edwar Leeny mengatakan:” Suatu hari saya diundang makan dalam acara buka puasa oleh salah seorang saudagar muslim yang sukses. Saya melihat banyak di antara mereka menyantap hidangan yang tersedia dengan lahap dan sangat banyak sehingga, saya berkeyakinan bahwa mereka pasti akan mengalami gangguan pencernaan pada perut mereka. Kemudian waktu datang waktu Isya mereka berbondong-bondong mengerjakan shalat Isya dan dilanjutkan dengan shalat Tarawih. Seketika melihat itu, saya menyimpulkan dan berkeyakinan bahwa gerakan-gerakan yang mereka lakukan di saat mengerjakan shalat sangat bermanfaat dalam mengembalikan tenaga dan semangat serta menghindari mereka dari berbagai macam penyakit yang mengancam mereka. Dari situlah saya yakin bahwa agama Islam memang benar-benar bijaksana dalam Syariatnya”.[8]

Khadimul Janabin Nabawiy
H. Rizqi Zulqornain al-Batawiy 



انظرْ لِتلكَ الشجرَة .. ذاتِ الغصونِ النضِرَة
كيفَ نَمَتْ مِنْ حبّةٍ .. وكيفَ صارتْ شجرَة
فَابحثْ وقُلْ مَنْ ذا الّذِي يُخرِجُ مِنها الثمرَة
ذاكَ هوَ اللهُ الذي أنعُمُهُ مُنهَمِرَة
ذو حكمةٍ بالغةٍ وقدرةٍ مقتدِرَة
• • •
وانظرْ إلَى الشمسِ التي جذوتُها مستَعِرَة
فيها ضياءٌ وبِها حرارةٌ مُنتَشِرَة
مَنْ ذا الذي أوجدَها في الجوّ مثلَ الشَّرَرَة
ذاكَ هوَ اللهُ الذي أنعُمُهُ مُنهَمِرَة
ذو حكمةٍ بالغةٍ وقدرةٍ مقتدِرَة
• • •
أنظرْ إلى اللّيلِ فَمَنْ أوجدَ فيهِ قَمَرَه
وزانَهُ بِأنجُمٍ كالدُّرَرِ المنتَثِرَة
ذاكَ هوَ اللهُ الذي أنعُمُهُ مُنهَمِرَة
ذو حكمةٍ بالغةٍ وقدرةٍ مُقتدِرَة
• • •
وانظرْ إلى المرءِ وقُلْ مَنْ شقَّ فيهِ بصَرَه
مَنْ ذا الذي جهّزَهُ بقدرةٍ مبتكِرَة
ذاكَ هوَ اللهُ الذي أنعُمُهُ مُنهَمِرَة
ذو حكمةٍ بالغةٍ وقدرةٍ مقتدرة (الشاعر معروف الرصافي رحمه الله)


 




[1]Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar al-A’sqallâniy, Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy, vol. 4 (Beirut: Dâr al-Fikr 2000) h. 778.
[2] Abu Zakariyyâ Yahyâ Ibn Syarf Nawawiy al-Dimasyqiy, al-Minhâj Fi Syarh Muslim Ibn Hajjâj,  vol. 6 (Beirut: Dâr al-Fikr 200) h. 34.  
[3] Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar al-A’sqallâniy, Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy, vol. 4 h. 779.
[4] Muhammad Ibn Ismâîl al-Shan’âniy, Subul al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm, vol. 2 (Beirut: Dâr al-Fikr 1991) h. 22.    
[5]  Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabiliy, al-Anwar Li A’mal al-Abrar, vol. 1 (Mathbaah al-Jamaliyyah 1910) h. 80.
[6] Umar Ibn Muzhaffar Ibn Wardiy, Bahjah al-Hâwiy, ((Beirut: Dâr al-Fikr 1994) h. 31
[7] Muhammad Ilyas Marwal, Kritik atas pembid’ahan Shalat Tarawih 20 rakaat, (Jakarta: Pustaka Firdaus 2008) h. 24.
[8] Ali Ibn Ahmad al-Jurjâwiy, Hikmah al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu, vol. 1 (Jedah: al-Harâmayn t.t) h. 150.

PANTUN BETAWI (SHALAT TARAWIH)

PANTUN BETAWI

Beli ban di uwa rindon.
Ada uban ditaro jerami.
Marhaban Ya Ramadhon.
Marhaban Syahros Shiyami.

Sodara mindon dari Kwitang.
Gelar sejadah di bulakan.
Bulan Ramdhon telah datang.
Mari ibadah kita tingkatkan.

Naek delman ke kampung Muara.
Pulang-pulang beli markisa.
Orang beriman pada gembira.
Yang kurang iman pada gelisah.

Baju koko dari kebayoran.
Ada cewe menangkap ikan.
Puasa, shodaqoh, membaca al-Qur’an.
Sholat Taraweh ama I’tikaf jangan dilupakan.

Jengkol bewe dibawa ke kota Jedah.
Duduk sesaat ngiket buntelan.
Sholat Taraweh hukumnya Sunnah Muakkadah.
20 rakaat lebih mendapat keafdholan.

Malam Jumaat beli kue talam.
Ikan sepat, nasi kebuli keminyakan.
Tiap 2 rakaat, wajib memberi salam.
4 rakaat sekali salam, ulama salahkan.

Sisik Melik di air keruh.
Ada kopi di bawah bantal.
Mazhab Ahmad, Imam Malik berkata ”Makruh.”
Mazhab Imam Syafii berkata ”Batal.”


Naek beca ke rumah mantu.
Ketepeng reges daon paya pada tumpah.
Liat aja kitab Fiqih Islam Wa adillatuh.
Lebih teges lagi ente baca kitab Nihayah ama Tuhfah.

Jam satu ke Pedaengan pake sendal lili.
Pulangnya beli kelapa, paya ama kembili.
Fiqih Islam Wa adillatuh karangan Wahbah Zuhayli.
Tuhfah, Nihayah karya Ibn Hajar dan Imam Romli.

Makan urab pake ikan asin.
Metik pete di kobak perin.
Kitab-kitab udah ane tulisin.
tinggal ente baca ama ente pikirin.

Ke rawa nyasar dapat ikan pala tima.
Beli gado-gado di Bambu apus pake ampela.
Siapa yang berjiwa besar, bisa nerima.
Orang bodoh, ape mampus tetep keras kepala.

Kaen katun kesangkut pahat.
Ikan belanak mati direndem.
Pantun ini buat nasehat.
Kalo ada yang kaga enak jangan pada dendem.

Pohon saga bercabang tujuh.
Buah ciplukan udah pada mateng.
Siapa aja yang kaga setuju.
Ane persilahkan dia dateng.

Rebah-rebahan di pohon korma.
Sumur Zamzam banyak yang liat.
Mudah-mudahan ibadah kita diterima.
Panjang umur sehat wal afiat.



 Khadimul Janabin Nabawiy
H. Rizqi Zulqornain al-Batawiy