KYAI & PENDETA
Komunikasi di Sebrang Muara
Di pinggiran sebuah muara sungai, dua insan saling menyapa berbahasa isyarat, sedangkan di tengah sungai berdiri tegar seorang pemuda menaiki sampan. Ooo, rupanya dua insan yang saling berada di sebrang muara sungai itu adalah sang kyai yang baru pulang berta’lim di masjid dan sang pendeta yang habis berkhotbah di gereja
Pendeta, Dari kejauhan mengacungkan telunjuk jemari tangannya
Kyai, Balas dengan mengacungkan dua jari tangannya
Pendeta, Mengacungkan lagi tiga jemari tangannya
Kyai, Balas dengan mengacungkan empat jemari tangannya.
Pendeta, Mengacungkan lagi lima jemari tangannya sambil direbahkan
Kyai, Balas dengan mengepal tangannya sambil diayun ke bawah
Rupanya komunikasi jarak jauh dengan bahasa isyarat itu menarik perhatian pemuda yang sedari tadi menyaksikan kedua orang tersebut dan lantas saja pemuda itu menepikan sampannya dan bertanya kepada si pendeta itu.
Pemuda, “Pak, boleh saya tanya pak, apa sih maksud bapak mengacungkan satu jemari ke kyai di sebrang sana tadi ?.”
Pendeta, “Tadi saya berkomunikasi lewat isyarat jari kepada kyai itu, bukankah Tuhan-nya orang Islam itu satu ?.”
Pemuda, “Lalu kenapa sang kyai mengacungkan kedua jemarinya ?.”
Pendeta, “iya betul, kyai itu menjawab bahwa orang Islam itu akrab dengan orang nasrani seperti dekatnya kedua jemari ini.”
Pemuda, ”Lalu kenapa pak pendeta mengacungkan tiga jemari lagi ?”.
Pendeta, ”Agama kristen itu mengenal trinitas ; tuhan bapa, tuhan anak dan ruh kudus.”
Pemuda, “Lalu kenapa sang kyai mengacungkan empat jemarinya ?.”
Pendeta, “Itu artinya, Islam, kristen, budha dan hindu bersatu.”
Pemuda, “Lalu kenapa pak pendeta mengacungkan lagi lima jemari sambil direbahkan ?.”
Pendeta, “Itu artinya kristen melindungi semua agama.”
Pemuda, “Lalu kenapa sang kyai itu mengepal tangannya sambil diayun ke bawah ?.”
Pendeta “Itu artinya, Islam menerima dengan baik.”
Demikianlah penjelasan si pendeta itu kepada pemuda tadi. Kemudian si pemuda itupun mengayuh sampannya ke arah sang kyai yang ditutup sebelah matanya lantaran sakit mata.
Pemuda, ”Pak kyai, boleh saya bertanya mengenai komunikasi bahasa isyarat tadi dengan pak pendeta di sebrang sungai tadi ?.”
Kyai, “Iya boleh, boleh silahkan nak !.”
Pemuda, “Tadi si pendeta mengacungkan telunjuknya, maksudnya apa pak ?.”
Kyai, “Emang dasar tuh pendeta kurang ajar, masa mate gue dibilang atu !.”
Pemuda, “Lalu kenapa pak kyai mengacungkan dua jemari ?.”
Kyai, ”Dasar bodo lho hei pendeta, mate gue due !”.
Pemuda, ”Lalu kenapa pendeta itu mengacungkan lagi tiga jemarinya ?”.
Kyai, ”Emang dasar tuh pendeta sableng, gue kate due mate gue malah di bilang tige !.”
Pemuda, ”terus kenapa pak kyai balas dengan mengacungkan empat jemari ?.”
Kyai, ”Iye gue bales, biji mate lho empat !.”
Pemuda, ”Terus kenapa si pendeta itu mengacungkan lagi lima jemarinya sambil direbahkan ?.”
Kyai, “Mase pale gue yang difitrahin diunyeng-unyeng, dasar kurang ajar lho, kage hormat ame kyai !.”
Pemuda, “Terus kenapa kyai balas dengan mengepal tangan sambil diayun ke bawah ?.”
Kyai, ”Ye ude dech, gue tarik aje sekalian bijinye, brettt !!.”
Pemuda itupun tidak banyak komentar dan langsung saja ia mengayuh sampannya ke tengah lagi sambil menggeleng-
Komunikasi di Sebrang Muara
Di pinggiran sebuah muara sungai, dua insan saling menyapa berbahasa isyarat, sedangkan di tengah sungai berdiri tegar seorang pemuda menaiki sampan. Ooo, rupanya dua insan yang saling berada di sebrang muara sungai itu adalah sang kyai yang baru pulang berta’lim di masjid dan sang pendeta yang habis berkhotbah di gereja
Pendeta, Dari kejauhan mengacungkan telunjuk jemari tangannya
Kyai, Balas dengan mengacungkan dua jari tangannya
Pendeta, Mengacungkan lagi tiga jemari tangannya
Kyai, Balas dengan mengacungkan empat jemari tangannya.
Pendeta, Mengacungkan lagi lima jemari tangannya sambil direbahkan
Kyai, Balas dengan mengepal tangannya sambil diayun ke bawah
Rupanya komunikasi jarak jauh dengan bahasa isyarat itu menarik perhatian pemuda yang sedari tadi menyaksikan kedua orang tersebut dan lantas saja pemuda itu menepikan sampannya dan bertanya kepada si pendeta itu.
Pemuda, “Pak, boleh saya tanya pak, apa sih maksud bapak mengacungkan satu jemari ke kyai di sebrang sana tadi ?.”
Pendeta, “Tadi saya berkomunikasi lewat isyarat jari kepada kyai itu, bukankah Tuhan-nya orang Islam itu satu ?.”
Pemuda, “Lalu kenapa sang kyai mengacungkan kedua jemarinya ?.”
Pendeta, “iya betul, kyai itu menjawab bahwa orang Islam itu akrab dengan orang nasrani seperti dekatnya kedua jemari ini.”
Pemuda, ”Lalu kenapa pak pendeta mengacungkan tiga jemari lagi ?”.
Pendeta, ”Agama kristen itu mengenal trinitas ; tuhan bapa, tuhan anak dan ruh kudus.”
Pemuda, “Lalu kenapa sang kyai mengacungkan empat jemarinya ?.”
Pendeta, “Itu artinya, Islam, kristen, budha dan hindu bersatu.”
Pemuda, “Lalu kenapa pak pendeta mengacungkan lagi lima jemari sambil direbahkan ?.”
Pendeta, “Itu artinya kristen melindungi semua agama.”
Pemuda, “Lalu kenapa sang kyai itu mengepal tangannya sambil diayun ke bawah ?.”
Pendeta “Itu artinya, Islam menerima dengan baik.”
Demikianlah penjelasan si pendeta itu kepada pemuda tadi. Kemudian si pemuda itupun mengayuh sampannya ke arah sang kyai yang ditutup sebelah matanya lantaran sakit mata.
Pemuda, ”Pak kyai, boleh saya bertanya mengenai komunikasi bahasa isyarat tadi dengan pak pendeta di sebrang sungai tadi ?.”
Kyai, “Iya boleh, boleh silahkan nak !.”
Pemuda, “Tadi si pendeta mengacungkan telunjuknya, maksudnya apa pak ?.”
Kyai, “Emang dasar tuh pendeta kurang ajar, masa mate gue dibilang atu !.”
Pemuda, “Lalu kenapa pak kyai mengacungkan dua jemari ?.”
Kyai, ”Dasar bodo lho hei pendeta, mate gue due !”.
Pemuda, ”Lalu kenapa pendeta itu mengacungkan lagi tiga jemarinya ?”.
Kyai, ”Emang dasar tuh pendeta sableng, gue kate due mate gue malah di bilang tige !.”
Pemuda, ”terus kenapa pak kyai balas dengan mengacungkan empat jemari ?.”
Kyai, ”Iye gue bales, biji mate lho empat !.”
Pemuda, ”Terus kenapa si pendeta itu mengacungkan lagi lima jemarinya sambil direbahkan ?.”
Kyai, “Mase pale gue yang difitrahin diunyeng-unyeng, dasar kurang ajar lho, kage hormat ame kyai !.”
Pemuda, “Terus kenapa kyai balas dengan mengepal tangan sambil diayun ke bawah ?.”
Kyai, ”Ye ude dech, gue tarik aje sekalian bijinye, brettt !!.”
Pemuda itupun tidak banyak komentar dan langsung saja ia mengayuh sampannya ke tengah lagi sambil menggeleng-
gelengkan kepalanya. (Aduh
biuuuung….pusiiiing…!!!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar