Hukum Menikahi Janda Sengketa
Oleh; H. Rizqi Dzulqornain
al-Batawi M.A
بسم الله الرحمن الرحيم
حمدا
له أظهر في الوجود *** نور حقيقة النبي المحمود
وصل يا رب على محمد *** الفاتح الخاتم طه الأمجد
وناصر الحق وهادينا الى *** صراطك القويم نهج الفضلا
وآله بحق قدره الفخيم *** وجاه مقدار مقامه العظيم.
أما بعد:
Pertanyaan Ali Fikri jamaah al-Muafah dari Buaran, Jakarta Timur:
Bagaimana hukumnya seorang janda yang masa iddahnya belum selesai
ia menikah lagi dengan lelaki lain bahkan keduanya sudah melakukan hubungan
seks?
JAWABAN:
Haram hukumnya menikahi janda sengketa (janda yang masa iddahnya belum selesai), aqad
nikahnya rusak batal alias bejat dan wajib dipisahkan, baik karena perceraian
maupun karena kematian suaminya. Jika salah satu dari keduanya telah mengetahui
akan adanya larangan nikah tersebut tetapi diterjak juga maka hukumnya adalah
zina. Bila keduanya tidak mengetahui larangan tersebut maka keduanya tidak
berdosa dan tidak kena pasal zina.
Berkenaan dengan hal ini ada dua riwayat:
*** Riwayat dari Sayyiduna Umar Bin Khatthab mengatakan: “Wanita yang
dinikahkan padahal belum selesai masa iddahnya memiliki konseksuensi logis
secara hukum, lelaki yang menikahinya juga kena pasal berlapis sebagaimana
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwattha:
وَحَدَّثَنِي عَنْ
مَالِكٍ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، وَعَنْ سُلَيْمَانَ
بْنِ يَسَارٍ، أَنَّ طُلَيْحَةَ الْأَسَدِيَّةَ، كَانَتْ تَحْتَ رُشَيْدٍ
الثَّقَفِيِّ فَطَلَّقَهَا، فَنَكَحَتْ فِي عِدَّتِهَا فَضَرَبَهَا عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ وَضَرَبَ زَوْجَهَا بِالْمِخْفَقَةِ ضَرَبَاتٍ، وَفَرَّقَ
بَيْنَهُمَا، ثُمَّ قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: «أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ
فِي عِدَّتِهَا، فَإِنْ كَانَ زَوْجُهَا الَّذِي تَزَوَّجَهَا لَمْ يَدْخُلْ بِهَا
فُرِّقَ بَيْنَهُمَا، ثُمَّ اعْتَدَّتْ بَقِيَّةَ عِدَّتِهَا مِنْ زَوْجِهَا
الْأَوَّلِ، ثُمَّ كَانَ الْآخَرُ خَاطِبًا مِنَ الْخُطَّابِ، وَإِنْ كَانَ دَخَلَ
بِهَا فُرِّقَ بَيْنَهُمَا، ثُمَّ اعْتَدَّتْ بَقِيَّةَ عِدَّتِهَا مِنَ
الْأَوَّلِ، ثُمَّ اعْتَدَّتْ مِنَ الْآخَرِ ثُمَّ لَا يَجْتَمِعَانِ أَبَدًا»
قَالَ مَالِكٌ: وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ: وَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا
اسْتَحَلَّ مِنْهَا .
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Sa'id
Ibnul Musayyab dari Sulaiman bin Yasar berkata, "Thulaihah Al Asadiyah
adalah isteri Rusyaid Ats Tsaqafi, tetapi kemudian ia menceraikannya. Thulaihah
kemudian menikah pada masa iddahnya. ' Umar Ibnul Khattab lantas memukulnya,
demikian juga dengan suaminya, ia memukul Thulaihah dengan cambuk berkali-kali.
Umar kemudian memisahkan antara Thulaihah dengan suaminya (yang kedua) .
Setelah itu ia berkata, "Wanita mana saja yang menikah pada masa iddahnya,
jika suaminya yang menikahinya belum menyetubuhinya maka keduanya harus
dipisahkan, lalu ia harus melanjutkan sisa masa iddahnya dari suami yang
pertama. Dan suami yang kedua itu setatusnya sebagai pelamar saja. Tetapi jika
ia (suami kedua) telah menggaulinya, maka keduanya dipisahkan, lalu Isterinya
melakukan iddah pada sisa masa iddahnya dari suaminya yang pertama kemudian
ditambah dengan iddah dari suaminya yang kedua, dan keduanya tidak boleh
bersama lagi untuk selamanya." Malik berkata; "Sa'id Ibnul Musayyab
berkata; 'Perempuan tersebut berhak mendapatkan mahar (dari suami kedua),
karena ia telah mensetubuhinya." (al-Muwattha, bab Jami’u ma la yajuzu Min
an-Nikah, hadis no: 1961).
Hadis riwayat imam Malik dari Sayyiduna Umar Bin Khatthab diatas
berkesimpulan:
Pertama: Janda tersebut menikah di masa iddah namun belum disetubuhi:
Wajib dipisahkan, menyempurnakan masa iddahnya, dan bagi suami yang kedua
(baru) boleh menikahinya.
Kedua: Janda tersebut menikah di masa iddah dan sudah disetubuh,
maka wajib pula dipisahkan, lalu dia menyelesaikan masa iddahnya dari suami
pertamanya, lalu melanjutkan masa iddah dari suami yang kedua, dan diharamkan
bagi suami kedua untuk menikahinya lagi selamanya.
*** Riwayat Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu:
Kasus tersebut sampai kepada sayyidina Ali Radhiyallahu anhu,
beliau memutuskan:
لَهَا الصَّدَاقُ
بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا وَيُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا وَلَا جَلْدَ
عَلَيْهِمَا وَتُكْمِلُ عِدَّتَهَا مِنَ الْأَوَّلِ ثُمَّ تَعْتَدُّ مِنَ
الثَّانِي عِدَّةً كَامِلَةً ثلاثة قروء ثُمَّ يَخْطُبُهَا إِنْ شَاءَ .
Wanita tersebut menerima mas kawin karena telah terjadi
persetubuhan dan keduanya wajib dipisahkan (nikahnya rusak) tetapi keduanya
tidak dicambuk. Hanya saja wanita itu wajib menyempurnakan iddahnya dari suami
sebelumnya dan menyelesaikan iddah dari suami kedua secara sempurna tiga kali
quru’. Setelah iddahnya selesai maka suami kedua bila dia mau boleh melamarnya
kembali.
Sayyidina Umar Bin Khatthab radhiyallahu anhu mengatakan bahwa maskawin
tersebut diserahkan kepada baitul mal (lembaga resmi pemerintah) sebagai bentuk
hukuman. Bukan diserahkan buat wanita tersebut. Adapun sayyidina Ali Bin Abi
Thalib berpendapat bahwa mas kawin itu diserahkan kepada wanita bersangkutan.
Para ulama bersepakat bahwasanya, lelaki (bukan suami dari wanita
tersebut) haram hukumnya menikahi wanita yang telah dithalak (dicerein) suaminya
mana kala masa iddah wanita itu belum selesai. Hukum ini berlaku bagi wanita
yang bercere hidup, becere mati, thalaq fasakh, thalaq syubhat, thalaq raj’i,
thalaq bain shughra dan bain kubra. Larangan tersebut untuk menjaga nasab dan
menghormati haq suami sebelumnya. Apabila seorang lelaki menikahi wanita yang
dalam kondisi iddah, maka wajib dipisahkan. Berdasarkan firman Allah Taala:
وَلاَ تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ
أَجَلَهُ
Janganlah kalian wahai para lelaki mengadakan akad nikah sehingga
hukum Allah itu jatuh temponya. (sampai selesai iddahnya).
Dalam kitab al-Istidzkar jilid 5 halaman 472-474, Imam Ibnu Abdil
Bar al-Qurthubiy menyimpulkan:
Imam Malik, Imam Auza’i dan Imam al-Laits mengambil pendapat
Sayyiduna Umar Bin Khatthab Radhiyallahu anhu:
مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً فِي عِدَّةٍ مِنْ غَيْرِهِ وَدَخَلَ بِهَا
فُرِّقَ بَيْنَهُمَا وَلَمْ تَحِلَّ لَهُ أَبَدًا
Siapa saja (lelaki) yang menikahi wanita pada masa iddahnya, lelaki
tersebut bukan suaminya lalu melakukan hubungan seksual dengan wanita itu, maka
wajib dipisahkan keduanya dan wanita itu sudah tidak boleh ia nikahi
selama-lamanya.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Tsauri, Imam Ahmad dan Imam
Ishaq condong kepada pendapat Sayyiduna Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu anhu:
تُتِمُّ بَقِيَّةَ عِدَّتِهَا مِنَ الْأَوَّلِ وَتَسْتَأْنِفُ عِدَّةً
أُخْرَى مِنَ الْآخَرِ
Wanita itu wajib menyempurnakan iddah dari suami pertama, setelah
itu memulai iddah lagi dari suami kedua. (Setelah selesai iddah baru boleh
suami kedua menikahi wanita itu).
NB: Bila ingin menikahi janda kita kudu tahu seluk-beluk itu janda. Pastikan iddahnya sudah selesai dari laki sebelumnya. Karena zaman sekarang banyak janda sengketa yaitu janda yang status perceraian dengan suaminya belom selesai tapi udah ngebet pengen nikah lagi. Disebut sengketa karena laksana kebon belum jelas status kepemilikannya.
Pantun Betawi mengenai Janda Sengketa:
Pantun Betawi mengenai Janda Sengketa:
Kolang kaling di campur merang
Aki-aki Ke Bekasih naek motor honda
Paling aneh Zaman Sekarang
Masih Punya laki tapi Ngaku Janda.
Daon Nangka Daon Miana
Kita Ke Marunda membeli selai
Kaga Disangka Kaga Dinyana
Gua Kata Janda, Tau-taunya Jablay
(Pantun Baginda Dzulqornain as-Syakunjiy)
Khadimul Majlis al-Mu'afah
H. Rizqi Dzulqornain
al-Batawiy M.A
Ikuti Kajian Islam:
instagram.com/rizkialbatawi
@rizkialbatawi
https://www.facebook.com/Rizqi-Zulqornain-Albatawi
********* ********
********
يا فالق الحب والنوى، أعط كل واحد من الخير ما نوى، وارفع عنا كل
شكوى، واكشف عنا كل بلوى، وتقبل منا كل نجوى، وألبسنا لباس التقوى، واجعل الجنة
لنا مأوى .
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْفَاتِحِ لِمَا
أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي
إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ، وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ
العَظِيْمِ.
صلاةً
تَجْعَلُنَا مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيْرًا، وَرِزْقًا كَثِيْرًا، وَقَلْبًا
قَرِيْرًا، وَعِلْمًا غَزِيْرًا، وَعَمَلاً بَرِيْرًا، وَقَبْرًا مُنِيْرًا،
وَحِسَابًا يَسِيْرًا، وَمُلْكًا فِي الْفِرْدَوْسِ كَبِيْرًا
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ
عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Alamat Yayasan al-Muafah
Jalan Tipar Cakung Rt: 05 Rw 08
NO: 5 Kampung Baru, Cakung Barat, Jakarta Timur 13910
فَأَكْرِمِ اللَّهُمَّ
مَنْ أَكْرَمَنَا .:. وَكَثِّرِ الْخَيْرَ لَدَيْهِ وَالْغِنَا
وَأَعْطِهِ مِمَّا رَجَى
فَوْقَ الرَّجَا .:. وَاجْعَلْ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجَا
وَافْعَلْ كَذَلِكَ بِكُلِّ
مُحْسِنِ .:. اِلَى ذَوِي الْعِلْمِ بِظَنٍّ حَسَنِ
وَاهْدِ جَمِيْعَنَا
اِلَى الرَّشَادِ .:. وَلِطَرِيْقِ الْخَيْرِ وَالسَّدَادِ
وَابْسُطْ بِفَضْلِكَ
عَلَيْنَا نِعْمَتَكْ .:. وَانْشُرْ عَلَيْنَا فِي الدَّارَيْنِ رَحْمَتَكْ
وَاخْتِمْ لَنَا عِنْدَ
حُضُوْرِ الْأَجَلِ .:. بِالْعَفْوِ مِنْكَ وَالرِّضَى الْمُعَجَّلِ
أَمِيْنَ أَمِيْنَ اسْتَجِبْ
دُعَانَا .:. وَلاَ تُخَيِّبْ رَبَّـــــنَا رَجَـــــــــــــــــانَا
22 komentar:
Jdi tunggu masa Iddah dlu wan Ali...
Bisa bahaya itu
Nah tuh wan Ali Fikri....
Sabar....sabar...jgn buru2 d sikat dulu...
Janganlah engkau bermain mata
Mata memandang layangan dipanteng
Ati ati ngawinin janda sengketa
Karena statusnya masih remeng remeng
# gentaaaaq tuuh janda baginda...
😀
Alhamdulillah tambah ilmu lagi kyai... Wadaawww wan Ali pertanyaan Mantaap.... Sabar y tunggu masa iddah dulu baru josss...
Udh ngebet guru kebanyakan di jejelin sate kambing...
Menunggu aja pake ilmu....Masha Allah tabarakallah
Emang kudu d pelajarin tuh tuan guru Kramat...ilmu menunggu
Terkadang yg remeng2 itu ada sesuatu d baliknya
Alhamdulillah fahimtum...syukron baginda jawaban nya. Jadi lega dah
Alhamdulillah fahimtum...syukron baginda jawaban nya. Jadi lega dah
Fahmina#
Fahmina#
Yg aman buat bini muda cari perawan
فتح الله لكم
Sabar sabar...
Wan Ali nyari janda yang rasa perawan. Ada kaga?
Wan Ali kita adu ama janda puncak nyo..
Kita adu ama janda demenannya irwan tijani.. mau wan Ali
Mau...dong baginda
Mau...dong baginda
Iya betul kyai tinggal wan Ali nya dah mau kaga...
Posting Komentar