Kamis, 27 Juni 2013

Para Ulama Menolak Tata Cara Shalat Tarawih 4 Rakaat Dengan Satu Salam

Para ulama besar di Tanah betawi menolak shalat tarawih yang dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam. sebut saja Allah Yarhamuh Hadrotus syaikh K.H Muhammad Syafii Hadzami Mufti Betawi abad 21 mengatakan:

Tidak dikenal ikhtilaf (perbedaan) antara Imam-Imam mujtahidin yang empat hal bilangan atau jumlah rakaat Qiyam Ramadhan (Shalat Tarawih) melainkan sebagai berikut :
1) 20 rakaat menurut mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad Ibn Hambal.
2) 36 rakaat merupakan salah satu riwayat Imam Malik bagi penduduk Madinah.
            Syaikh Abdul Wahhab al-Sya’râniy pun menyebutkan hal ini dalam kitab al-Mîzân al-Kubrâsebagai berikut:

وَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ أَبِي حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ اَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَاِنَّهَا فِي الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مَعَ قَوْلِ مَالِكٍ فِي اِحْدَى الرِّوَايَاتِ عَنْهُ اِنَها سِتَّةٌ وَثَلاَثُوْنَ رَكْعَةً (الميزان الكبرى ج 1 ص : 185 دار الفكر  د ت)  
Artinya: Sebagian dari yang demikian adalah Qaul Imam Abi Hanifah, Imam Syafii dan Imam Ahmad bahwa Shalat Tarawih di dalam Bulan Ramadhan adalah 20 rakaat dan sesungguhnya berjamaah itu lebih utama disertai Qaul Imam Malik dalam satu riwayat darinya adalah 36 rakaat.

Kaifiyyah 20 rakaat yaitu dikerjakan dengan sepuluh salam dan memberi salam pada tiap dua rakaat. Kata Imam Nawawi dalam kitab Rawdhah” jika seseorang bersembahyang Tarawih 4 rakaat dengan satu salam niscaya tidak sah, karena menyalahi yang disyariatkan. (K.H Muhammad Syafii Hadzami,Risalah Shalat Tarawih, h. 6. )

*****Syaikh Abuya K.H Abdurrahman Nawi pendiri Pondok Pesantren al-Awwabin Depok menegaskan:
Shalat Tarawih hukumnya Sunah muakkadah. Bilangan rakaatnya yaitu:
1) Bagi kita 20 rakaat (ijma’ para sahabat).
2) Bagi Ahli Madinah 36 rakaat.
Waktunya Ba’da Shalat Isya hingga fajar shodiq.

Perhatian!!!
1) Dilakukan dengan 10 salam.
2) Tidak sah dilakukan 4 rakaat satu salam.
3) Sunah dijamaahkan. (K.H Abdurrahman Nawi Tebet, Kitab 7 Kaifiyyat Shalat sunah, h. 11)

***** Syaikh Abuya K.H Saifuddin Amsir pendiri pondok pesantren al-Asyirah al-Qur'aniyyah Jakarta memberikan komentar:

Banyak orang mengerjakan shalat Tarawih dengan cara 4 rakaat sekali salam, 4 rakaat sekali salam, dengan dalil hadis Siti Aisyah sebagai berikut:

مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.

Artinya: Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian aku bertanya ”Ya Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat Witir”? Kemudian beliau menjawab: ”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah tidur”.

            Hadis yang dijadikan dalil, bukan hadis tentang shalat Tarawih, hadis tersebut adalah hadis pada pekerjaan shalat malam Rasulullah pada umumnya, yakni shalat Witir. Karenanya para Fuqaha (ahli Fiqh) tidak menyetujui untuk menjadikan hadis tersebut sebagai dalil shalat Tarawih. Dengan alasan shalat Tarawih merupakan ibadah khusus yang hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, dan jumlah bilangan shalat Tarawih 20 rakaat ditambah shalat Witir 3 rakaat, telah disosialisasikan oleh para sahabat, dalam hal ini adalah Sayidina Umar Ibn Khatthab yang disepakati dan disetujui oleh para sahabat lainnya. Lantaran pada umumnya para Imam tidak mempunyai kemampuan untuk mengingkari apa yang menjadi perintah Rasulullah:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ فَتَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ 

Artinya; Hendaklah kalian ikuti sunahku dan sunah para Khalifah yang mendapat petunjuk setelahku, peganglah dengan kuat dan gigitlah olehmu dengan geraham ”.[1]

Pelanggaran terhadap yang disepakati para sahabat merupakan pelanggaran terhadap agama.

Sehingga dalam Mazhab Syafii, kalau shalat Tarawih dikerjakan bukan dengan cara 2 rakaat, 2 rakaat, shalat Tarawih tersebut dipandang batal/tidak sah.

Oleh sebab itu, shalat Qiyam Ramadhan yang lebih populer di kota Makkah, Madinah dan berbagai negara Islam juga tidak berani beranjak dari situ, paling-paling sedikit penambahan dari jumlah rakaat yang dilaksanakan di zaman Sayidina Umar Ibn Khatthab itu 23 rakaat, tetapi orang yang ingin memperbanyak ibadah tidak ada salahnya menambah rakaat. Jadi pada zaman dahulu inisiatif penduduk kota Madinah untuk menambahkan jumlah rakaat, merupakan pengganti tradisi penduduk kota Makkah yang biasanya setelah tiap 4 rakaat (2 salam) mereka melakukan tawaf, karena memang ada Ka’bah di situ. Sedangkan di Madinah tidak terdapat tempat untuk bertawaf, sehingga menjadi kuat dalil bahwa sahabat- sahabat Nabi di Makkah itu bertawaf pada bilangan-bilangan tertentu, yakni setelah 4 rakaat mereka bertawaf.
Hal ini diperkuat dalilnya dengan amaliyah penduduk kota Madinah, khususnya pada pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz yang menambahkan jumlah rakaat shalat Tarawih menjadi 36 rakaat di luar shalat Witir. Hal ini bukan dalil yang mengatakan khilaf-khilafnya, tetapi justru memperkuat bahwa itulah yang terjadi di zaman para sahabat, karena Rasulullah tidak membatasi jumlah rakaat shalat Tarawih, para sahabat yang lebih mengatur itu dan memiliki concern (perhatian) terhadap hal tersebut.

 Untuk mencegah terjadinya kekacauan yang berkepanjangan di dunia Islam, Sayidina Umar Ibn Khatthab memikirkan jumlah-jumlah rakaat shalat sunah yang dilakukan Rasulullah, jadi hal tersebut sudah dipikirkan oleh Sayidina Umar Ibn Khatthab secara Taftisy (matang dan teliti) dengan ketepatan jumlah rakaat yang dilakukan Rasulullah, ketika dihitung hadis-hadis yang membicarakan tentang jumlah rakaat shalat sunah Rasulullah, ketika digabung-gabung, tepat 20 rakaat, dari keterangan hadis yang zhahir-zhahir.
Apa yang dilakukan oleh Sayidina Umar Ibn Khatthab tidak beranjak dari apa yang dikerjakan Rasulullah. Hal ini menjadi sunah sahabat. Sunah sahabat tidak boleh dianggap remeh, ulama berpendapat seperti itu. Kalau sunah sahabat mulai dikorbankan untuk perasaan, maka lambat laun apa saja bisa dikorbankan. Ini yang menyebabkan shalat Tarawih yang dilakukan sebanyak 20 rakaat dilakukan dengan 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat dan seterusnya ditutup dengan shalat Witir 3 rakaat dapat berusia panjang dan sampai saat ini masih dilaksanakan.

Dalam kitab (التراويح أكثر من ألف عام في مسجد النبي عليه الصلاة والسلام ) karya Syaikh Athiyyah Muhammad Salim, seorang Qadhi Mahkamah Syariah, ahli hadis dan pakar fiqh di Madinah; Saudi Arabia, juga merupakan salah seorang murid utama seorang raksasa ilmu di zamannya yaitu Syaikh Muhammad al-Amin Ibn Muhammad Mukhtar al-Syinqithiy (w. 1393 H). Syaikh Athiyyah Muhammad Salim, memiliki perhatian khusus tentang dalil shalat Tarawih. Hal ini harus diperhatikan, sebab sekarang orang tidak lagi mau mentahqiq (mengkaji ulang) soal dalil, orang sudah begitu sibuk dengan berbagai kesibukan. Jadi, di luar kota Makkah ada juga yang mengerjakan shalat Tarawih 11 rakaat, dengan alasan, itulah hadis yang zhahir dari Rasulullah. Hanya saja, hal ini akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana mengikuti para sahabat Rasulullah yang sebenarnya.

Karena jika shalat Tarawih 11 rakaat yang paling benar, tentunya 3 abad setelah Rasulullah, shalat Tarawih 11 rakaat dengan berjamaah itu sudah menjadi populer. Padahal kenyataannya shalat 11 rakaat populer baru belakangan ini. Shalat Tarawih 20 rakaat yang lebih populer, setelah Sayidina Umar Ibn Khattab wafat, Sayidina Usman melanjutkan shalat Tarawih 20 rakaat, demikian pula dengan Sayidina Ali, mengerjakan shalat Tarawih seperti yang disepakati oleh para sahabat dan tidak ada riwayat yang zhahir yang menyatakan bahwa Sayidina Ali menentang shalat Tarawih 20 rakaat. Ini yang menyebabkan shalat Tarawih 20 rakaat tetap bertahan. Dalam sekian banyak riwayat, kita temukan riwayat yang menjelaskan tambahan rakaat shalat Tarawih dari 20 rakaat, tetapi kita tidak menemukan riwayat shalat Tarawih yang kurang dari 20 rakaat. Kalaupun ada akan mengkhilafkan mayoritas umat Islam yang begitu banyaknya.

Menurut Mazhab Syafii shalat Tarawih yang dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam hukumnya dikatakan tidak sah dengan beberapa alasan. Tetapi yang jelas alasan-alasan tersebut merupakan ittiba’ (mengikuti) kepada Rasulullah dan para sahabat yang tidak boleh diganggu oleh kreasi baru, jika ada kreasi baru, maka kreasi tersebut tidak akan jelas namanya. Karena istilah Tarawih telah jelas kita pahami, seperti yang kita ketahui saat ini, Tarawih adalah shalat sunah yang hanya ada pada bulan Ramadhan dikerjakan dengan 20 rakaat terdiri dari 10 salam, dikerjakan dengan salam pada tiap 2 rakaatnya dan tiap 4 rakaat disebut 1 tarwihah (istirahat).

Penduduk Makkah mengerjakan tawaf pada tiap selesai satu tarwihah. Pelaksanaannya di awal malam disertai adanya pendapat mengerjakan shalat Tarawih di akhir malam itu lebih utama.  

Jadi, penamaan akan membentuk satu istilah, kalau sudah ada istilah, maka definisinya akan menjadi jelas, karenanya orang yang mengerjakan shalat 4 rakaat dengan sekali salam dengan niat shalat Tarawih, maka hukum shalat Tarawihnya tidak sah. Jika shalat tersebut tidak dinamakan shalat Tarawih, maka sah-sah saja dilakukan.

Apa yang dilafazkan dan dikerjakan oleh Rasulullah seharusnya dijadikan pilihan terbaik. Hadis ( صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ) bukan hadis yang tidak kuat. Sedangkan shalat dengan 4,4,3 cuma merupakan salah satu riwayat dari sekian banyak riwayat shalat malam Rasulullah, yang pernah dilihat oleh Siti Aisyah dan hal tersebut dipertimbangkan oleh para ulama, lantaran Siti Aisyah merupakan istri Rasulullah. Jadi, sesuatu yang Rasulullah sebutkan merupakan anjurannya dan keduanya boleh berjalan. Tetapi mayoritas ulama menganggap shalat malam yang dikerjakan dengan cara 2 rakaat-2 rakaat adalah yang lebih baik kita ambil. Karena merupakan anjuran Rasulullah yang didasarkan kepada perkataan dan perbuatan Rasulullah. Sedangkan hadis 4,4,3 hanya berdasarkan perbuatan yang diceritakan oleh Siti Aisyah dalam salah satu riwayatnya.

Untuk memahami kandungan hadis-hadis Rasulullah dengan baik dan benar seseorang bukan hanya dituntut banyak membaca hadis tetapi juga ia harus mendalami fiqhul hadis (pemahaman hadis).

Dalam risalah ini menjelaskan pemaparan tentang perkara-perkara terpenting dalam shalat Tarawih secara sederhana. Dengan demikian risalah ini menjadi tulisan yang dapat dihayati dan sangat layak dibaca oleh siapa saja yang ingin memahami secara benar dan mau menyelamatkan perkara ibadahnya.
Semoga Allah melimpahkan pahala yang besar kepada penyusun risalah ini atas usahanya, mudah-mudahan Allah memperbanyak orang-orang yang mau mengikuti langkah-langkah mulia ini dalam berpegang teguh kepada kebenaran. Amin.

 *** Syaikh Maulana Kamal Yusuf guru besar ulama Jakarta menambahkan:
Tuduhan Bid’ah, kufur, musyrik, dan sesat sangat sering dilontarkan oleh sekelompok orang dengan mengatasnamakan Sunnah. Kelompok ini giat menyebarkan buku-buku, selebaran-selebaran, dan kitab-kitab yang berisi tuduhan keji terhadap pelbagai persoalan keagamaan masyarakat seperti: Nisfu Sya’ban, Tahlilan, Haul, merayakan Maulid, Tawassulan, ziarah para wali dan lain-lain. Padahal kalau diteliti secara mendalam, amal ibadah maupun muamalah yang berkembang dan berurat akar dalam tradisi masyarakat itu memiliki landasan kokoh dari al-Qur’an, Hadis dan pendapat para ulama yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Mereka tidak memahami al-Qur’an dan hadis secara syamil (menyeluruh). Pandangan mereka sempit, sehingga mereka gampang mengatakan Musyrik, Kafir, memvonis Bid’ah sesat terhadap praktek/amaliah orang lain yang memiliki dasar dan argumentasi kuat yang juga telah menjadi tradisiAhlussunnah Wal-Jamaah. Rasulullah mengatakan dalam sabdanya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا (رواه البخاري) .  

Artinya: ”Sesungguhnya Rasulullah bersabda: Apabila seseorang memanggil saudaranya yang muslim dengan kalimat “Wahai Kafir maka akan kembali kalimat itu kepada salah satu dari keduanya”.

Pernyataan mereka dalam buku-buku atau kitab-kitab yang banyak beredar sangat berbahaya khususnya bila dibaca oleh orang-orang awam. Karena faktor ketidaktahuan, mereka yang awam menerima langsung atau menelan mentah-mentah isi buku/kitab tersebut tanpa mencoba untuk menelaah lebih lanjut isu-isu negatif yang telah disebarkan di dalamnya. Keadaan orang-orang awam ketika itu bagaikan orang yang makan ikan tanpa menyiangi (membersihkan sisik, kotoran dan duri ikan) terlebih dahulu yang menyebabkan dirinya bukan hanya ketulangan tapi lebih dari itu, ia akan tersendat, orang Betawi bilang dengan istilah “kesungkakan.”

Di antara tuduhan keji yang mereka katakan bahwa: ”Shalat Tarawih yang dikerjakan para sahabat dengan 20 rakaat dalilnya lemah dan termasuk Bid’ah sesat.” Menurut mereka jumlah rakaat shalat Tarawih itu hanya 11 rakaat, shalat Tarawih yang lebih dari 11 rakaat adalah Bid’ah sesat. Mereka berani menganggap shalat Tarawih 20 rakaat sebagai hadis lemah dan Bid’ah sesat beralasan dengan hadis Siti Aisyah yang menurut mereka telah memberikan sinyal bahwa shalat Tarawih hanya 11 rakaat.”

مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.
Artinya: Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian aku bertanya ”Ya Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat Witir”? Kemudian beliau menjawab: ”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah tidur”.

”Perlu diketahui bahwa hadis Siti Aisyah di atas merupakan hadis yang menyatakan dalil shalat Witir, bukan dalil shalat Tarawih. Apabila hadis Aisyah di atas sebagai dalil shalat Tarawih, Maka kita pantas mempertanyakan adakah shalat Tarawih selain di bulan Ramadhan? dan mengapa Sayidina Umar Ibn Khatthab dan para sahabat mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat?

Dari perkataan Siti Aisyah : (فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ ) ”(Pada bulan Ramadhan dan di selain Ramadhan), jelas sekali kita dapat memahami bahwa shalat yang Siti Aisyah lihat adalah shalat malam Rasulullah yang beliau kerjakan sepanjang tahun baik pada bulan Ramadhan dan di bulan lainnya. Oleh karenanya, sangat tepat 11 rakaat dalam hadis tersebut adalah dalil shalat Witir, bukan sebagai dalil shalat Tarawih. Karena shalat Witir ada di bulan Ramadhan dan di bulan lainnya. Sedangkan shalat Tarawih hanya khusus pada bulan Ramadhan dikerjakan dengan 2-2 (tiap 2 rakaat salam). Berbeda dengan pelaksanaan shalat Witir yang boleh dikerjakan lebih dari 2 rakaat pada setiap salamnya.

Namun demikian, menurut para ulama maksud dari 4 rakaat dalam hadis Siti A’isyah di atas, masih memiliki ihtimal (kemungkinan) bahwa Rasulullah melakukannya 4 rakaat dengan 1 salam, bisa juga dipahami 4 rakaat beliau kerjakan dengan 2 salam yakni 2 rakaat- 2 rakaat. Tetapi bila 4 rakaat dilakukan dengan cara 2 rakat- 2 rakaat, pendapat inilah yang lebih selamat dan bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana ada keterangan hadis shahih yang mengatakan shalat malam itu dilakukan dengan cara 2 rakaat- 2 rakaat.
Ada kaidah mengatakan:” [1]( اِذَا ظَهَرَ اْلاِحْتِمَالُ سَقَطَ اْلاِسْتِدْلاَلُ ) artinya: “Apabila terjadi kemungkinan-kemungkinan maka hal itu menyebabkan gugurnya Istidlal (menjadikan dalil)”. Maksudnya adalah Pendapat yang memahami 4 rakaat dikerjakan dengan sekali salam itu tidak bisa dijadikan dalil, karena pendapat itu hanya sebuah kemungkinan. Sesuatu yang mengandung kemungkinan dinyatakan gugur manakala ada dalil yang lebih jelas. Hadis Nabi yang menyatakan shalat malam dilakukan dengan 2 rakaat- 2 rakaat sangat cocok untuk mengkompromikan dan memahami hadis Siti A’isyah tersebut”.

Saya berharap agar kaum muslimin dapat membaca risalah ini secara tuntas. Di samping itu juga harus banyak mengkaji serta bertanya kepada para ulama yang memiliki ilmu yang syamil (menyeluruh). Sehingga tidak gampang terkecoh dan terprovokasi (terhasut) oleh tulisan-tulisan atau pendapat sekelompok orang yang menyalahkan praktek/amaliah yang selama ini dilakukan oleh masyarakat berdasarkan tuntunan ulama. Shalat Tarawih 20 rakaat dengan 10 salam memiliki dalil yang kuat dan jelas. Jangan terkecoh dengan pendapat orang yang mengatakan shalat Tarawih hanya 8 rakaat dikerjakan dengan 4 rakaat-4 rakaat sekali salam dengan berdalil hadis riwayat Siti Aisyah.

Menurut para ulama, hadis tersebut berbicara tentang dalil shalat Witir Rasulullah, bukan dalil shalat Tarawih. 11 rakaat adalah jumlah maksimal shalat Witir. Sedangkan minimal shalat Witir adalah satu rakaat. Betapa batilnya tuduhan-tuduhan orang yang tidak menyetujui shalat Tarawih 20 rakaat dengan menggunakan dalil, satu hadis Siti Aisyah yang menerangkan satu paket shalat Witir, mereka pecah menjadi dua dalil sekaligus, 8 rakaat untuk shalat Tarawih dan 3 rakaat untuk shalat Witir. Semoga kelompok yang tidak suka dengan shalat Tarawih 20 rakaat dapat merenungkan hal ini.

Saya sangat menyambut baik dan gembira atas terbitnya risalah ini yang disusun oleh orang yang memiliki ilmu dan menimba ilmu dengan bertemu langsung kepada para Masyaikh (guru) serta mempunyai kerajinan yang luar biasa dalam mengumpulkan literatur pembahasan yang ia tekuni. Kajian di dalamnya sangat dibutuhkan umat yang selalu ingin berjalan di jalan yang benar dalam memahami shalat Tarawih. Semoga penulis diberikan balasan yang berlanjut atas jerih payahnya mengukir karya berharga ini, dan mudah-mudahan banyak manfaat fiddunya Wal akhirah. Amin.

Dalam risalah الجـواب الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح, penulis telah sebutkan lebih dari 80 kitab Mu’tabar dari berbagai cabang ilmu, baik dari keterangan kitab Syarh hadis, fiqh, Ushul Fiqh dan Taswwuf, yang menyatakan bahwa shalat Tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu tidak sah. Di antaranya:

Imam Nawawiy al-Dimasyqiy:
يَدْخُلُ وَقْتُ التَّرَاوِيْحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوْعِ اْلفَجْرِ وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ اْلعَادَةُ فَلَوَْصَلَّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فيِ فَتَاوِيْهِ ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ قَالَ وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ أَوْ صَلاَةَ التَّرَاوِيحِ أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ فَيَنْوِيْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ مِنْ صَلاَةِ التَّرَاوِيحِ . )المجموع شرح المهذب : ج 4 ص : 38 (دار الفكر 2000)

Artinya:”Masuk waktu shalat Tarawih itu setelah melaksanakan shalat Isya. Imam al-Baghawi dan lainnya menyebutkan: “waktu tarawih masih ada sampai terbit fajar”. Hendaklah seseorang mengerjakan shalat Tarawih dengan dua rakaat- dua rakaat, sebagaimana kebiasaan shalat sunah lainnya. Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan. Al-Qâdhi juga berpendapat seorang dalam shalat Tarawih ia tidak boleh berniat mutlak, tetapi ia berniat dengan niat shalat sunah Tarawih, shalat Tarawih atau shalat Qiyam Ramadhan. Maka ia berniat pada setiap 2 rakaat dari shalat Tarawih.

Imam Ahmad Ibn Hajar al-Haytamiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً , وَيَجِبُ فِيْهَا أَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى بِأَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ لِشِبْهِهَا بِاْلفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ بِخِلاَفِ نَحْوِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ . )فتح الجواد شرح الارشاد :ج 1 ص : 163 (مكتبة اقبال حاج ابراهيم سيراغ ببنتن 1971)
Artinya: Shalat Tarawih itu 20 rakaat, wajib dalam pelaksanaanya dua-dua, dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah karena hal tersebut menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang). Lain halnya dengan shalat sunah Zuhur dan Ashar (boleh dikerjakan empat rakaat satu salam) atas Qaul Mu’tamad.

Imam Muhammad Ibn Ahmad al-Ramliy:
وَلَا تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ مِنْ التَّرَاوِيحِ أَوْ مِنْ قِيَامِ رَمَضَانَ .وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ إنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا ، وَإِلَّا صَارَتْ نَفْلًا مُطْلَقًا ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ.) نهاية المحتاج شرح المنهاج : ج 1 ص :127 (دار الفكر 2004)
Artinya: Tidak sah shalat Tarawih dengan niat shalat Mutlak, seharusnya seseorang berniat Tarawih atau Qiyam Ramadhan dengan mengerjakan salam pada setiap 2 rakaat. Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, jika ia sengaja-ngaja dan mengetahui maka shalatnya tidak sah. Kalau tidak demikian maka shalat itu menjadi shalat sunah Mutlak, Karena menyalahi aturan yang disyariatkan”.

Imam Muhammad al-Zarkasyiy:
صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ وَحَكَى الرُّوْيَانِيُّ عَنِ اْلقَدِيْمِ أَنَّهُ لاَحَصْرَ لِلتَّراوِيْحِ وَهُوَ غَرِيْبٌ . وَيُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ فِي التَّحْقِيْقِ وِثَاقًا لِلْقَاضِي حُسَيْنٍ فِي فَتَاوِيْهِ وَلِأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ فَعْلُهَا سِتًّا وَثَلاَثِيْنَ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَاْلأَصْحَابُ : مِنْ خَصَائِصِهِمْ . (الديباج في توضيح المنهاج : ج 1 ص : 198 (دار الحديث 2005)
Artinya: Shalat Tarawih dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Imam al-Rûyâniy menghikayatkan pendapat dari Qaul Qadim ”Sesungguhnya pernyataan shalat Tarawih tidak ada batasan adalah pendapat yang Gharib (aneh)”. Seseorang yang mengerjakan shalat Tarawih hendaknya memberi salam pada tiap 2 rakaatnya. Seandainya seseorang shalat 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah. Imam Nawawiy al-Dimasyqiy telah menyebutkan hal itu dalam kitabnya al-Tahqîq, yang bersandar kepada al-Qâdhi Husain dalam fatâwanya. Adapun penduduk kota Madinah mereka mengerjakan shalat Tarawih 36 rakaat. Imam Syafii dan para pengikutnya berkata:” Khusus bagi penduduk Madinah saja”.


ü Imam Muhammad Amin Kurdiy
اَلتَّرَاوِيْحُ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ, فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ , وَيُسَنُّ كَوْنُهَا جَمَاعَةً .) تنويرالقلوب في معاملة علام الغيوب : ص : 199 (دار الفكر 1994)
Artinya; Shalat Tarawih itu dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Bila seseorang shalat setiap 4 rakaat dengan satu salam maka shalatnya tidak sah. Disunahkan pelaksanaannya berjamaah.”

ü Syaikh Mahmud Muhammad Khatthab al-Subkiy
وَيُطْلَبُ السَّلاَمُ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا أَوْ أَكْثَرَ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ وَقَعَدَ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رِكْعَتَيْنِ صَحَّتْ صَلاَتُهُ مَعَ الْكَرَاهَةِ عِنْدَ غَيْرِ الشَّافِعِي , وَلاَ تَصِحُّ عِنْدَ هُمْ , لِأَنَّ السَّلاَمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَرْضٌ عِنْدَهُمْ . وَكَذَا اِذَا لَمْ يَقْعُدْ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلاَ تَصِحَّ عِنْدَهُمْ بِالْأَوْلَى . وَبِهِ قَالَ محمدٌ وَ زُفَرُ لِأَنَّ الْقُعُوْدَ عَلَى رَأْسِ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَرْضٌ فِي التَّطَوُّعِ . (الدين الخالص أو ارشاد الخلق الى دين الحق  ج 4 ص : 170 (مطبعة السعادة 1964)
Artinya: Dituntut melakukan salam pada tiap 2 rakaat,. Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat atau lebih dengan satu salam dan ia duduk tasyahhud, maka shalatnya sah tetapi makruh menurut ulama selain Mazhab Syafii, dan tidak sah menurut Mazhab Syafii. Alasannya karena memberi salam pada tiap 2 rakaat itu wajib dalam Mazhab Syafii, begitu juga bila seseorang tidak melakukan duduk tasyahhaud pada tiap 2 rakaat maka lebih teristimewa tidak sah. Dalam hal ini Syaikh Muhammad dan Zufar mengatakan: ”Duduk tasyahhud pada tiap 2 rakaat dalam shalat sunah hukumnya wajib.

ü Syaikh Shiddiq Hasan Ali al-Qanujiy al-Bukhariy
قَالَ الْحَلِيمِيُّ وَالسِّرُّ فِي كَوْنِهَا عِشْرِينَ أَنَّ الرَّوَاتِبَ فِي غَيْرِ رَمَضَانَ عَشْرُ رَكَعَاتٍ فَضُوعِفَتْ لِأَنَّهُ وَقْتُ جِدٍّ وَتَشْمِيرٍ ،وَفُهِمَ مِمَّا سَبَقَ مِنْ أَنَّها بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ أَنَّهُ لَوْ صَلَّاهَا أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ . وَبِهِ صَـرَّحَ اْلاِمَـامُ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ لِشَبَهِهَا بِالْفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلَا تَغَيُّرَ عَمَّا وَرَدَ .( عون الباري لِحَلِّ أدلة البخاري  ج 2  ص : 862 دار الرشيد : حلب سوريا 1992)
Artinya; Imam al-Halimi berkata ”Hikmah dan rahasia 20 rakaat shalat Tarawih adalah shalat Rawatib yang Muakkad itu 10 rakaat, di bulan Ramadhan digandakan karena bulan Ramadhan itu bulan yang penuh semangat dan gairah untuk mengerjakan ibadah. Dipahami dari ungkapan yang telah lalu sesungguhnya shalat Tarawih itu pelaksanaannya dengan 10 kali salam, Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, maka shalatnya tidak sah. Seperti inilah keterangan yang telah dijelaskan oleh Imam Nawawiy dalam kitab al-Rawdhah, Karena shalat Tarawih menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang).

ü Sayyid Muhammad Ibn Abdullah al-Jurdaniy
وَلاَ بُدَّ أَنْ تُفْعَلَ رَكْعَتَيْنِ لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ , وَلَوْ أَحْرَمَ بِزِيَادَةٍ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اَوْ بِنَقْصٍ عَنْهُمَا لَمْ يَنْعَقِدْ اِحْرَامُهُ . )فتح العلام بشرح مرشد الأنام  ج 2 ص : 27 (دار السلام 1988)
Artinya: Seharusnya shalat Tarawih itu dikerjakan dengan cara 2 rakaat (satu salam) karena telah datang keterangannya. Seandainya seseorang melakukan takbiratul ihram  lebih dari 2 rakaat atau kurang dari 2 rakaat dalam mengerjakan shalat Tarawih maka shalat Tarawihnya tidak jadi (tidak sah).
ü Syaikh Ibrahim Ibn Muhammad al-Bayjuriy:
وَيُؤَيِّدُهُ مَا هُوَ ظَاهِرُ سِيَاقِ الْحَدِيْثِ مِنَ أَنَّ اْلأَرْبَعَ رَكَعَاتٍ كَانَتْ بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ, وَعَلَى كَوْنِهَا كَانَتْ صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ يَتَعَيَّنُ أَنَّهَا كَانَتْ بِسَلاَمَيْنِ, ِلأَنَّ التَّرَاوِيْحَ يَجِبُ فِيْهَا السَّلاَمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , وَلاَ يَصِحُّ فِيْهَا أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ . )المواهب اللدنية على الشمائل المحمدية ص : 144 (الحرمين  د ت)
Artinya;Ungkapan zohir hadis menguatkan hal itu, sesungguhnya 4 rakaat dikerjakan dengan sekali salam. Apabila shalat tersebut adalah shalat Tarawih menjadi keharusan 4 rakaat dikerjakan dengan 2 salam, karena pelaksanaan shalat Tarawih hukumnya wajib salam pada tiap 2 rakaat. Tidak sah shalat Tarawih dikerjakan 4 rakaat, sekali salam.

ü Syaikh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy:
وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ مِنَ التَّرَاوِيْحِ اَوْ مِنْ قِـيَامِ رَمَـضَانَ اَوْ سُنَّةِ التَّرَاوِيْحِ. وَلاَ يَصِحُّ اَنْ يُصَلِّيَ أَرْبَعًا مِنْهَا بِسَـلاَمٍ بَلْ لاَ بُـدَّ اَنْ يَكُوْنَ كُلُّ رَكْعَتَيْنِ مِنْهَا بِسَـلاَمٍ لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ . )نهاية الزين شرح قرة العين بمهمات الدين :  ص : 114 (الحرمين 2005)
Artinya: “Shalat Tarawih tidak sah bila dilakukan dengan niat shalat mutlak, tetapi seseorang yang mengerjakannya berniat shalat Tarawih, shalat Qiyam Ramadhan atau shalat sunah Tarawih. Tidak sah bila ia melakukan shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, bahkan semestinya yang ia lakukan adalah mengucapkan salam pada tiap 2 rakaat karena begitulah keterangan yang datang.”

ü Syaikh Muhammad Mahfuz al-Termasiy
قَوْلُهُ: (فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا) اَيْ مَثَلًا فَالْمُرَادُ بِهِ أَكْثَرُ مِنْ رَكْعَتَيْنِ قَوْلُهُ: (بِتَسْلِيْمَةٍ) اَيْ وَاحِدَةٍ قَوْلُهُ: (لَمْ يَصِحَّ) أَيْ لَمْ تَنْعَقِدْ مَوْهَبَة ذي الفضل على شرح ابن حجر الهيتمي للمقدمة بافضل ج 2 ص : 469 (المطبعة العامرة الشرفية بمصر المحمية 1326 )
Artinya: "Perkataan Ibn Hajar: Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat seumpamanya, maka yang dimaksud adalah lebih dari 2 rakaat, dengan satu salam, maka hukum shalatnya tidak sah yakni batal

ü Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Kediriy
وَاعْلَمْ اَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ ِمنْ رَمَضَانَ .وَكَيْفِيَّتُهَا مَشْهُوْرَةٌ قَالَ النَّوَوِيُّ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ اْلقَاضِى حُسَيْنٌ فِي فَتَاوِيْ ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ . (مناهيج الامداد شرح ارشاد العباد الى سبيل الرشاد ج 1 ص : 240 (مطبعة المعهد الاحسان الجمفسي 2006)
Artinya: Ketahuilah sesungguhnya shalat Tarawih 20 rakaat dengan 10 salam pada tiap malam bulan Ramadhan. Tata caranya telah diketahui banyak orang. Imam Nawawi berkata “Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah”. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan.

ü Sayyid Umar Bin Muhammad Barakat:
وَيُسَلِّمُ الشَّخْصُ فِيْهَا مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، هَذَا شَرْطٌ فِي صِحَّتِهَا فَلِذَالِكَ فَرَعَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ: فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنَ الرَّكَعَاتِ بِتَسْليِمَةٍ وَاحِدَةٍ لَمْ تَصِحَّ صَلاَتُهُ لِمُخَالَفَةِ مَا وَرَدَ فِيْهَا مِنْ أَنَّهَا تُصَلََّى رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ لِأَنَّهَا بِمَشْرُوعِيَّةِ الْجَمَاعَةِ فِيهَا أَشْبَهَتْ الْفَرِيْضَةَ فَلَا تَغَيُّرَ مَا وَرَدَ فِيْـهَا . فيض الأله المالك شرح عمدة السالك وعدة الناسك :  ج 1 ص : 142 (الحرمين دت)    
Artinya: Seseorang mengucapkan salam pada tiap 2 rakaat dalam mengerjakan shalat Tarawih. Hal ini merupakan syarat sah tidaknya shalat Tarawih. Karena itu pengarang kitab Umdah al-Salik membuat far’un (cabang) atas perkataannya “Bila seseorang shalat setiap 4 rakaat dengan satu salam maka shalatnya tidak sah shalatnya”. Dengan alasan telah menyalahi aturan yang telah datang, bahwa Tarawih itu dikerjakan 2 rakat-2 rakaat dengan 1 salam. Hal demikian karena shalat tarawih itu dianjurkan berjamaah, sehingga menyerupai shalat fardhu maka jangan diubah sesuatu yang telah datang keterangannya.

ü Habib Ahmad Ibn Umar al-Syathiriy
صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ, وَيَجِبُ اَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى وَوَقْتُهَا مِنْ أَدَاءِ صَلاَةِ الْعِشَاءِ اِلَى طُلُوْعِ الْفَجْرِ, فَيُسَلِّمُ حَتْمًا مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْ أَحْرَمَ بِأَكْثَرَ عَامِدًا عَالِمًا لَمْ تَنْعَقِدْ وَاِلَّا اِنْعَقَدَتْ نَفْلاً مُطْلَقًا . (الياقوت النفيس في مذهب ابن ادريس  : ص : 43 (دار المعرفة 2005)
Artinya: Shalat Tarawih dilaksanakan 20 rakaat pada setiap malam bulan Ramadhan. Dalam pelaksanaannya wajib 2 rakaat-2 rakaat. Waktunya dari selesai mengerjakan shalat Isya sampai terbit fajar. Seseorang dipastikan memberi salam pada tiap 2 rakaatnya. Jika ia shalat lebih dari 2 rakaat sengaja- ngaja dan tahu (itu tidak sah) maka shalat Tarawihnya rusak. Tetapi bila ia tidak sengaja atau lantaran ketidaktahuannya maka Tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu menjadi shalat sunah mutlaq.

ü Syaikh Abdul Hamid Ibn Muhammad Ali Kudus
فَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا أَوْ أَكْثَرَ بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ أَصْلاً اِنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا وَاِلاَّ صَحَّتْ نَفْلاً مُطْلَقًا . (الأنوار السنية شرح الدرر البهية :  ص : 112 (الحرمين د ت)  
Artinya; Wajib salam pada setiap 2 rakaat. Bila seseorang shalat 4 rakaat atau lebih dengan sekali salam maka shalat Tarawihnya tidak sah sama sekali, jika ia sengaja-ngaja atau mengetahui itu. Jika tidak, maka shalatnya sah menjadi shalat mutlaq.

ü Syaikh Ali Ma’shum al-Jogjawiy Kerapyak
وَاعْلَمْ أَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحِ مَثْنَى مَثْنَى فِي مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَالشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا: يَجِبُ اَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَاِذَا صَلاَّهَا أَرْبَعًا بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ لَمْ تَصِحَّ . (حجة اهل السنة والجماعة  ص : 34 )
Artinya;Ketahuilah sesungguhnya shalat Tarawih itu dikerjakan dengan 2 rakaat-2 rakaat menurut pandangan Ahlu Sunah Wal jama’ah. Ulama mazhab Syafii berkata;” Wajib, seseorang melakukan salam pada tiap 2 rakaat. Jika ia mengerjakan shalat Tarawih 4 rakaat dengan 1 salam, maka hukum shalatnya tidak sah.
ü Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Bekasi: 
 قوله : (يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ) صَلاَتُهُ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وسلم أَرْبَعًا يَحْتَمِلُ أَنَّهَا سَلاَمَانِ وَتَشَهُّدَانِ بِدَلاَلَةِ فِعْلِهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْلِهِ : صَلاَةُ الَّليْلِ مَثْنَى مَثْنَى, وَحَقَّقَ عُلَمَاءُ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ بِنِيَّةِ التَّرَاوِيْحَ لَمْ يَصِحَّ لِمُخَالَفَتِهِ بِمَا عَلَيْهِ حَدِيْثُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم: صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، وَعَمَلِ أَصْحَابِ اْلكِرَاِم رضيَ اللهُ تعالى عنَهُمْ .) مِصْباح الظَّلاَم شرح بلوغ المرام من ادلة الأحكام :  ج 2 ص : 142)
Artinya: Perkataan (Nabi shalat 4 rakaat, maka jangan kau tanya bagaimana bagus dan panjangnya) shalat Nabi 4 rakaat mengandung kemungkinan 4 rakaat, itu dilakukan dengan cara 2 salam dan 2 tasyahhud. Dengan adanya perbuatan dan perkataan Nabi “ Shalat malam itu dikerjakan 2 rakaat 2 rakaat. Ulama Mazhab Syafi’i telah mentahqiq sesengguhnya siapa saja yang shalat 4 rakaat sekali salam dengan niat shalat Tarawih, maka tidak sah. Karena menyalahi hadis Rasulullah “ Shalat malam itu dua dua” dan juga menyalahi amalan para sahabat mulia yang Allah telah berikan keridhaanNya kepada mereka.”





Jumlah Rakaat Dan Kaifiyat Shalat Tarawih
          Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rakaat shalat Tarawih. Al-Habib Zayn Ibn Ibrahim Ibn Sumayt berpendapat bahwa jumlah rakaat Shalat Tarawih minimal 2 rakaat. Maksimalnya 20 rakaat. Dikerjakan khusus pada setiap malam bulan Ramadhan, baik secara sendiri-sendiri ataupun berjamaah, tetapi lebih afdhal shalat Tarawih dikerjakan secara berjamaah.[1]

          Sedangkan menurut al-Hafizh Syaikh Abdullah al-Harariy berpendapat bahwa: ”Shalat Tarawih adalah bagian dari Qiyam Ramadhan. Siapa yang berniat mengerjakan Shalat Tarawih, tidak boleh kurang atau lebih dari 20 rakaat. Dengan alasan Tarawih merupakan sebuah istilah yang telah terdefinisi dengan jelas, sebagai shalat yang dikerjakan oleh para sahabat di zaman Sayidina Umar Ibn Khatthab khusus pada bulan Ramadhan dengan 20 rakaat, 10 kali salam. Adapun bila seseorang berniat mengerjakan shalat Qiyam Ramadhan, maka tidak ada batasan rakaatnya. Artinya, boleh kurang atau lebih dari 20 rakaat.[2]

          Khusus bagi penduduk kota Madinah boleh mengerjakan shalat Tarawih lebih dari 20 rakaat. Sedangkan jumlah rakaat shalat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti penting) dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Tetapi yang paling afdhal mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Karena sesuai dengan amalan yang telah dikerjakan oleh para sahabat, Tabiin dan para Salafus Sâlih.

Kalau kita mau jujur, dengan menelusuri dan mencermati pendapat para ulama yang telah dikemukakan di atas, hampir semua sependapat dan sepakat bahwa mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat itu adalah jumlah rakaat yang paling banyak dikerjakan oleh banyak umat Islam termasuk di Masjid al-Haram Makkah sejak zaman Khalifah Umar Ibn Khatthab sampai saat sekarang ini, dan hal itu tidak pernah berubah. Sebagaimana telah ditegaskan oleh para imam Mujtahid; Imam Abu Hanifah,  Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad Ibn Hambal dan hampir semua ulama termasuk Syaikh Ibn Taymiyyah.

Siapa lagi yang pantas dan patut kita teladani dalam mengamalkan suatu ibadah kalau bukan para ulama Salafus Salih, merekalah yang lebih utama dari pada kita, karena mereka hidup dalam masa yang lebih baik dari masa kita. Rasulullah bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُم .
Artinya”Manusia terbaik adalah mereka yang hidup pada masa aku hidup (para sahabat) kemudian generasi selanjutnya (para Tabi’in) kemudian generasi selanjutnya (pengikut Tabi’in).”[3]

Adapun hukum orang yang mengerjakan shalat Tarawih kurang dari 20 rakaat, seperti 8 rakaat, maka ia tetap mendapat pahala Shalat Tarawih. Dengan catatan, 8 rakaat tersebut dikerjakan dengan salam pada tiap 2 rakaatnya. Namun pahala yang ia dapat tidak seperti orang yang mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Apabila shalat Tarawih 8 rakaat itu dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam-4 rakaat sekali salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah.

Bagi mereka yang mengerjakan di masjid atau di mushalla shalat Tarawih dengan 8 rakaat dan ditambah 3 rakaat shalat Witir, mereka pun masih bisa mendapatkan keafdholan pahala shalat Tarawih dengan cara menyempurnakan bilangan rakaat shalat Tarawih di rumah dengan menambahkan 12 rakaat, agar jumlah rakaat shalat Tarawih mereka 20 rakaat.

 Para Ulama bersepakat mengatakan berapapun bilangan rakaat shalat Tarawih yang dikerjakan, setiap 2 rakaat diakhiri dengan salam. Adapun pendapat sekelompok orang yang mengajarkan dan mengamalkan shalat Tarawih dengan cara 4 rakat sekali salam, 4 rakaat sekali salam, yang semarak dikerjakan banyak orang dan sudah terlanjur mengakar, sehingga muncul kesan bahwa praktek seperti itulah yang benar dan perlu ditradisikan. Padahal fakta ilmiah mengatakan cara seperti itu tidak benar dan tidak sejalan dengan ajaran para ulama Salafus Shalih. Sia-sia mengerjakan shalat Tarawih sebulan penuh, kalau ternyata praktek ibadah yang dikerjakan menyalahi aturan Syariat. Ini yang disebut Sial Dangkalan, sudah cape, tenaga terkuras, waktu terbuang, pahalanya kaga ada. Laksana orang yang nimba kubangan (kobak) besar yang ada di sawah untuk mendapatkan banyak ikan, ternyata ia tidak dapatkan ikan karena kubangan itu sudah di cengkaling orang. 
Para ulama Mazhab Imam Malik dan Mazhab Imam Ahmad Ibn Hambal berpendapat:”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali  salam itu hukumnya Makruh. Karena telah meninggalkan kesunahan bertasyahhud dan memberi salam pada setiap 2 rakaat.[4]

Sedangkan para ulama Mazhab Imam Syafii mengatakan: ”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali salam, hukumnya tidak sah”.[5] Dengan alasan telah menyalahi istilah dan prosedur shalat Tarawih yang sudah jelas definisinya.



Memang secara umum, pelaksanaan shalat sunah ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah rakaat setiap kali salamnya. Menurut Imam Malik dan Imam Syafii, shalat sunah, baik di waktu malam  maupun siang, dilakukan dengan cara dua-dua yakni; setiap 2 rakaat salam. Menurut Imam Abu Hanifah, boleh melakukannya dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, enam-enam, delapan-delapan, dengan sekali salam (tanpa salam tiap 2 rakaatnya). Ada juga yang membedakan antara shalat sunah malam dan siang, kalau shalat sunah malam dikerjakan dua-dua, kalau shalat sunah siang boleh empat-empat sekali salam. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan hadis yang datang dalam masalah ini. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Muhammad Ibn Abdurrahman al-Dimasyqiy dalam kitab Rahmah al-Ummah Fi Ikhtilâf al-Aimmah:
(فَصْلٌ) وَالسُنَّةُ فيِ تَطَوُّعِ الَّليْلِ وَالنَّهَارِ اَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ . فَاِنْ سَلَّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَةٍ جَازَ عِنْدَ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ . وَقاَلَ اَبُوْ حَنِيْفَةَ لاَ يَجُوْزُ . وَقَالَ فِي صَلاَةِ الَّليْلِ اِنْ شَاءَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ اَوْ أَرْبَعًا اَوْ سِتًّا اَوْ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ . وَبِالنَّهَارِ يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ أَرْبَعٍ . (رحمة الأمة بهامش كتاب الميزان الكبرى ج 1 ص : 55)
Artinya: “Disunahkan mengerjakan Shalat sunah yang dilaksanakan di waktu malam dan siang hari dengan salam tiap 2 rakaat. Jika seseorang salam pada tiap 1 rakaat hukumnya boleh menurut Imam Malik, Syafii dan Ahmad. Imam Abu Hanifah berkata tidak boleh. Beliau juga mengatakan shalat malam boleh dikerjakan 2-2, 4-4, 6-6, 8-8 dengan sekali salam, shalat sunah yang dilakukan siang hari boleh dengan 4 rakaat 1 salam”.

Dalam menyikapi perbedaan masalah ibadah, kita tidak perlu bingung, alergi ataupun antipati.[1] Sebab masing-masing di antara pendapat- pendapat ulama tersebut mempunyai landasan dalil. Solusi yang tepat untuk menyikapi perbedaan pendapat tersebut adalah dengan menerapkan kaidah Usul Fiqh, ( اَلْخُرُوْجُ مِنَ الْخِلاَفِ مُسْتَحَبٌّ ) Artinya: ”Keluar dari perbedaan pendapat adalah suatu hal yang dianjurkan.” Tetapi dengan catatan harus dengan mengambil pendapat yang paling sesuai dengan prinsip hukum atau yang paling benar di antara keduanya. Yang dimaksud dengan keluar dari perbedaan pendapat dalam konteks ini adalah mengerjakan shalat Tarawih dengan cara 2 rakaat- 2 rakaat. Sebab, bila kita kerjakan shalat Tarawih dengan cara 4 rakaat satu salam akan bertabrakan dengan 2 Qaul ulama. Pertama, Qaul dalam Mazhab Imam Malik dan Mazhab Imam Ahmad Ibn Hambal yang berpendapat:”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali  salam itu hukumnya Makruh. Kedua, Qaul dalam Mazhab Imam Syafii mengatakan:”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat 1 salam, tidak sah”. Tidak enak rasanya, bila di satu sisi kita mengerjakan ibadah bertujuan mencari Ridho Allah, mengharapkan pahala dan kekhusu’an di dalamnya, sedangkan di sisi lain para ulama mengatakan ibadah yang kita kerjakan hukumnya Makruh atau tidak sah.

          Perlu diketahui, meskipun dalam mazhab Imam Abu Hanifah ada pendapat yang mengatakan boleh shalat sunah malam hari dikerjakan dengan 2-2, 4-4, 6-6, 8-8 dengan sekali salam, tapi pendapat 4 rakaat, 6 rakaat, dan 8 rakaat yang dikerjakan dengan sekali salam tidak dijadikan hujjah (argumen) dan juga tidak diamalkan dalam Mazhab Imam Abi Hanifah. Tetap saja shalat dengan cara 2 rakaat, 2 rakaat yang mereka amalkan sebagai tindakan keluar dari perbedaan pendapat para ulama. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Syaikh Muhammad Anwâr Syâh al-Kasymîriy al-Hindiy dalam kitabnya, al-A’rf al-Syadziy Syarh Sunan al-Tirmidziy sebagai berikut:
وَلَمْ يَثْبُتْ حَدِيْثٌ يُنَصُّ عَلَى أَرْبَعٍ بِالَّليْلِ بِتَسْلِيْمَةٍ، وَتَمَسَّكَ اْلأَحْنَافُ فِي مَذْهَبِ أَبِي حَنِيْفَةَ بِحَدِيْثِ عَائِشَةَ حَدِيْثِ الصَّحِيْحَيْنِ : كَانَ يُصَلِّي أَرْبَعاً فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ . إلخ ، وَأَقُوْلُ : إِنَّهُ لَيْسَ بِحُجَّةٍ لَنَا، فَإِنَّ الْحَدِيْثَ مُبْهَمٌ وَلاَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ بَلْ هِيَ مَحْمُوْلَةٌ عِنْدِي عَلىَ هَيْأَةِ التَّرَاوِيْحِ فِي زَمَانِنَا أَيْ التَّسْلِيْمَةُ عَلىَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ وَالتَّرْوِيْحَةُ عَلَى أَرْبَعَةٍ ، وَمَرَّ عَلَيْهِ أَبُوْ عُمَرَ فيِ التَّمْهِيْدِ، وَقَالَ فِي شَرْحِ الْحَدِيْثِ مِثْلُ مَا قُلْتُ . وَإِنَّمَا جُمِعَتْ بَيْنَ أَرْبَعٍ لِعَدَمِ الْوَقْفَةِ وَالتَّرْوِيْحَةُ عَلَى رَكْعَتَيْنِ ، ثُمَّ وَجَدْتُ فِي السُّنَنِ الْكُبْرَى مَرْفُوْعاً : يُصَلِّي أَرْبَعاً فَيَتَرَوَّحُ إلخ ، وَيَدُلُّ عَلَى التَّسْلِيْمِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ عَنْ عَائِشَةَ مَا فِي مُسْلِمٍ يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَفِي النَّسَائِيِّ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ: يُسَلِّمُ عَلَى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، فَلاَ يَكُوْنُ حُجَّةً لَنَا نَاهِضَةً فَإِنَّ الرُّوَاةَ بَعْضُهُمْ يُعَبِّرُوْنَ الْمُرَادَ مُجْمَلاً ، وَبْعضُهُمْ يُفْصِحُوْنَ بِالْمُرَادِ وَيَذْكُرُوْنَ التَّسْلِيْمَ عَلَى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَاْلأَوَّلُوْنَ لاَ يَذْكُرُوْنَ التَّسْلِيْمَ فَلاَ يُمْكِنُ اْلاِسْتِدْلاَلُ بِاْلإِجْمَالِ . 
                                                                                                  
Artinya: Tidak ada keterangan Nash hadis shalat malam dikerjakan 4 rakaat dengan satu salam, para ulama yang berafiliasi dalam Mazhab Abi Hanifah berpegang pada hadis Siti A’isyah riwayat Imam Bukhariy dan Muslim:”Beliau shalat 4 rakaat maka jangan engkau tanyakan betapa elok dan lamanya”. Menurutku:”hadis ini bukan sebagai dalil dalam Mazhab Kami, karena hadis ini tidak jelas dan juga hadis ini bukan sebagai dalil 4 rakaat dikerjakan dengan satu salam, akan tetapi menurutku 4 rakaat tersebut dikandungkan atas bentuk shalat Tarawih yang dikerjakan pada zaman ini dengan memberi salam pada tiap 2 rakaat- 2 rakaat, 1 Tarwihah (istirahat) itu terdiri dari 4 rakaat. Inilah yang dijelaskan oleh Syaikh Abu Umar dalam kitab al-Tamhîd, beliau mengatakan komentar hadis seperti yang aku sebutkan. Penyebutan 4 rakaat adalah gabungan (2 rakaat- 2 rakaat) karena tidak ada perhentian dan istirahat atas 2 rakaat pertama. Aku temukan dalam kitab al-Sunan al-Kubrâ dengan sanad yang Marfû’ bahwa: Rasulullah shalat 4 rakaat kemudian beliau beristirahat, menjadi dalil memberi salam pada tiap 2 rakaat, dari Siti A’isyah riwayat Imam Muslim: beliau shalat memberi salam pada tiap 2 rakaat. Riwayat Imam Nasâiy dari Ummi Salamah: beliau salam pada tiap 2 rakaat. Maka hal itu tidak bisa menjadi dalil yang tegak lantaran setiap perawi hadis telah mengungkapkan maksud yang masih Mujmal (global), sebagian mereka menjelaskan yang dimaksud dan menyebutkan bahwa beliau memberi salam pada tiap 2 rakaat. Sedangkan kelompok pertama tidak menyebutkan salam pada tiap 2 rakaat, maka tidak mungkin bisa dijadikan dalil sesuatu yang masih bersifat global (umum).[2]




[1] Antipati memiliki arti penolakan atau perasaan tidak suka; perasaan menentang objek tertentu yang bersifat persona dan abstrak. Lihat: Tim Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2003) h. 57. 
[2] Muhammad Anwâr Syâh al-Kasymîriy al-Hindiy, al-A’rf al-Syadziy Syarh Sunan al-Tirmidziy, vol.1 (Muassasah Dhuhâ 2000) h. 488.


[1] Hasan Ibn Ahmad al-Kaf, al-Taqrirat al-Sadidah Fi Masail al-Mufidah, vol. 1 (Dar al-Ulum: Surabaya 2004) h. 287.
[2] Al-Hafiz Abdullah al-Harariy, Bughyah al-Thâlib Lima’rifah al-Ilm al-Diniy al-Wajib, vol. 1 (Dar al-Masyari’ 2004) h. 281.
[3] Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy, Imam Muslim, Imam Tirmidziy, Imam Ahmad, Imam Ibn Abi Syaybah, Imam al-Bayhaqiy, Imam Hakim, Imam al-Thabaraniy, Imam Ibn Hibban dan lain-lain.
[4]  Lihat: Hasyiyah al-Fawâkih al-Dawâniy Alâ Risâlah Abi Zayd al-Qayrawâniy, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr tt) h. 464; Hasyiyah al-Adawiy Ala Syarh Kifâyah al-Thâlib al-Rabbâniy, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr tt) h. 442; Abdurrahman al-Jazîriy, Kitâb al-Fiqh Ala al-Madzâhib al-Arba’ah, vol. 1 (Beirut: Dâr al-Fikr 2002) h. 290; Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr 1989) h. 65-73.
[5] Bagi anda yang ingin mengetahui lebih luas penjelasan argumen para ulama secara terperinci terkait masalah tersebut, silahkan anda merujuk risalah: الجــواب الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح,  yang telah kami cetak pertama kali pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1430 H bertepatan dengan tanggal 9 Maret 2009 M.

 TOLONG SEBARKAN>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 By
Khadimul Janabin Nabawiy
H. Rizqi Zulqornain al-Batawiy

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ، وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .
اللهمَّ صلَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَولاَنَا مُحَمَّدِنِ الفَاتِحِ لِمُـغْلَقَاتِ خَزَائِنِ العَوالِمِ الوجُودِيَّةِ الَّتِي برَزَتْ مِنْ حَيْزِ بُطُونِ العَدمِ الأَزَلِيِّ الْمَقْهُوْرِ . إِلَى سَاحَاتِ مَيَادِينِ الظُّهُورِ . والَخاتِمِ لِمَا سَبَقَ فِي عِلمِ اللهِ بُروزُ سرِّهِ مِن أَوامِرِ مَظَاهِرِ الْمَمْلَكَةِ الإلهِيةِ الذِي هُوَ قُطبُ رَحَاهَا وشُؤونُهَا عَلَيهِ تَدُورُ . نَاصِرِ أَعْلاَمِ دَولَةِ الْحَقِّ بِجَحَافِلِ جُيُوشِ الصِّدْقِ الْمُبِيدَةِ بِبَوَارِقِ أَسِنَّتِهَا الْمُحَمَّدِيةِ الأَحْمديةِ طَوَاغِيتَ الإِجْحَافِ وَالظُّلَمِ وَالْجُورِ . وَالْهَادِي إِلَى الصِّرَاطِ الْمُستَقِيمِ والْمَنهَجِ الرَّبَّانِي القَوِيْمِ بِالسِّيَاسَةِ الْحَقَّانِيةِ وَالْمَعرِفَةِ التَامةِ الإيقَانِيَةِ وَالْحِكمَةِ البَالِغَةِ وَالْحُجةِ الدّامِغَةِ السَّاطِعَةِ النُّور . اللهمَّ صلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيهِ وَعَلَى آلِهِ الأَفْرَادِ البُدُورِ . وَصحَابَتِهِ الأمْجَادِ الصُّدُور . حَقَّ قَدرِهِ الفَخِيمِ فِي سَائِرِ الْحَضرَات والْخطَرَاتِ، وَمِقدَارِهِ العَظِيمِ عِندَ رَبِّ البَرِيَّاتِ، صَلاَةً جَامِعَةً لامِعَةً نَافعةً رَافِعَةً مَانِعَةً يَانِعَةً تَتَوَالَى ما قُرِئَتِ السُّطُورُ . وتفتقَ رتقُ الدهُورِ  بِتَعَاقُبِ أَدْوَارِ الأمُور . نَجِدُهَا يَا أللهُ ذَخِيْرةً  وَعُمدَةً، وزَادًا وَعُدَّةً يَوْمَ الْعَرَضِ وَالنُّشُوْرِ .




7 komentar:

Unknown mengatakan...

Izin Share :D

Yayasan Almuafah mengatakan...

dengan senang hati

Ponco Cah Tuban mengatakan...

HADITS-HADITS TENTANG ROKA’AT DAN KAIFIYYAT QIYAMU ROMADHAN ( TARAWIH )

1. Tarawih dengan Roka’at 8 + 3
حدثنا عثمان بن عبيد الله الطلحي الكوفي ، حدثنا جعفر بن حميد ، حدثنا يعقوب بن عبد الله القمي ، عن عيسى ابن جارية ، عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال : صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم في شهر رمضان ثمان ركعات وأوتر
Dari Jabir bin Abdillah Ra ia berkata : Rasulullah Saw shalat mengimami kami delapan roka’at pada malam Romadhan dan beliau melakukan witir.

HR At Thabrani Al Mu’jam As Shaghir 1:190, Ausath 4:440-441 No 3743- 3745, Fathur Robani 5:15, Ibnu Khuzaimah 2:138 No 1070, Abu Ya’la 3:336-337 No 1801, Ibnu Hibban 4:110.

Hadits ini dlaif, pada sanad ada Rawi : Isa bin Jariyah Al Anshari Al Madini.
 Abu Daud berkata : Dia munkarul hadits
 An Nasa’i berkata : Dia itu matruk
 Ibnu Adi berkata : Hadits-haditsnya tidak mahfudh (tidak shahih)
 Ibnu Hajjar berkata : padanya ada kelemahan.
Ad Duafau wal Matrukin :261 No 423, Tahdzibul Kamal 22:589 No 4619, Al Kamil 2:285, Taqribut Tahdzib; 766 No 5323, Mizanul I’tidal 3:311 No 6555

2. Tawawih 20 Roka’at dengan Witir
(انبأ) أبو سعد المالينى ثنا أبو احمد بن عدى الحافظ ثنا عبد الله بن محمد بن عبد العزيز ثنا منصور بن ابى مزاحم ثنا ابو شيبة عن الحكم عن مقسم عن ابن عباس قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلى في شهر رمضان في غير جماعة بعشرين ركعة والوتر
Dari Ibnu Abbas Ra ia berkata : Nabi Saw pernah shalat pada bulan Ramadhan dua puluh raka’at dan witir dengan tidak berjama’ah.

Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 2:285, At Thabrani Al Mu’jam al Kabir 11:393, Ausath 1:144, Al Baihaqi As Sunanul Kubra 2:496.

Semua sanad hadits ini melalui rawi yang sama yaitu Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman, dia rawi yang dlaif.
 Yahya bin Ma’in berkata : Dia tidak kuat
 An Nasa’i dan Abu Bisyrin Ad Dulabi berkata ; dia munkarul hadits ( haditsnya ditinggalkan)
 At Tirmidzi berkata : Dia munkarul hadits
 Imam Al Bukhari berkata : Sakatu Anhu (derajatnya sangat lemah)
Tahdzibul Kamal 2:148 No 212, Mizanul I’tidal 1:48 no 145

3. Tarawih 20 Roka’at tanpa Witir
(وقد اخبرنا) أبو عبد الله الحسين بن محمد بن الحسين بن فنجويه الدينورى بالدامغان ثنا احمد بن محمد بن اسحاق السنى انبأ عبد الله بن محمد بن عبد العزيز البغوي ثنا على بن الجعد انبأ ابن ابى ذئب عن يزد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال كانوا يقومون على عهد عمر بن الخطاب رضى الله عنها في شهر رمضان بعشرين ركعة
Dari Yazid bin Khushaifah dari As Saib bin Yazid ia berkata ; orang-orang shalat malam pada masa Umar bi Khatab Ra di bulan Romadhan dengan dua puluh roka’at. HR Al Baihaqi As Sunanul Kubro 2:496

Yazid bin Khushaifah salah seorang rawi di hadits ini oleh imam Ahmad bin Hanbal ditajrih Munkarul hadits.
Tahdzibut Tahdzib 11:340, Mizanul I’tidal 4:430, Tahdzibul Kamal 32:173

4. Tarawih dengan 23 Raka’at
حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ أَنَّهُ قَالَ كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً
Dari Yazid bin Ruman ia berkata : Orang-orang pada zaman Umar bin Khatab shalat tarawih dua puluh tiga roka’at.
HR Al Muwattha’ 1:73 No 5, Al Baihaqi As Sunanul Kubro 2:496.

Hadits ini dla’if mursal sebab Yazid bin Ruman tidak sezaman dengan Umar bin Khatab.
 Al Waqidi berkata : Yazid bin Ruman wafat th 130 H, sedangkan Umar wafat th 23 H. Dengan demikian ada selisih 107 tahun dari wafatnya Umar, para Ulama telah sepakat bahwa Yazid bin Ruman tidak hidup pada zaman Umar.
Nasbur Royah 2:154, Al Mu’jam Syarah Al Muhadzab 4:33, Umdatul Qari 5:357, Tahdzibul Kamal 21:317 dan 32:123.

Ponco Cah Tuban mengatakan...

5. Tarawih 11 Roka’at
حدثنا أبو محمد عبد الله بن يونس قال ثنا بقي بن مخلد رحمه الله قال ثنا أبو بكر قال ثنا يحيى بن سعيد القطان عن محمد بن يوسف أن السائب أخبره أن عمر جمع الناس على أبي وتميم فكانا يصليان إحدى عشرة ركعة يقرآن بالمئين يعني في رمضان.
Dari Muhammad bin Yusuf bahwasannya As Saib bin Yazid mengkhabarkan, sesungguhnya Umar Ra mengumpulkan orang-orang untuk berma’mum kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim (Ad Dari) sebelas raka’at, mereka membaca lebih dari seratus ayat yakni di bulan Ramadhan.

HR Ibnu Abi Syaibah, Al Mushanaf 2:282 No 7671

Kaifiyyat ( cara melaksanakan ) 11 raka’at pada hadits di atas diterangkan secara khusus oleh Shahih Bukhari dengan kaifiyyat, 4 raka’at, 4 raka’at lalu 3 raka’at, sebagaimana hadits berikut :

عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى رَمَضَانَ ؟ فَقَالَتْ : مَاكَانَ رسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْذُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَهُ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَتَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَتَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا.
Dari Abu Salamah Bin Abdur Rahman Sesungguhnya ia bertanya pada Aisyah istri Nabi SAW bagaimanakah cara sholat Rosulullah SAW di Bulan Romadhan ? Aisyah menjawab : Rosulullah SAW sholat, tidak lebih dari 11 rokaat baik di bulan Romadhan dan di bulan yang lainnya Beliau sholat 4 rokaat , jangan kamu tanya tentang bagus dan lamanya kemudian sholat 4 rokaat , jangan kamu bertanya tentang bagus dan lamanya lalu sholat 3 rokaat.

HR Bukhari 3 : 5, Fathul Bari 3 : 40 No 1137, Al Mutta 1 : 76 No 259, Abu Daud 2 : 40 No 1351,
At Tirmidzi 1 : 442 No 439, An Nasai 3 : 233 No 169, Muslim 1 : 329 No 738.

Sholat 4 + 4 + 3 ini selain merupakan salah satu pilihan dari beberapa kaifiyat sholat witir, tahajjud, atau qiyamul lail, juga merupakan kaifiyat khusus untuk tarawih ( Qiyamu Romadhan). Hal ini berdasarkan beberapa alasan:

1. Tidak ada satu dalilpun yang jelas dan tegas untuk tarawih selain 4 + 4 + 3
2. Aisyah lebih mengetahui dari semua manusia tentang sholat malamnya Nabi SAW baik di Romadhan atau di luar Romadhan
3. Abu Salamah Bin Abdur Rahman menanyakan secara khusus kepada Aisyah tentang kaifiyat sholat tarawihnya Nabi SAW dengan pertanyaan “ Bagaimanakah tata cara sholat nya Rosulullah SAW di bulan Romadhan”
4. Abu Salamah Bin Abdur Rahman bertanya kepada Aisyah dua kali yaitu tentang sholat tahajjudnya Nabi dan tentang tarawih.
5. Aisyah bukan hanya shohibul hikayat (bercerita) tapi juga sebagai shohibul waqi’ (pelaku tarawih 4+4+3)
6. Dalil tarawih 4+4+3 bersifat qothiyud dlilalah (penunjukkannya pasti) karena selain dengan pertanyaan yang khusus dari Abu Salamah Bin Abdur Rahman kepada Aisyah juga ada penunjukkan yang pasti yaitu dengan kalimat “fi Romadhan”
7. Jika tarawih menggunakan dalil Qiyamul lail lalu kaifiyat yang mana yang akan diambil dari sekian banyak kaifiyat yang ada bahkan untuk mengamalkan dengan dalil sholatul lail matsna-matsna pun harus mengamalkan semua dalil matsna-matsna yang ada.
8. Sholat tarawih selain 4 + 4 + 3 dengan dalil sholatul lail matsna-matsna atau dengan dalil qiyamul lail tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan sholat tarawih karena semua dalilnya bersifat dzaniyud dlilalah (penunjukannya tidak pasti).sebab yang namanya sholatul lail mungkin Romadhan mungkin juga bukan Romadhan.Dalam Kaidah Ushul Fiqih:” sesuatu yang belum pasti dapat digugurkan dengan sesuatu yang sudah pasti”

Ponco Cah Tuban mengatakan...

Catatan yang perlu diINGAT
1. Syari'at Islam, diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah saw
2. Tata Cara semua Ibadah sudah dicontohkan oleh Nabi saw
3. Tidak ada keterangan yang JELAS bahwa UMAR BIN KHATHAB tarawih 20 / 23 raka'at
4. Keterangan2 yang menyatakan bahwa sholat tarawih 4 raka'at satu salam tidak sah dalam forum ini, bukan berasal dari Nabi saw, Sahabat, Tabi'in maupun Tabi'ut Tabi' melainkan dari para Syaikh.
5. Kita dituntut untuk beruswah kepada Rasulullah saw, dalam segala Ibadah, sebab dalam diri Rasul terdapat uswatun hasanah.
6. Kita diperintahkan ta'at hanya kepada Allah dan Rasul saw, adapun kepada Pemimpin hanya patuh selagi pemimpin memegang teguh sunnah, jika berlainan pendapat, kembalikan kepada Qur'an dan Sunnah



Kami tidak bermaksud mendebat, cuma memberi tanggapan ILMIAH karena kita manusia yang berfikir, Ibadah apapun harus sesuai dengan contoh dan kaifiyyat nya dengan ibadah Rasulullah saw

Ucapan Para Imam 4 Madhab: Jika ada perkataanku yang menyalai hadits yang shohih, maka tinggalkanlah perkataanku dan berkatalah dengan hadits yang shohih itu, sebab hadits yang shohih itulah MADZHABku

Yayasan Almuafah mengatakan...

MARHABAN BIKUM WA JAZAKUMULLAH KHAIRON YA AKHII.
BACA DULU TULISAN DI ATAS BIAR JELAS JANGAN AMEN SODOK AJA ENTE. ANA BUKAN MEMPERKARAKAN JUMLAH RAKAATNYA. YANG ANE TANBIH HANYA URUSAN KAIFIYAT 4 RAKAAT SATU SALAM.

Hadis Siti Aisyah sebagai berikut:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.

Artinya: Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian aku bertanya ”Ya Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat Witir”? Kemudian beliau menjawab: ”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah tidur”.

ada cara lain yang paling mudah untuk memahami hadis Siti Aisyah yakni dengan mencari ucapan Aisyah sendiri pada lain kesempatan. Kita tentu berhak mempertanyakan kembali apakah yang dimaksud Siti Aisyah 4 rakaat benar-benar sekali salam??? Ternyata Siti Aisyah sendiri sebagai periwayat hadis 4-4 menjelaskan dalam hadis lain bahwa yang dimaksud dengan 4 rakaat pelaksanaannya adalah dengan 2-2.

Perhatikanlah penjelasan Siti Aisyah riwayat Imam Muslim dalam kitab shahihnya pada hadis berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلْإِقَامَةِ.

Artinya: Dari Aisyah berkata: ”Seringkali Rasulullah melakukan shalat antara selesai shalat Isya yang disebut orang dengan shalat ’Atamah sampai Fajar beliau mengerjakan shalat 11 rakaat, beliau melakukan salam pada tiap 2 rakaat dan melakukan 1 rakaat Witir. Apabila seorang Muadzzin selesai dari azan shalat Shubuh yang menandakan fajar telah datang, Muadzzin tersebut mendatangi beliau beliau pun melakukan shalat 2 rakaat ringan setelah itu beliau berbaring (rebah-rabahan) atas lambungnya yang kanan sampai Muadzzin itu mendatangi beliau untuk Iqamah.”

Menurut ketentuan, jika seseorang telah menjelaskan maksud dari ucapannya sendiri, maka tidak ada seorang pun berhak memberikan penafsiran atau pemahaman yang menyalahinya. Nampak jelas, shalat dengan 2-2 rakaat lebih kuat ketimbang 4 rakaat sekali salam. Dengan kata lain shalat 2-2 rakaat terjamin kebenaran dan keabsahannya.

Yayasan Almuafah mengatakan...

MARHABA